Selasa, 24 Desember 2013

Abstraksi Simbolis: Karya Saldy Essana

Sejak di bangku sekolah dasar, saldy Essana, seperti yang dituturkan di sela-sela pertemuaan dengan penulis, ia telah mempunyai minat dalam bidang seni lukis. Sewaktu guru memberikan pelajaran menggambar, ia telah menunjukkan bakat tersendiri di bidang studi ini, kenangnya. Nilai pelajaran menggambar, tidak mengecewakan, bahkan selalu mendapat pujian dari sang guru.
Saat memasuki bangku SMP, pelajaran yang satu ini sangat dominan. Sket-sket sang guru tercinta atau teman-teman pujaan di sekolah tidak luput memenuhi buku-buku gambarnya. Sesama teman seangkatan, ia dikenal sebagai murid yang dipercaya untuk membuat dekor-dekor indah untuk menghiasi papan-papan aktivitas siswa, seperti majalah dinding, papan pengumuman atau kreasi lainnya. Pada saat sekolah mengadakan peringatan 17-an, berbagai macam kreasi dibuatnya sangat menarik.  Minat ini terus dijalaninya hingga memasuki bangku SMA hingga pada masa akhir studi.
Minat yang begitu dominan pada dunia seni lukis, kemudian ia meneruskan studi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), kenangnya. Sayang, studinya itu putus di tengah jalan, karena suatu hal yang dilakukan penuh kesadaran. Berlanjut kawin muda dengan gadis pujaannya. Ia sadar sebagai kepala rumah tangga, dengan berbagai hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya. Kiat-kiat penopang kehidupan berusaha ditegakkan. Orangtua tidak tinggal diam dengan kenyataan itu. Mereka membekalinya dengan sepetak kios yang ada di depan rumahnya agar dapat mengadakan aktivitas ekonomi.  Kegiatan ini, ia jalani bulan demi bulan, tetapi belum juga menunjukkan hasil dan perkembangan yang menggembirakan. Berkali-kali support orangtua memberikan suntikan dana yang tidak kecil jumlahnya. Tetapi tetap saja tidak merubah keadaan yang diharapkan. Akhirnya ia sadari bahwa profesi itu bukan pilihan hatinya. Terpaksa harus ia tinggalkan kegiatan itu.
Sebagai kepala rumah tangga yang harus menanggung biaya rumah tangga, tidak ada alternatif lain, kecuali ia harus bekerja. Ingat akan potensi melukis yang lumayan. Akhirnya ia menetapkan langkahnya menekuni dunia seni lukis. Di tanah kelahiran itu , satu demi satu lukisan wajah dibuatnya, ternyata ada yang terjual. Awal kreatif inilah rupanya yang mendasari keberaniannya mengokohkan diri terjun menekuni dunia lukis, sebagaimana yang  digeluti oleh maestro Indonesia, misalnya, Raden Saleh, Affandi, S. Sudjojono, Dullah, Basuki Abdullah, Soepomo, Sarjito, H. Widayat, Ida Bagus Made, Ketut Soki, dan masih banyak pelukis lainnya.
Diketahui mainstream dunia seni lukis berada di sejumlah kota di Jawa dan Bali, mulailah ia menjalani perjalanan pengembaraan. Misalnya, di Jakarta kawasan Menteng,  Blok M, dan Taman Impian Jaya Ancol yang tidak luput dengan pernik-pernik kesenian. Di Bandung dengan kawasan Puncaknya. Yogyakarta mengakrapi kawasan Malioboro, dan seputaran Keraton Yogyakarta diantaranya kawasan Taman Sari, Prawirotaman, Kota Gede, kawasan handicraft depan Hotel Ambarukno Yogyakarta. Tentu  kawasan Candi Borobudur, dan Candi Prambanan merupakan suasana favorit bagi siapa pun seniman.
Kota-kota NTB, disinggahinya sebagai pencarian jejak langkah inspiratif  kreatif dalam menuangkan karya-karyanya. Debut pengembaraan dalam rangka pencarian itu, ternyata ia tertambat pada indahnya Bali yang debut kesenilukisan tergolong dinamis. Utamanya di seputaran Ubud, Tegalalang, Batu Bulan, dan Gianyar – Bali.
Awal tahun 90-an , ia bertemu dengan Hayat Collection yang bermarkas di Nusa Dua – Bali. Keakrapan pelukis dengan Hayat Collection merupakan simbiosis mutualis. Karya-karyanya banyak diterima di tempat itu. Rupanya Saldy mampu membaca prospek peminat tren kekinian seni lukis. Diakuinya, karya-karya selama ini sebagai penjelajahan –eksperimen kreatifnya. Kemampuan membaca minat para kolektor dan peminat seni lukis menjadikan ia semakin kokoh dalam berkarya. Karya-karyanya cocok dipajang, dipandang dan dinikmati oleh siapa pun. Tidak terbatas bagi kalangan peminat seni yang mempunyai apresiasi seni tinggi, tetapi boleh juga bagi penikmat seni lukis yang sekadar ingin memajang sebagai dekor penyeimbang ruangan.
Hubungan penulis dengan pelukis yang begitu intens, cukup memberikan peluang bagi penulis untuk memberikan ulasan dan apresiasi secukupnya. Semoga tidak berlebihan apabila penulis memberikan penilaian, bahwa pelukis Saldy Essana adalah termasuk seorang pelukis yang kreatif dan produktif. Waktu adalah coretan garis, warna, dan tekstur yang melekat di atas kanvas putihnya. Irama kreatif adalah bidang, dan warna. Ritual kreatif adalah tarian kuas dan kanvas. Karya adalah salah satu bagian aktualisasi komunikasi dengan  profesi. Sebagai kegiatan profesi sekaligus komunikasi diri akan merangkum ide sebagaimana umumnya setiap orang  akan menjalaninya secara sistemik atau sebaliknya idealistic. Pemahaman pada background semacam itu akan memudahkan memahami jangkauan filosofi  karya-karya Saldy Essana.
Mencermati karya-karya Saldy Essana dari 1992 s/d 2006, memang menunjukkan catatan matarantai  dunia ide dengan abstraksi realis karya dengan konsep perjalanan lingkup jejak langkahnya. Saldy, terasa lebih pas dalam menuangkan ide-idenya pada lembar-lembar kanvasnya, bermain simbol-simbol alamiah, cultural, deformasi bentuk, konstruksi kreatif simbolisme sofistik, bahkan sesekali meminjam simbol para mufasir religious. Hal ini dapat dicermati pada karya-karyanya yang berjudul, “Circulation of Season, Inferno Purgatorio Paradiso, the Animals, Bandage the Wound, Adam Eva, Faces of Liar, Eclipse on the Mountain, Deform, dan lain-lainnya. Semuanya menunjukkan ritme abstraksi simbolisme kreatif pencarian awal -  akhir. Sebagaimana ungkapan Edy Sdyawati, Visual Art, 07, Juni-Juli 2005, yang meminjam istilah S. Sudjojono, “Bahwa lukisan merupakan halaman yang mencatat gerak jarum seismograf yang muncul dari ide, perasaan, jiwa – pokoknya gambaran seluruh hidup sang pelukis.”
Saldy, sebagaimana para pelukis lainnya juga mengkonstruksi jejak langkah ruang lingkup kehidupan. Karena pada dasarnya, para seniman telah menyadari  sebagai pencatat sejarah kehidupan manusia. Hal ini sebagaimana telah dijalani para pelukis pada masa peperangan dan revolusi Indonesia sekitar tahun 1930 s/d 1950-an. Affandi, Maestro seni lukis Indonesia, dalam buku Dullah, Karya dalam Peperangan dan Revolusi/Painting in War Revolution, (1983) mengatakan:
“Saya telah wareg mengadakan pelawatan ke luar negeri berbagai negara, masuk keluar museum, tetapi belum pernah saya menjumpai lukisan anak-anak dokumenter seperti ini. Apalagi dibuat langsung pada waktu peristiwa-peristiwa terjadi. Memang lumrah anak-anak yang suka menggambar senang melukis kapal terbang atau mobil. Tetapi bukan kapal terbang yang sedang beraksi dalam satu peperangan sungguh-sungguh, bukan mobil yang sedang dibumihanguskan sendiri karena adanya serbuan tentara asing dari luar. Sebenarnya terlalu matang buat anak berumur 10 tahun telah dapat melukis seperti ini. Saya sudah tua begini  akan kelabakan andaikata membuat komposisi-komposisi seperti ini. Tetapi Toha enak saja. Komposisinya hebat, ceritanya padat dan memikat karena dibuat langsung oleh daya tangkapnya yang tajam – Edan tenan (gila betul), tandasnya.”

Apa yang disampaikan maestro, Affandi, sesungguhnya cukup mengindikasikan, bahwa apapun profesi harus dilakukan secara empatif, profesional, termasuk juga pelukis, seniman dengan karya-karyanya penuh empati totalitas ekspresi, maka hasil karya-karyanya selalu memikat, dan dinanti banyak orang. Saldy sebagai pelukis muda pernah mendapatkan Award 2000, yang diadakan oleh The Winsor & Newton World Wide Milennium Painting Competation.  Selamat. Wallahu a’lam.
Surat Terbuka untuk Ibu
Kepada Tuhanku, Allah SWT. Izinkan tangan ini mampu mengurai memori untuk ibu. Menurut  firman-Mu, begitu berat ibu mengandung dalam perutnya pada hitungan waktu. Lalu, menyapih setelah sampai waktu. Tidak hanya sampai di situ, ibu Menjaga, mendidik, membesarkan, dan membahagiakan hingga mencapai kekokohan kaki tangan anakmu.
Kepada Rasulullah SAW. Begitu banyak mengajariku. Melalui sabdamu: surga di bawah telapak kaki ibu. Sabdamu mengurai Sosok ibu tumpuan rentang waktu. Begitu berat tanggungjawab sosok ibu. Kebaktian anakmu penghulu rindu. Sebesar apa pun kebaktian anakmu, tidak akan pernah sebanding dengan apa yang pernah ibu berikan kepada anakmu.
Kepada ibu tercinta, nun jauh di sana. Kaki taganmu begitu kokoh mengajari  anakmu berjalan, dan menggapai apa yang ingin diraih. Jemari-jemarimu yang lembut mampu meninabobokan keresahan yang melintasi hidup anakmu. Kehangatan tubuhmu mampu mencairkan kebekuan dalam hidup anakmu. Tatapan dingin wajahmu mampu meluruhkan jiwa resah  yang sempat tumbuh dalam perjalanan  anakmu. Jiwa dan hatimu senantiasa mampu mengeja apa yang ada dalam jiwa, dan alam pikiran anakmu. Berlabuh pada sajadah panjang, manakala petang menjelang hingga di ujung malam.
Kepadamu ibu tercinta. Manakala kesenyapan menyelimuti hidupmu, kerna anakmu berada jauh dari lingkaran hidupmu, aku tahu, tak sejengkal waktu luruh mengeja tanya: “Apa yang ia pikirkan?  Bagaimana dia mengelola yang dipikirkan? Bagaimana yang diperbuat pada hasil pemikirannya? Bagaimana dampak yang dia pikirkan?”  Begitu kiranya seorang ibu, dan bukan hal yang aneh apabila seorang ibu memperpanjang pikiran seperti itu. Tepat kiranya, pepatah lama melukiskan, “cinta ibu sepanjang jalan, cinta anak sepanjang galah.”
Maaf, itu penyakit  turunan, Ibu.  anakmu  sekarang tidak seperti itu. anakmu kini sadar  sedang ada di mana sekarang. Anakmu telah melewati era pertanian, era industri, era informasi, era belajar, dan era persaingan global, dan bahkan Insya-Allah sadar akan era dunia-akhirat. Tentu, Ibu, manakala ibu telah mengasuh, dan membesarkan, maka anakmu akan menjaga dan mengembangkan apa yang ibu harapkan. Jikalau ibu senantiasa menggelar sajadah panjang menjelang petang hingga ujung malam untuk anakmu, maka  anakmu pun akan merentang  tasbih, mengurai kasih sepanjang hari hingga malam hari untuk ibu.
Itu pun masih disadari, sebesar apa pun yang dilakukan anakmu untuk ibu, entoh belum sebanding apa yang telah ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar yang ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar pengorbanan ibu untuk pendidikan anakmu. Begitu besar karakter yang ibu bangun pada jiwa anakmu. Semoga tidak hanya sorga di bawah telapak kaki ibu. Tetapi semoga seluruh jiwa raga ibu sangat layak memasuki sorga Rob-ku.

Ibu, sebagaimana apa yang telah ibu ajarkan kepada  anakmu untuk memanggil belahan jiwa ibu dengan kata-kata, “Bapa, Ayah, Papa, Papi, Babe, Romo, Abah”, apapun istilah itu adalah jantung hidupku. Keberadaan  anakmu karena bapa. Seperempat jantung hidup  anakmu ada dari bapa, dan dua pertiga denyut nadi anakmu ada dari ibu. Semua ibu dan bapa adalah makhluk. Semua setiap makhluk diciptakan oleh Allah SWT. Jadi semua ibu dan bapa diciptakan oleh Allah SWT. Karenanya,  aku layarkan bahtera  ritual hidupku untuk-Nya,  untuk kekasih-Nya, untuk ibu, ibu, ibu, dan bapa, serta untuk kehidupan itu sendiri. Ibu, Ibu, Ibu, Subhanallah. Wallahu a’lam.
Mengurai Tantangan Sarjana-sarjana Agama Islam Masa Kini

Wisuda ke-1, tahun akademik 2013/2014, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Denpasar-Bali berlangsung khidmat dan meriah. Digelar di Ball Room Hotel Oranjje Denpasar, (21/12/2013) lalu. Wisuda dimeriahkan dengan Tari Bali, dan Kelompok Paduan Suara STAI Denpasar-Bali. Acara tersebut dihadiri oleh para wali mahasiswa, akademisi UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, dan IHDN Denpasar, tokoh masyarakat, dan civitas akademika STAI Denpasar–Bali.
Untuk meningkatkan penjaminan mutu program pembelajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, serta peningkatan fasilitas perpustakaan, STAI Denpasar menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak, baik di lingkungan pendidikan, perbankan, dan sector lain yang senafas dengan visi, misi STAI Denpasar-Bali. Moment penting Wisuda ke-1 kali ini, dimanfaatkan untuk penandatanganan MoU dengan UIN Malang, dalam hal ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Agus Maimun, M.Pd. Selain itu, Acara wisuda  ke-1 ini dihadiri Kopertais Prof. Dr. H. Abdul A’la, Rektor UIN Surabaya. Disela-sela sambutan Prof A’la memberikan motivasi agar STAI Denpasar secara terus menerus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan berbasis keagamaan yang ramah dan profesional.
Ketua STAI Denpasar, Bali, Drs. H. Mahrusun, M.Pd.I, dalam sambutan tersebut mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung eksistensi, kualitas, dan profesionalitas STAI Denpasar , hingga kini dapat meluluskan sarjana-sarjana, mudah-mudahan bermanfaat bagi Negara, nusa, bangsa, dan agama. Berikut ini merupakan acara ritual akademik, yaitu orasi ilmiah yang disampaikan di tengah-tengah acara Wisuda ke-1 STAI Denpasar,  Bali, sebagaimana tema berikut ini:

Menengok Masa Lalu, Menatap Masa Depan:
Mencermati Peluang dan Tantangan Sarjana Agama
Oleh Dr. H. Agus Maimun, M.Pd.

Assalamualaikum Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrohim.
Yang terhormat, Ketua STAI Denpasar Bali, para Pembantu Ketua, para Pengurus Yayasan, para undangan, para orang tua/wali wisudawan, para wisudawati, dan hadirin sekalian yang berbahagia.
I
                Hari ini, STAI Denpasar Bali melepaskan alumninya. Pelepasan ini menandai selesainya salah satu proses mengemban amanat pendidikan tinggi menuju proses berikutnya, yaitu kehidupan yang senyatanya di masyarakat.
                Dalam suasana seperti sekarang ini, tentunya yang nampak adalah serba menyenangkan dan membanggakan. Bagi para wisudawan dan keluarga. Peristiwa ini adalah sangat mengesankan, karena menyagkut keberhasilan setelah melewati berbagai perjuangan yang melelahkan, baik moril maupun materiil. Betapa tida, selama antara 4-5 tahun energy dan biaya tersebut untuk bisa merampungkan kuliah ini.
                Menurut hemat saya, suasana yang serba menyenangkan dan membanggakan ini mungkin hanya berlangsung sesaat. Mungkin sahari-dua hari, atau paling lama satu minggu. Bagi para alumnui yang sebelumnya belum mepunyai pekerjaan tetap, mulai pikir-pikir. Kemana aku harus melangkah? Kerja apa yang cocok untukku? Dan berbagai pertanyaan yang bernuasa pesimistik. Hal itu suatu yang biasa, dan merupakan romantika hidup. Namun demikian para alumni tidak boleh terbuai dengan lamunan seperti itu, sebab lamunan tidak akan menyelesaikan masalah. Tetapi harus cepat tanggap untuk mengambil peran-peran strategis di masyarakat dengan bekal ilmu yang dimiliki.
II
Hadirin yang terhormat.
                Perguruan tinggi agama Islam (PTAI), salah satu tugasnya adalah menghasilan manusia sebagai sumberdaya yang memiliki kemampuan tinggi. Untuk itu, perguruan tinggi Islam harus dikelola dengan model pengeloaan layaknya industri jasa. Artinya, para staf pengelola perguruan tinggi harus dioperasionalkan sebagai industri pengembangan sumberdaya manusia. Pola itu harus mengacu pada profesionalisme, yaitu senantiasa melakukan sesuatu yang benar dan baik (do the right thing and do it right). Konsekuensinya adalah selalu mengembangkan tingkah laku dan tidakan strategis yang cermat (Semiawan, 1990).
                Profesionalisme juga penting memacu setiap perguruan tinggi dalam melahirkan lulusan yag bermutu. Sebab mutu lulusan juga menjadi tolok ukur untuk mengetahui tinggi rendahnya kualifikasi perguruan tinggi di lingkungan pasar. Hal ini ditunjukkan melalui kemampuan lulusan untuk secara langsung terlibat dan memenangkan persaingan dalam lapangan kerja (Tillar, 1994). Hipotesisnya adalah, semakin banyak alumni yang memasuki sektor kerja kalau mampu sektor kerja yang bergengsi, maka perguruan tinggi itu nampak semakin berkualitas dan diminati oleh banyak orang. Demikian sebaliknya, semakin sedidikt alumni yang memasuki sektor kerja, maka semakin nampak tidak berkualitas dan dijauhi oleh banyak orang.
Untuk itu, PTAI dituntut melakukan perubahan orientasi dengan mengantisipasi perubahan pasar tenaga kerja, sekaligus juga perubahan akan produk-produknya. Upaya untuk mencetak sarjana “siap pakai”  dan mandiri akan menjadi tuntutan dan harapan pada PTAI. Disini PTAI harus lebih bersifat akomodatif. Namun demikian,  sebagai lembaga ilmiah, pada waktunyan nati, PTAI dituntut bersifat aktif dan kreatif untuk dapat berusaha memengaruhi pasar dan arah perubahan social.
                Untuk mewujudkan hal tersebut,  diperlukan strategi yang mantap. Strategi itu mencakup pengembangan kelembagaan yang tercermin dalam: (1) kemampuan tenaga akademik yang handal dalam pemikiran, penelitian,  dan berbagai aktivitas ilmiah, (2) kemampuan tradisi akademik yang mendorong lahirnya kewibawaan akademik bagi seluruh civitas akademika, (3) kemampuan manajemen yang kokoh dan mampu menggerakkan seluruh potensi untuk mengembangkan kreativitas warga kampus, (4) kemampuan antisipatif masa depan dan bersikap proaktif, (5) kemampuan pimpinan mengakomodasikan seluruh potensi yang dimiliki menjadi kekuatan penggerak lembaga secara menyeluruh,  (STAIN, 1988), dan (6) kemampuan pimpinan dan dosen untuk memberikan bekal profesionalisem dan kemandirian kepada mahasiswa. Apabila PTAI mampu melaksanakan hal itu, tidak mustahil akan menjadi lembaga alternative dan berprospek cerah, karena mampu membekali mahasiswa untuk memenangkan persaingan pada millennium ke tiga ini dalam berbagai sektor kerja dan profesi.
                Sesuatu yang harus menjadi perhatian, apapun profesi itu harus didukung dengan profesionalisme yang tinggi. Profesionalisme merupakan keharusan, karena ketatnya persaingan. Pada era pasar bebas, sarjana agama akan bersaing tidak hanya dengan temennya sendiri dari PTAI atau Perguruan Tinggi Umum (PTU), sarjana dari Negara tetangga semacam Singapura, Malaysia, dan Philipina.Pertanyaannya, mampukah para lulusan kita memenangkan persaingan?
III
Jika sarjana agama diidenfifikasi sebagai sarjana lulusan perguruan tinggi agama Islam (PTAI),  baik negeri maupun swasta, maka pembicaraannya harus mengacu pada eksistensi sebagai sarjana agama (S.Ag, S.Pd.I, S.Ud. SHI, dll). Disini akan  nampak jelas tentang peran yang harus dimainkan oleh sarjana agama, yaitu sebagai guru agama, guru ngaji, mubaligh atau da’i, penyuluh agama, hakim agama, konsultan hukum agama, dan pemikir agama. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dapat memilih dan memperoleh profesi di luar bidang ini, asal mampu bersaing dengan sarjana lain.
                Agar mampu memenangkan persaingan tersebut, harus memacu diri dengan meningkatkan kualitas keilmuan secara terencana dengan mengembangkan berbagai kegiatan praktis dan akademis yang lebih produktif. Disamping itu, harus juga meningkatkan kemandirian bagi alumni, sehingga “pasar kerja”  lulusan STAI tidak hanya pada sektor informal, tetapi juga bisa masuk kepada semua sektor formal, termasuk sektor-sektor modern, semacam perbankan. Lebih jauh lagi, dengan kemandirian, alumni PTAI tidak hanya berharap memasuki kerja di lingkungan Kementerian Agama, tetapi juga kementerian-kementerian lain. Sebab kemampan Kementerian Agama sangat terbatas, sehingga tidak mampu mempersiapkan lapangan kerja yang dapat menampung semua lulusan PTAI.
                Daya tampung yang terbatas itu, misalnya di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Daya tampung Kemenag RI setiap tahun untuk beberapa formasi kurang dari 5000 orang. Padahal di Indonesia ada 8 UIN 21 IAIN, 34 STAIN dan lebih dari 700 PTAIS yang diperkirakan setiap tahun menghasilkan lulusan tidak kurang dari 30.000 mahasiswa. Dengan demikian yang bisa diserap hanya sekitar 17 persen dari jumlah lulusan, sehingga 83 %  tidak tertampung. Belum lagi ditambah lulusan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan untuk tahun ini, ketika semua sector pendidikan formal sudah terisi, beberapa kementerian telah menerapkan zero growth, sehingga kemungkinan tidak akan ada pengangkatan pegawai lagi.
                Kondisi tersebut, sebenarnya memberikan inspirasi kepada semua PTAI untuk melakukan terobosan baru dengan mengembangkan program yang dapat memberikan bekal kemandirian mahasiswa dengan berbagai program yang dapat memberikan bekal kemandirian mahasiswa dengan berbagai program konkret yang langsung pada persoalan dan kebutuhan riil mahasiswa, yaitu peluang mendapatkan kerja yang layak dan mendapatkan lahan pengabdian yang menjanjikan. Untuk itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan profesionalisme dan kewirausahaan. Kedua hal ini merupakan  keniscayaan dan persyaratan vitas dalam menghadapi tantangan masa depan, terutama berkaitan dengan dunia kerja.
                Profesionalisme diperlukan untuk memenangkan persaingan memasuki pasar kerja. Sedang kewirausahaan diperlukan untuk bekal kemandirian. Dalam arti mandiri untuk membangun usaha sendiri, baik lewat lembaga pendidikan, lembaga industri jasa, maupun lembaga perdagangan umum secara professional.
                Menurut hemat saya, profesionalisme dari lulusan PTAI hanya dapat mempunyai bobot tinggi apabila kadar profesionalisme itu diuji oleh dunia swasta, baik dunia pendidikan maupun industri. Misalnya, seorang sarjana Tarbiyah dapat dikatakan professional kalau mampu menjadikan lembaga pendidikan swasta itu tumbuh dan berkembang menjadi besar. Demikian juga sarjana Da’wah dapat dikatakan professional kalau mampu menjadikan dunia industri berkembang dengan pesat, karena motivasi  yang mereka berikan  dapat membangkitkan semangat kerja yang tinggi. Bahkan mereka dapat menjadi contoh dalam hal etos kerja, disiplin, jujur, dan kreatif. Bukan sebaliknya, bahwa profesionalisme sarjana agama ditentukan oleh diterimanya sebagai pegawai negeri yang menempati pos di lembaga negeri.
                Meskipun tantangan pekerjaan dan jabatan bagi sarjana agama semakin berat, bukan berarti peluang sudah tertutup. Banyak pekerjaan dan jabatan yang bisa diraih, kalau mereka mampu memenangkan persaingan dan do’anya terkabul.
IV
Hadirin yang berbahagia
                Apabila kita menengok ke belakang, pada masa lalu, sarjana agama (baca: alumni PTAI) banyak yang menjadi “pilihan umat”. Ketika ada anak muda selesai dari perguruan tinggi (PTAI) dan dapat gelar, banyak orang yang rebut ingin mengambil menantu. Tetapi kini, masih dilihat dan dipertimbangkan, apa sudah bekerja atau belum. Jika sudah, masih ditanya lagi, “dimana, pegawai negeri, atau bukan”. Padahal menjadi pegawai negeri ibarat “memasukkan benang pada lubang jarum di ruang yang gelap”. Sungguh amat susah.
                Demikian juga pada masa lalu, sekitar tahun 70 – 80an, ketika mereka hari ini tamat, banyak yang besuk sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Tetapi saking susahnya banyak orang yang mau membayar berapa saja untuk memperoleh pekerjaan, apalagi menjadi pegawai negeri. Dan anehnya ada juga orang  yang memanfaatkan momentum ini untuk mengambil keuntungan secara pribadi. Akibatnya, para pencari kerja banyak yang kena tipu daya orang-orang yang tidak bertanggungjawab, bahkan uang jutaan rupiah hilang sia-sia, sehingga ada lelucon “Golek Gawe Malah Dadi Gawe”.
                Kondisi tersebut diperparah oleh banyaknya perguruan tinggi yang mem “produk” tenaga kerja secara besar-besaran tanpa memperhatikan pasar kerja para alumninya. Akibatnya, terjadi ledakan pengangguran tenaga kerja produktif. Apalagi diperparah dengan kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu seperti sekarang ini, menyebabkan lapangan kerja semakin sempit dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
                Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, yang baru saja dilansir BPS menyatakan, angka pengangguran di Indonesia per-Agustus 2013 melonjak 7,39 juta jiwa dari Agustus 2012 sebanyak 7,24 juta jiwa. Tahun ini dari total pengangguran sebanyak 7,39 juta jiwa. Jika saja setiap sarjana yang menganggung itu mampu mandiri dengan berwirausaha, maka akan mengurangi setidaknya 30 ribu pengangguran.
                Namun demikian, menurut Rahardjo (1992), ada beberapa profesi alternatif untuk mengisi elit strategis yang perlu dipikirkan dan bisa dipersiapkan oleh PTAI, asal dilakukan secara sungguh-sungguh atau serius, yaitu: (1) negarawan dan politisi, (2) pemimpin masyarakat, (3) ulama atau da’i, (4) intelektual  bebas, (5) pengajar, (6) peneliti sosial atau ilmu pasti, (7) berbagai jenis tenaga professional, (8) manajer, (9) seniman-budayawan, (10) wartawan atau publicist.
                Dengan banyaknya pilihan profesi tersebut, menunjukkan banyak peluang bagi sarjana muslim dan sekaligus tantangan. Sebagai peluang, kalau mereka mampu memenangkan persaingan, maka akan dapat meraih profesi itu. Sebagai tantangan, kalau mereka tidak mampu memenangkan persaingan, maka akan menjadi kelompok marginal (pinggiran) dan hanya menjadi penonton dalam panggung sejarah kehidupan. Kalau yang terakhir ini terjadi, maka pupuslah sudah harapan untuk ikut serta mengisi formasi masyarakat baru, dan kita siap-siap untuk berada di halaman belakang rumah para elit strategis itu yang nota bene bukan kelompok kita.
                Beberapa tantangan tersebut, memberikan inspirasi kepada PTAI untuk memacu diri meningkatkan kualitas secara maksimal. Artinya PTAI harus mampu melahirkan tenaga-tenaga “siap pakai” yang dapat bersaing, bersanding, dan bertanding dengan perguruan tinggi lain dalam memasuki pasar bebas. Namun demikian, sebagai lembaga ilmiah, bagaimana pun PTAI harus tetap memegang prinsip-prinsip etika ilmiah dan etika profesi yang dibingkai dengan nilai-nilai religious, tanpa harus terperangkap pada “bursa” dan tenaga kerja. Dengan demikian, wajah kampus sebagai masyarakat kecil (small society) dan komunitas ilmiah religius (religious-scientific community) yang harus mendukung hidup suburnya tradisi ilmiah religius, yakni berkembangnya wawasan berfikir ilmiah yang bersendikan pada ajaran agama harus tetap terjaga.
V
Hadirin yang terhormat
                Apabila kita menganggap bahwa, alumni merupakan salah satu asset kelembagaan, maka PTAI harus mampu memberikan bekal kepada lulusannya beberapa kemampuan, yaitu: (1) kemampuan untuk menganalisa, (2) kemampuan untuk inovasi, (3) kemampuan untuk memimpin, (4) kemampuan untuk mengapresiasikan ajaran agama secara “ramah” atau Islam wasatho, dan (5) kemampuan mengaplikasikan ilmunya secara mantap. Disamping itu, secara spesifik, PTAI harus mengembangkan jiwa enterpreunership. Menurut Tilaar (1998), jiwa-jiwa tersebut tercermin dalam sifat-sifat: (1) mandiri, (2) berorientasi pada servis, (3) interdependensi secara sehat, (4) focus kepada pelanggan, (5) kolaboratif, dan (6) koordinatif, sehingga sangat mementingkan teamwork (kerja kelompok) yang tangguh.
                Kelima kemampuan dan keenam sikap tersebut hanya dapat dihasilkan oleh pendidikan tinggi yang berkualitas. Untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, harus dikelola dengan sungguh-sungguh, kerja keras dan kerja cerdas. Tanpa itu semua, mustahil kita dapat menghasilkan  lulusan yang berkualitas, yang para alumninya dapat menduduki berbagai sektor modern dan menjadi pilihan umat.
                Akhirnya, saya mengucapkan selamat kepada wisudawan dan wisudawati, teriring do’a semoga selalu mendapatkan lindungan dari Allah swt dan selalu ditunjukkan kepada jalan yang lurus, jalan yang diridloi-Nya. Amin.
Wassalaualaikum Wr. Wb.
Denpasar – Bali, 21 Desember 2013
DAFTAR BACAAN
Agus Maimun. (2011). Revolusi Paradigma Kesarjanaan. Bekal Bagi Calon Sarjana. Makalah Tidak Diterbitkan. Tulungagung: STAIN.
Semiawan, C. (1990). Profesionalisme Jabatan Guru. Makalah Seminar Nasional Profil Guru Abad 21. Semarang: IKIP.
STAIN (1998). Visi, Misi & Tradisi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang. Malang: STAIN.
Tilaar, H.A.R. (1994). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tilaar H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Dalam perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.

Senin, 03 Juni 2013

AUTOBIOGRAFI DRS. H. IMAM MUHAYAT, M.A.



AUTOBIOGRAFI
Nama                           : Drs. H. Imam Muhayat, M.A.
Nama Istri                   : Hj. Mun Faridah, S.Ag.
Nama Anak                 : Sovia Sandhi Zahra (FISIP UIN Yogya, Jurusan Komunikasi)
                                    : Prisma Emie Hara (MAN Negara, Jembrana Bali)
                                    : Mahathir RYM Syafei(tamat SMP Negeri 4 Kuta Selatan)
                                    : Raisa Farida Awwab (umur 2 tahun 2 Bulan)
Tempat Tangal Lahir   : Nganjuk, 21 Mei 1964
Nama Ayah                 : H. Ruslan Sulaiman
Nama Ibu                    : Hj. Marfuah
Alamat Asal                : Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur
Alamat Sekarang         : Puri Kampial Blok B No. 3, Kampial, Benoa, Kuta Selatan
Riwayat Pendidikan   :
1.      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kedungombo, Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur, lulus 1977
2.      Madrasah Tsanawiyah Negeri, Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur, lulus 1980
3.      Ponpes Sabilil Muttaqin, Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur, 1980
4.      Madrasah Aliyah Negeri, Nglawak, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, lulus 1984
5.      Ponpes Miftahul Ula, Nglawak Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, 1982-1984
6.      Fakultas Tarbiyah, Tadris, Bahasa Inggris, IAIN, Sunan Kalijaga, Yogyakarta, lulus 1991
7.      Ponpes Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta, 1984-1987
8.      Fakultas Hukum, Universitas Mahendradatta, Denpasar, 1993 – 1995
9.      Pascasarjana, Universitas Udayana, Kajian Budaya, 2000-2001
10.  Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulus 2006
11.  Masuk Program Doktor Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2012.
12.  Staff Pengajar  pada Sekolah Tinggi Agama Islam Denpasar Bali.

Sabtu, 25 Mei 2013

puisi



SURABAYA – JEDDAH

sayap putih
membelah kabut
melesat,
menyibak awan gemawan
goresan jingga menyapu
 lintasan
menyimpan pesan
bagi yang terkasih
(im. Surabaya-Jeddah. 12.02.2001)


OESMAN BIN AFFAN STREET
HOME NUMBER 47

untaian doa
deras mengalir
menusuk sukma, ……
pergi
 menyongsong  musim
semayam
Luruh lautan harapan
(him. Afwan, Umi. Madinah: 25.03.2001, 10.45 WAS)

TITIK ZENITH
garis tangan terbelah
telapak tangan yang tertutup
raih,
genggam erat-erat
jangan biarkan
daku berselimut debu
di bawah panas matahari
(him. Baqi’, Madinah. 25.03.2001. 18.33. WAS)

MADINAH-SURABAYA

seperti awan ini
datang dan pergi
berserah
ibu bumi
kepada sang ilahi
lapangkan taman huni
yang barusan berlalu kami akhiri.

(On Air -- Saudia Air. 27.03.2001)

Penelitian



APLIKASI MANAJEMEN SUMBER DAYA DI YAYASAN ROUDHATUL ILMIL QUR’ANI, YAYASAN MASJID AGUNG IBNU BATUTAH, DAN YAYASAN MASJID AL-FATTAH KECAMATAN KUTA SELATAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI TAHUN 2013
Oleh: Imam Muhayat & Sadriyansayah
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Konteks Penelitian
Letak geografis Yayasan Roudhmotul Ilmil Qur’ani, di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur dan TK Mentari Nusa, dan kelembagaan lainnya, berada di dalam Perumahan Puri Madani, Lingkungan Ancak, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Kabupaten Badung. Provinsi Bali. Sekitar 25 Km dari pusat kota Mangupura yang terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Posisi Mushola Jabal Nur dari Bandara Internasional Ngurah Rai dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor kurang lebih sepuluh menit perjalanan. Wilayah Kampial tergolong daerah kering dibanding dengan daerah lainnya. Disadari non produktif untuk pertanian, maka dengan perkembangan pariwisata Bali difungsikan sebagai pendukung pelengkap penyerta pariwisata. Harga lahan semakin melambung. Difungsikan sebagai hunian yang strategis dari pusaran pusat hunian hotel-hotel berbintang di kawasan Nusadua dan sekitarnya. Jarak tempuh dari tempat kerja relative dekat. Para karyawan tentu lebih nyaman dapat tinggal di kawasan ini dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi waktu. Tersedianya tempat ibadah yang memadahi dan kondisi heterogen sosiologis yang relative toleran menjadikan wilayah ini menjadi pilihan para pendatang yang kebetulan tugas dan atau bekerja di sekitar Kampial.
Realitas kondisional sosiologis yang heterogen, dan sifat masyarakat yang dinamis, dalam mengoperasikan suatu organisasi yayasan diperlukan manajemen aplikatif yang tepat dan fungsional, utamanya sebagai penduduk yang notabene bukan penduduk asli wilayah ini. Apalagi di wilayah ini banyak terdapat pekerja musiman yang rentan dengan pola baru dan kondisi yang berbeda di wilayah di mana mereka berasal. Konsep-konsep, nilai-nilai dan adat-istiadat yang telah berlangsung lama secara turun temurun akan membentuk suatu budaya dalam masyarakat. Sebagai budaya yang hidup dalam suatu masyarakat mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan warganya. Kesenyawaan antara budaya dan masyarakat dapat diibaratkan sebagai ruang hampa lampu pijar. Siapa saja dapat menyalakan dan mendapat penerangan tanpa harus memasuiki ruang hampa bolam dan memecahkannya. Ibarat lain yang menjadi kata kunci yang selalu dijadikan pijakan sebuah nilai dalam bermasyarakat, misalnya, di mana bumi dipijak di situlah langit dijunjung.
Dengan kiat suatu sikap adaptif dengan pameo, “yang mayoritas sadar diri melindungi dan yang minoritas pandai menempatkan diri”, kearifan local genius semacam ini ekplosivitas, kekagetan dan ketersinggungan yang berbuntut pelecehan dan penodaan dalam model amoral tidak akan terjadi. Dipahami kekerasan hanya akan membuahkan carut-marutnya kondisi social yang telah tertata untuk tujuan kedamaian dan kesejahteraan hidup. Kematangan pemahaman dan integritas sifat yang melekat pada pribadi, dan masyarakat muslim telah dicontohkan para pendahulu, sesepuh, penisepuh, pemuka, pegiat, peduli pemerhati, intelektual, cendekiawan, ulama, pemimpin yang lebih dahulu menghuni wilayah ini. Terbukti komunikasi dan implikasi napak  tilas mereka dapat dirasakan hingga kini.
Sebelum berdirinya Mushola Jabal Nur, tanah di areal ini kurang lebih dengan  luas sekitar  35 Are. Difungsikan sebagai gudang rumput laut. Sebagai fungsi gudang, maka tentu keadaan sepi setiap harinya. Lampu listrik saat itu belum menyala. Sepanjang jalan kampial sampai dengan daerah Ungasan menjelang  petang  sepi, gelap tanpa lampu penerang. Air PDAM belum mengalir. Sebagian masyarakat dengan penuh kesabaran masih menggunakan air tadah hujan. Sebagian lainnya memanfaatkan antrian sumur bor yang ada di Kampial atas bantuan presiden. Kondisi ekonomi di sekitar Kampial belum sumringah seperti sekarang. Mata pencaharian masyarakat banyak memanfaatkan lahan pertanian yang ada dengan menunggu air tadah hujan, mereka berprofesi sebagi petani rumput laut, disamping sebagian lain bekerja di sector pariwisata, pegawai negeri, dll. Dapat dibayangkan, bahwa kondisi ekonomi sekitar Kampial relative kurang dinamis dibandingkan dengan masyarakat  Kuta, Denpasar, dan Sanur. Bersamaan dinamika ekonomi dan saling bahu membahu antar warga Kampial, pembangunan jalan ke Banjar Ancak dan pembenahan Banjar dengan melibatkan seluruh warga Kampial baru dimulai tahun 2005 – 2006 lalu. Ini sebagai bukti bahwa kondisi obyektif wilayah Kampial dulunya relative tidak produktif.
Proyek perumahan yang ada hanya  Wisma Nusa Permai,  Kampial Indah, dan di ujung barat terdapat perumahan Swandewi saja hingga menjelang 1995. Praktis masyarakat yang hilir mudik terbatas. Baru pada tahun 1997, mulai ada Pondok Kampial, Puri Bunga,  Raya Kampial dan Kampial Permai.  Disusul semakin banyaknya bangunan-bangunan baru yang difungsikan sebagai rumah kos atau pun tempat tinggal. Berdirinya STP Bali, suasana sekitar Kampial semakin semarak. Dibangunnya Pasar Kampial denyut perekonomian dapat dirasakan masyarakat. PDAM dan Listrik masuk di daerah Kampial, maka kian terasa laju perekonomian dan berdayanya berbagai sector kehidupan.
Kilas balik pada tahun 1992-1993 dunia internasional dalam kondisi gonjang ganjing disebabkan meletusnya perang teluk.  Sebagai daerah yang tergantung dengan pariwisata merasakan dampak itu. Geliat ekonomi di seluruh wilayah Bali pada umumnya dan khususnya Kampial juga merasakan dampak langsung peristiwa tersebut.  Banyak perusahaan-perusahaan besar kecil menanggung beban berat berkaitan pertahanan dan pengembangan usahanya. Pemutusan karyawan terjadi di mana-mana. Kegelisahan warga nampak dengan kian banyaknya pengangguran dan diantara mereka, pekerja musiman memutuskan pulang kampung di halaman tanah kelahiran mereka. Ada juga yang pindah di kota lain, seperti Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya.
Di balik peristiwa itu ternyata ada hikmah, tokoh-tokoh perkumpulan muslim tetap mempunyai ghiroh, semangat, selalu memperkuat kekerabaatan dan tidak sepi mencari kiat memantapkan aqidah yang dapat menjadi benteng dalam kondisi apa pun. Jati diri sebagai muslim tetap kokoh dan terjaga. Silaturrahim dan menjaga hubungan baik dengan warga sekitar menjadi prioritas utama. Tepatnya pada tanggal 25 Mei 1992,  the founding fathers, para pendiri Mushola Jabal Nur, mengadakan kesepakatan di rumah Bapak Hermono Moeharyanto Wisma Nusa Permai C 33, yaitu untuk meningkatkan kegiatan keagamaan Islam di sekitar Kampial. Terpilih sebagai ketua saat itu Bapak H. Affandi. Sekretaris Bapak Hermono Moeharyanto, dan bendahara Ibu Sri Redjeki Bambang Cipto Rahadi. Kepengurusan ini berlangsung selama dua tahun 1992 -1994.
Intensitas kepengurusan ini, yang disertai kegiatan pengajian keliling dari rumah ke rumah di wisma Nusa Permai oleh Drs. H. Sholahudin, akhirnya muncul gagasan untuk membangun tempat khusus untuk keperluan kegiatan umat islam tidak hanya terselenggara secara nomaden dari rumah satu ke rumah lainnya. Keluarga Bapak Bambang Cipto Rahadi dengan Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pengusaha rumput laut, bersamaan itu Ibu Sri Redjeki menjabat sebagai Bendahara kegiatan pengajian keliling berinisiatif membangun Mushola. Niat tersebut ditindaklanjuti para sesepuh untuk merealisasikan terbangunnya Mushola sebagai pusat kegiatan umat Islam di lingkungan Kampial, Nusadua dan sekitarnya.
Gagasan itu disambut antusias oleh banyak kalangan. Diskusi-diskusi, pertemuan-pertemuan dan pengembangan wacana dibeber pada setiap pertemuan antar muslim lainnya. Wacana berkembang menjadi suatu rencana, program, dan kemudian berbuah suatu kesepakatan untuk merealisasikan program tersebut. terdapat kesepakatan membangun Mushola Jabal Nur betapa pun dalam keadaan masih sederhana dan seadanya. Ternyata belakangan bangunan tidak hanya berupa bedeng, tetapi sudah kelihatan rapi dan layak difungsikan sebagai tempat ibadah. Adapun nama Jabal Nur diberikan oleh ketua MUI Provinsi H.S. Habib Adnan.
Dua  tahun kemudian tepatnya 1994 pengembangan dakwah Islamiyah dikembangkan untuk Pendidikan formalnya yang berujud TK Mentari Nusa. Kelembagaan Pendidikan ini berafiliasi dengan kelembagaan Aisyah Denpasar. Komunikasi intens dengan bapak Drs. Tantowi Jauhari bersama Ibu, maka bangunan gedung dipersiapkan di sebelah sayap kanan, kini menjadi rumah Bapak H. Maisun sampai batas rumah Bapak Marjadi. Dalam perkembangan selanjutnya karena akan dibangunnya perumahan Puri Madani, maka TK Mentari Nusa kemudian dipindahalihkan seperti posisi yang sekarang ini, sebelah kiri Mushola Jabal Nur hingga batas pagar jalan menuju Kampial. TK Mentari Nusa hingga akhir tahun ajaran 2012/2013 ini sudah berusia 19 tahun.
Dalam teori kemasyarakatan minoritas yang berkumpul dalam suatu ikatan akan tumbuh ikatan emosional, dalam arti positif.  Di balik itu semua tentu terdapat motor penggerak, baik individu yang nampak itu terangkum dalam suatu ikatan yang secara nyata duduk dalam struktur penggerak yang berupa organisasi, maupun personal, individu yang tidak nampak dalam suatu struktur pengurus. Disadari mereka mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dalam membangun kebesaran suatu organisasi. Hal ini sudah menjadi fitrah dalam kehidupan. Karena itu dalam teori organisasi yang baik bahwa yang di depan harus dapat menunjukkan arah, mereka di tengah dapat menggerakkan, memotivasi, dan yang di belakang dapat meluruskan, mengatur, memonitor, agar barisan itu tertata rapi. 
Estafeta kepemimpinan dilanjutkan oleh, ketua Bapak Ir. Susiono, almarhum, Sekretaris Bapak Heri Siswoko, dan Bendahara Bapak Amril  Adhiwidjaya, kepengurusan berjalan dari 1995 – 1998. Kepengurusan selanjutnya dijabat oleh Bapak Hermono Moeharyanto sebagai Ketua, Sekretaris Bapak Mokh. Amri Adi, dan Bendahara Bapak Imam Sumartubin, pada periode 1998 s/d 2004.
Bali sangat tergantung dengan geliat pariwisata. Sedangkan kondisi pariwisata sangat rentan dengan keamanan wilayah. Kewajiban warga tentu mutlak bersama-sama menjaga kondisi tersebut, sehingga kondisi yang kondusif tetap terpelihara. Kondisi politik Indonesia sejak tahun 1996 s/d 1999 kurang kondusif. Dampaknya sangat berpengaruh dengan denyut perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata. Mushola Jabal Nur saat itu berdiri berdampingan dengan gudang rumput laut. Searus zaman bersamaan dengan merosotnya perekonomian yang disebabkan tidak kondusifnya kondisi Nasional, bisnis rumput laut pun ikut larut dampak situasi saat itu. Pemilik lahan Bapak Bambang Cipto Rahadi dan Ibu Sri Redjeki akhirnya beralih usaha dalam bidang lain. Lahan yang diperuntukkan Mushola tetap dipertahankan. Tanah sekitar mushola Jabal Nur akhirnya dialih fungsikan menjadi perumahan. Alhamdulillah Mushola masih tetap eksis atas kerja keras kepengurusan yang saat itu dipegang oleh Bapak Hermono Moeharyanto, yang diperkuat niat tetap eksisnya Mushola Jabal Nur atas prakarsa Bapak H. Affandi, Bapak H. Susiono (al-Marhum), Bapak Dwi Sutoyo, Bapak Sartono,  Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak H. Sholahuddin, Bapak Agus Darmawan, Bapak Mochamad Amri Adi, dan lainnya.
Untuk memperkuat  dokumen secara tertulis berkaitan dengan aset Mushola Jabal Nur, maka pada tanggal 11 September 1999 dibentuk Yayasan dengan nama Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani. Saksi penghadap saat itu adalah, Bapak Drs. Budi Pranowo, Bapak Agus Darmawan, Bapak Sartono, Bapak Mochamad Amri Adi, Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto. Langkah yang tepat ini diputuskan untuk memberikan pencerahan, kejelasan, kemantapan, identias yang pasti terhadap keberadaan asset Mushola Jabal Nur, dan sebagai  upaya meminimalisasi timbulnya permasalahan yang krusial di belakang hari. Lebih dari itu tidak akan membebani PR kepada anak cucu kita terhadap keberadaan Mushola Jabal Nur.
Pertama kalinya diangkat anggota Badan Pendiri, Badan Pengawas dan Badan Pengurus dengan susunan sebagai berikut ini: Badan Pendiri sebagai Ketuanya Bapak H. Affandi, Wakil Ketua Bapak Hermono Moeharyanto, Anggota Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak Agus Darmawan, Bapak Sartono dan Bapak Mochamad Amri Adi. Badan pengawas saat itu belum ada, maka dalam dokumen tertulis berbunyi, “Badan Pengawas akan ditentukan kemudian.” Belakangan Bapak H. Wiyono sering ditempatkan jabatan sebagai pengawas.
Sedangkan Badan Pengurus terdiri dari ketua bapak Dwi Sutoyo, wakil ketua bapak Ir. Susiono, Sekretaris Drs. H. Sholahudin, wakil sekretaris Yuliono, bendahara Imam Sumartubin, dan wakil bendahara Bagio Praptanto. Terbentuknya yayasan ini sangat penting sebagai upaya eksistensi yuridis formal keberadaan Mushola Jabal Nur. Dalam perkembangannya, landasan ini hendaknya selalu menjadi format dan pola dalam rangka mengoperasikan seluruh kegiatan dan pengembangan lainnya berkaitan dengan planning, organizing, actuating, dan controlling eksistensi Mushola Jabal Nur.
Tanah di Bali sangat tinggi nilai ekonominya, maka dengan perjuangan yang tentu tidak ringan, untuk mendapatkan ridho-Nya, tanah dari keluarga Bapak Bambang Cipto Rahadi dan Ibu Sri Redjeki, dengan all out-nya diurus status tanah menjadi tanah wakaf. Bukti wakaf  tertanggal 03 Jumadil Akhir 1423 H atau tanggal 12 Agustus 2002 M, dengan nama Nadzir Bapak Susiono sebagai Ketua, Drs. Sholahudin sebagai Sekretaris, dan Bapak Sartono sebagai anggota, berupa sebidang tanah seluas 535 M2. Pengurusan Akta Wakaf tersebut merujuk Ikrar Wakaf oleh Ibu Sri Redjeki pada tahun 1993, di atas kertas segel, pada periode kepengurusan Bapak H. Affandi. Dokumen sertipikat tanah wakaf ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, Drs. Heru Susetyo, pada tanggal 15 November 2002. Adapun penunjukan dan penetapan batas oleh Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pemohon Bapak H. Affandi. Sumber ini diambil dari bukti buku sertipikat, Badan Pertanahan Nasional. Sertipikat Tanah Wakaf Propinsi Bali, Kabupaten Badung, Kelurahan Benoa, tahun 2002. Nomor EA 036152.
Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani, yang di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur, TPQ, Diniyah dan TK Mentari Nusa, sebagai basis identitas dakwah islamiyah yang berwujud komunikasi dan pembinaan umat islam secara langsung. Utamanya TPQ-Diniyah, TK Mentara Nusa, dalam hal ini suatu lembaga formal, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh umat muslim khususnya dan masyarakat secara keseluruhan. Sinergi dan potensi kelembagaan ini  secara terencana, terprogram dan berkelanjutan dapat membidik kondisi riil keumatan dan generasi kita yang ilmu-ilmiayah-amaliyah, berhadharah-bertsaqobah yang luhur, professional, integritas individu-sosial muslim yang berketakwaan. Karena itu eksistensinya perlu diperkuat, pengembangannya terus diupayakan, kualitasnya selalu ditingkatkan, dan monitoringnya dapat memberikan nilai tambah terhadap in put, out put, out come dalam konsepsi pendidikan Islam. Dalam dunia Pendidikan Islam penguatan potensi Pendidikan terletak pada kemampuan manajerial pimpinan kelembagaan Islam. Salah satu perhatikan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai berikut;
1.      Pendidikan dengan tugas-tugas sebagai berikut:
a.       Mengadakan prediksi tentang kemungkinan perubahan lingkungan seperti perkembangan ilmu dan teknologi, tuntutan hidup,  aspirasi masyarakat, dan sebagainya.
b.      Merencanakan dan melakukukan inovasi dalam Pendidikan.
c.       Menciptakan strategi dan kebijakan lembaga agar proses Pendidikan tidak mengalami hambatan.
d.      Mengadakan perencanaan dan menemukan sumber-sumber Pendidikan.
e.       Menyediakan dan mengkoordinasi fasilitas Pendidikan.
f.       Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan agar tidak terlanjur berbuat kesalahan.
2.      Menjadi pemimpin lembaga pendidikan:
a.       Memimpin suatu bawahan.
b.      Memotivasi agar bekerja dengan rajin dan giat.
c.       Meningkatkan kesejahteraan para bawahan.
d.      Mendisiplinkan para pendidik dan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
3.      Sebagai supervisor atau pengawas
a.       Mengawasi dan  menilai cara kerja dan hasil kerja pendidik dan pegawai.
b.      Memberi supervisi dalam meningkatkan cara bekerja.
c.       Mencari dan memberi peluang untuk meningkatkan profesi para pendidik.
d.      Mengadakan rapat-rapat untuk memperbaiki Pendidikan dan pengajaran.
4.      Sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif dengan tugas-tugas:
a.       Menempatkan personalia secara benar sesuai dengan keahlian dan keterampilannya.
b.      Membina antarhubungan personalia yang positif.
c.       Meningkatkan dan memperlancar komunikasi.
d.      Menyelesaikan konflik.
e.       Meningkatkan dan memelihara persatuan dan kesatuan personalia.
5.      Sebagai pencipta lingkungan bekerja dan belajar yang kondusif, dengan tugas-tugas:
a.       Menghimpun dan memanfaatkan informasi tentang sumber-sumber belajar.
b.      Memperkaya alat-alat belajar, alat-alat peraga, dan media Pendidikan.
c.       Memperkaya lingkungan seperti kebun, pohon pelindung, taman, dan sebagainya.
d.      Mengharmoniskan lingkungan lembaga dan ruangan kelas.
6.      Menjadi administrator lembaga Pendidikan dengan tugas menyelenggarakan kegiatan rutin yang dioperasikan oleh para personalia lembaga, seperti:
a.       Mengendalikan struktur organisasi.
b.      Melaksanakan administrasi substantif, yaitu administrasi:
1)      Kurikulum.
2)      Kesiswaan.
3)      Personalia.
4)      Keuangan.
5)      Sarana umum/lain-lain.
c.       Melakukan pengawasan terhadap efektivitas dan efisiensi kerja.
d.      Menilai efektivitas dan efisiensi kerja para personalia Pendidikan.
7.      Menjadi coordinator kerja sama lembaga Pendidikan dengan masyarakat:
a.       Berinisiatif membentuk suatu badan kerja sama.
b.      Mengadakan survey untuk menampung aspirasi masyarakat.
c.       Menghimpun dukungan masyarakat.
d.      Melaksanakan kerja sama dengan masyarakat.
e.       Membentuk paguyuban sekolah dan masyarakat bila dipandang perlu.
Pelaksanaan dakwah ini pun juga diupayakan dengan keberadaan para Ustadz-ustadznya dan para sesepuhnya dalam membentengi umat muslim dengan akidah dan hubungan keumatan dan kemasyarakatan secara simultan. Misalnya penulis sendiri, yang saat itu bertempat tinggal di Kampial merelakan diri untuk mengurus Masjid Al-Fattah dari saat berdirinya hingga eksisnya Masjid Al-Fattah tersebut dari tahun 1995 – 2003, dibantu oleh bapak Drs. H. Sholahudin. Para sesepuh, muslim-muslimah dan aktivis muda saat itu senantiasa memikirkan kondisi umat islam tidak hanya sebatas lingkup terdekatnya saja. Mereka all out duduk bersama untuk dapat merealisasikan mushola Al-Hidayah di Ungasan, masjid Agung Ibnu Batutah, Masjid Al-Fattah, dan Mushola Jabal Rahmah di Taman Giri, . Insya-Allah para sesepuh dan para aktivis muda muslim saat itu ikut membidani keberadaan tempat ibadah tersebut. Tentu karena eksistensi kepengurusan setempat yang selalu gerak secara total.
Pola dakwah semacam itu telah dimulai sejak zaman komunitas muslim di Baitul Amin yang ada di PT BTDC. Keberadaan komunitas muslim Baitul Amin, sebagai cikal bakal pengembangan kegiatan keagamaan Islam di wilayah Nusa Dua dan sekitarnya adalah merupakan wujud nyata eksistensi mereka sebagai muslim yang selalu mengekspresikan dirinya berguna untuk umat di tempat lainnya. Bersamaan dengan kemantapan integritas muslim di Nusadua dengan Baitul Amin-nya, Jabal Nur mulai menata diri, yaitu empat tahun sebelum Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah berdiri dengan megahnya pada tahun 1997.
Keberadaan Masjid Agung Ibnu Batutah sebagai pusat keagamaan induk di Nusadua dan Mushola Jabal Nur dipersepsikan sebagai terasnya masjid induk, karena itu keberadaan Jabal Nur menempati keunikan tersendiri dalam hal kegiatan dan pengoperasian dalam menjalankan aktivitas dakwahnya yang “beramanat” amar makruf nahi munkar. Untuk itu Mushola Jabal Nur diharapkan dapat memerankan diri sebagai tempat ibadah yang dapat memperpanjang sillah, mengurai tadbir,  tafkir, dan mendorong terbentuknya konsep-konsep, memperkokoh nilai-nilai, menanamkan falsafah-falsafah guna mencapai momentum hadharah (kebudayaan) dan tsaqofah (peradaban) Islam yang telah dicapai oleh Islam pada masa lalu. Islam yang Rahmatan Lil’alamin, dan baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Maksud kata Islam yang berkekuatan membangun kesejahteraan seluruh alam semesta dan mampu memerankan diri berkiprah membangun bangsa dan negara yang sejahtera, adil, dan makmur penuh ridha Allah SWT.
Mushola Jabal Nur, dengan keberadaan Masjid Agung Ibnu Batutah, ibarat beranda yang senantiasa berpapasan dengan yang hadir dengan dialog singkat untuk mencapai tujuan yang dicapai. Diperlukan pengayaan kata kunci yang cerdas dan professional, serta keputusan yang tepat, lagi terhormat bagi semuanya. Kecermatan semua itu akan dapat membawa implikasi berbagai kematangan dalam menjalankan putaran roda dakwah islamiyah yang benar-benar diharapkan oleh semua pihak, baik di lingkungan warga muslim maupun saudara kita yang non-muslim di lingkungan Nusadua dan sekitarnya.
Kedewasaan itu semua akan mewujudkan sinergi dan relasi yang kuat dalam rangka menumbuhkembangkan akar-akar keimanan, ketakwaan, dengan kokohnya kemasyarakatan umat dengan fondasi sillaturrahim menjadi taruhan keberhasilan semua kelembagaan ini dalam membangun masyarakat madani. Kondisi kelembagaan Islam di Nusadua dan sekitarnya telah berumur dua puluh tahun. Tentu kita sadari kondisi zaman dan model dakwah Islamiyah dua puluh tahun ke depan beda jauh dengan saat ini. Apalagi dibanding dua puluh tahun silam. Dakwah bilhal yang segar yang berorientasi teks dan  konteks, bahkan dakwah islam  berlabel model, agar senantiasa dapat menumbuhkembangkan kedalaman spiritual, akhlak, moralitas sebagai media sillah, dan profesionalitas aktuasi dakwah kiranya akan menjadi fungsi dakwah yang harus diwujudkan dalam kekinian dan pada masa yang akan datang. Keberhasilan mewujudkan itu implikasinya akan memberdayakan seluruh pola dakwah, baik dalam bidang penguatan fondasi Pendidikan islam, perekonomian, kemasyarakatan, lingkungan, keamanan, dan kedamaian terhadap umat muslim khususnya dan masyarakat umumnya di lingkungan Jabal Nur, Kampial dan Nusadua pada umumnya.
Kepekaan itu menjadi perhatian utama dalam pengembangan dakwah islam di Jabal Nur khususnya dan umumnya di lembaga-lembaga Islam dimaksud. Konsep ini menyangkut berbagai penguatan dan berfungsi sebagai benteng yang kokoh dalam kehidupan secara umum, dalam bidang dakwah sebagai berikut:
1.      Konsep individu, dakwah ini dapat memupuk sifat-sifat individu yang berprilaku atas dasar ilahiyah, sehingga selalu tertuntun pada jalan yang lurus di atas petunjuk-Nya.
2.      Pertumbuhan inidividu, dimaksud di sini umat kita tidak hanya berkemampuan untuk menyesuaikan diri secara pasif dengan lingkungan saja, tetapi diharapkan dapat secara aktif bergerak menuju pencapaian dan tujuan yang lebih tepat, sehingga dari waktu ke waktu dapat eksis dan berkemajuan yang berkelanjutan.
3.      Keseimbangan jasmani dan ruhani, pertautan keseimbangan jasmani dan rohani, dengan harapan kita dapat menjadi orang muslim yang kaffah. Berdaya di hadapan sesama manusia dan kemampuan berbhakti berdasarkan penilaian Ilahi.
4.      Pertautan individu dengan masyarakat, disadari bahwa masyarakat adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Tanpa masyarakat individu akan melemah dan tujuan hidup menjadi tidak terarah. Sosialisasi kita umat muslim di masyarakat hendaknya semakin dapat mengangkat pribadi-pribadi yang tangguh, berkualitas, professional, bertujuan yang jelas atas dasar iman, Islam dan ikhsan.
5.      Kreativitas individu perlu dikembangkan, karena dengan kreativitas manusia dapat melepaskan diri dari keterbatasan dan dapat menembus waktu berguna dan bermanfaat baik bagi dirinya, masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
6.      Peran intelek dan intuisi, dalam mengembangkan dakwah ini diharapkan selalu mengedepankan peran ilmu pengetahuan, intuisi yang sumbernya meliputi ayat-ayat qouliyqh, fi’liyah dan kauniyah. Dengan demikian akan senantiasa tertuntun dalam lingkaran buah kecerdasan yang aplikatif, dan kebaikan lintas batas yang dapat dirasakan oleh semua pihak.
7.      Dakwah kita membidik pembentukan watak, karakter, karena dengan identitas itu menjelma kekuatan untuk menjalankan berbagai kebaikan dan kekuatan yang tangguh, guna menghilangkan berbagai kelemahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan individu dan umat Islam untuk masa yang akan datang.
8.      Berani berinvestasi terhadap program untuk dua puluh tahun ke depan. Hal  ini menjadi pilar penguat perjalanan model dakwah islamiyah yang sedang kita jalankan saat ini, baik yang bersifat kompetensi individual maupun social keagamaan agar selalu berhasil menghadapi problematika zaman secara solutif, dan inovatif.
 Dalam perkembangannya Mushola Jabal Nur, setiap pergantian kepengurusan nampak terjadi berbagai pembenahan, misalnya, teras, sayap kanan, sayap kiri, TK Mentari Nusa, betapa pun renovasi itu tidak total, namun kian mempercantik kondisi riil lingkungan Mushola Jabal Nur. Hal ini menunjukkan adanya dinamika pada setiap kepengurusan, baik secara fisik maupun pembenahan non fisik. Kerjasama yang baik antara sesepuh dan pinisepuh dengan aktivis pegiat kegiatan, jamaah, masyarakat, lingkungan, dan pemerintah yang dilakukan secara koordinatif, informatif, serta inisiasif, merupakan modal yang sangat besar dalam rangka pengelolaan dan pola pengembangan Mushola Jabal Nur dan Yayasan lainnya.
Kepengurusan selanjutnya dipegang oleh  H. Imam Muhayat, Wakil Ketua Bapak Sartono dan Sekretaris, Bapak Bambang Setyarno, Edy Surya . Bendahara dipegang oleh Bapak Drs. H. Sholahuddin. Dengan Penasehat: Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto, Bapak Dwi Sutoyo, dan Bapak Sartono. Pergantian itu terjadi pada tanggal 10 Oktober 2004 hingga saat ini. Pada kepengurusan ini mendapat amanah mengadakan renovasi  total bangunan Mushola Jabal Nur. Tidak pernah kami lupakan pertama motivasi besar dari keluarga H. Farhan, Galih Fauzan. Disusul motivasi Keluarga Besar Masjid Agung Ibnu Batutah, H. Qomari, H. Husnan Hilmi, H. Abdul Malik, dan mohon maaf tidak dapat disebutkan satu persatu. Semuanya bersama empati dengan renovasi yang saat itu dikomandani oleh H. Susiono, dengan prakarsa operasional dipegang oleh H. Imam Muhayat, dkk.
Adapun seksi-seksi dalam kepengurusan tersebut sebagai berikut:
1.      Seksi Dakwah/Ibadah: H. Kemas Ali Hanafiah, Subiyanto, Nasikhin,  Bapak H. Slamet, H. Mujib.
2.      Seksi Pendidikan: Drs. H. Susilo, Nawawi, Ibu Susiono.
3.      Seksi RKI: Bapak Nur Cahyo, Bapak Zaenuddin. Bapak Juwari.
4.      Muslimah: Hj. Affandi, Hj. Susiono, Hj. Budi Pranowo.
5.      Seksi Remaja/Kesenian:  Nurul Hadi, Marjadi,  Didik, Ali Mahfud, Ibu Zaenuddin.
6.      Seksi Usaha-Sarana Prasarana: H. Qomari, Nanang, Suyamto, Galih Fauzan, H. Maeson. Bapak Syaefudin Z, Bapak Sigit, Bapak Antok.
7.      Si Humas: Bapak Sunarto. H. Moh Ma’ruf, Muhlisin. Bapak Misdar.
Dari data historis yang dapat di kumpulkan dan kondisi obyektif yang ada di Mushola Jabal Nur, dan lainnya hampir mendekati empat windu ini, maka dapat disimpulkan banyak hal yang  perlu dibenahi  dalam system pemprograman, pengelolaan, dan system menajerial yang baku sebagai acuan untuk melangkah yang lebih tepat dalam pengelolaan Mushola Jabal Nur dan lainnya. Diantaranya adalah mengenai update Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani, profil yang otentik tentang keberadaan Yayasan Roudhatul Ilmil Qur’ani, system penerapan kebijakan yang harus tertata rapi, sistim inventarisasi asset yang ada pada Yayasan, Mushola dan Unit-unit lainnya. Dan kemudian dapat dibukukan secara rapi dalam bentuk buku sehingga dapat menjadi pegangan, acuan, dan lebih penting sebagai media sosialisasi keberadaan Yayasan dan Mushola Jabal Nur  yang dapat diketahui dan dikaji sebagai media penyebaran ilmu dan amaliyah. Tentu validasi keberadaan Jabal Nur, dan yayasan lainnya sangat prospektif untuk perjalanan ke depannya. Karena itu, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

B.     Fokus Penelitian
Yayasan adalah merupakan organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu keberadaan yayasan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat di mana yayasan itu berada. Keberadaan organisasi ini sangat dibutuhkan dalam mengemban tugas mengarahkan masyarakat dan generasi penerus ke arah tindakan yang bersifat religius, positif, edukatif, dan produktif serta senantiasa berada dalam kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai agama Islam di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kenyataan yang sering terjadi pada organisasi yang berafiliasi dengan keagamaan menyangkut eksistensinya, banyak yayasan belum menunjukkan visi dan misi serta tujuan dalam perannya yang potensial bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, baik mental spiritual maupun material  konseptual dalam proses pembangunan. Sehingga eksistensi organisasi yayasan belum mendapatkan posisi yang optimal dalam kedudukannya sebagai wadah pengembangan keumatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses pembangunan nasional.
Karena itu, yayasan Roudhatul Itlmil Qur’ani dan di Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah Nusadua, dan yayasan Masjid Al-Fattah, Bali, dapat diarahkan secara langsung dalam pengembangan dakwah di seputaran Kecamatan Kuta Selatan. Diharapkan dapat menjadi teladan dan payung pengarahan dalam pengembangan nilai-nilai keagamaan Islam yang dimanage dengan baik dan hasilnya dapat dirasakan oleh semuanya.
Keberhasilan yayasan tidak hanya mampu merealisasikan segenap fungsinya sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya dengan lebih menekankan pada kreativitas anggotanya sehingga mampu menumbuhkan berbagai macam prestasi. Dari kenyataan yang dihadapi oleh yayasan ini, maka akan dirumuskan fokus penelitian ini yang disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apakah manajemen aplikatif sudah terlaksana pada yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah tempat penelitian dilakukan?
2.      Sudah fungsionalkah peranan pengurus yayasan selaku motor penggerak untuk kelancaran aktivitas-aktivitas yayasan tempat penelitian dilakukan?
3.      Bagaimana peranan pemerintah di dalam membina maupun mengarahkan yayasan tempat penelitian dilakukan?

C.     Tujuan Penelitian
Penelitian adalah suatu  upaya untuk mengungkapkan realita empirik melalui fenomena-fenomena yang terjadi di tengah-tengah kehidupan. Menurut Mukayat D. Brotowijoyo (1991: 2), bahwa penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi fenomena problematik. Penelitian adalah way of thinking, cara berfikir,  dan pelaksanaannya memerlukan Flow of Thought, alur berfikir yang logis mantik, alur berpikir yang logis mantik itu mutlak bagi seorang ilmuan, alur berpikir mantik itu disebut berfikir secara ilmiah, sehingga ucapan dan tulisannya jelas benang merahnya. Sedangkan Sofian Effendi (1987: 13) mengatakan, “bahwa tujuan pokok penelitian sosial adalah upaya menerangkan fenomena sosial dalam usahanya memahami fenomena dengan cara menghubungkan fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.” Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut maka penelitian ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui faktor-faktor indikatif manajemen yang dapat memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan tempat penelitian dilakukan.
2.      Menjawab permasalahan yang dihadapi pengurus yayasan yang dijadikan perbandingan dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan landasan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi yayasan secara keseluruhan.
3.      Mendapatkan informasi yang signifikan peranan pemerintah dalam yayasan ini dan implikasi riil dalam pembangunan nasional.
4.      Untuk keperluan Imam Muhayat untuk diskusi akademik Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam di UIN Malang.

D.    Kajian Pustaka
Esensi manusia sebagai makhluk sosial, ialah kecenderungannya untuk tidak dapat melepaskan diri dari individu yang lainnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai macam kebutuhan yang perlu dipenuhi. Untuk dapat memenuhi  berbagai macam kebutuhan tersebut maka ia tidak dapat memenuhinya sendiri-sendiri. Karena itu memerlukan orang lain di dalam pemenuhan kebutuhannya dengan upaya-upaya penggalangan kerjasama.
Kerjasama yang dilakukan tersebut tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan, tetapi hal ini terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan zaman dan peradaban, kemudian kerjasama yang dilakukan menjadi lebih luas dan kompleks sehingga membentuk kesatuan dan akhirnya menjadi kelompok-kelompok atau yang dikenal dengan organisasi.
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tidaklah bisa lepas dari keterkaitan dengan organisasi secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga tidak heran hampir setiap orang melebur diri masuk menjadi anggota ke dalam kelompok atau organisasi. Ikut sertanya seseorang ke dalam suatu organisasi sudah tentu didorong oleh maksud atau tujuan yang ingin diperoleh, baik itu tujuan yang bersifat material maupun spiritual. Herbert G. Hicks dalam Sutarto (1977: 9) mengemukakan: “Seseorang bergabung atau tinggal sebagai anggota kelompok karena mengharapkan bahwa kelompok akan membantu beberapa fungsi atau tujuannya”:
1.      Kelompok atau organisasi sering dipakai untuk memecahkan masalah ekonomi, militer, dan masalah-masalah lainnya.
2.      Orang mungkin juga masuk kelompok karena kebutuhan-kebutuhannya diterima dan mencegah kesepian dan kebutuhan keagamaan, famili dan kelompok-kelompok lain sering membantu kebutuhan ini.
3.      Demikian pula kelompok dapat memberikan bantuan pada waktu orang mendapat atau menjumpai kesulitan atau kesusahan.
4.      Kelompok dapat memberikan tujuan dan nilai hidup yang lebih bernilai, norma, prilaku, dan kesetiaan kelompok.
5.      Kelompok sosial, kerja dan bermacam-macam kelompok lainnya memberikan prestige, status, dan pengakuan.
6.      Kelompok dengan kehidupan mereka, memberikan kesempatan orang untuk memuaskan kebutuhannya dengan berbagai cara.
7.      Perasaan keamanan seseorang sering dimanfaatkan dari kelompok jika mereka mengurangi kecemasan orang dengan memberi dukungan dan perasaan diikutsertakan.
8.      Kadang-kadang kelompok membantu memberikan terapi tatkala memecahkan masalah-masalah pribadi.
Dengan demikian, jika seseorang telah bergabung ke dalam organisasi, maka secara tidak langsung anggota-anggota yang lain membantunya dalam rangka pencapaian tujuan sehingga terjadi suatu interaksi saling timbal balik. Melalui interaksi timbal balik ini pula akan tercipta suatu kerja sama di kalangan anggota-anggota tersebut yang kemudian kita kenal dengan organisasi.  Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Victor A Thompson dalam Miftah Thoha (1984, 123):
“An Organization is a highly rationalized an impersonal integration of large number of specialist cooperating to achieve some announced specific objective.”
“suatu organisasi adalah suatu integrasi dari spesialis-spesialis yang bekerja sama sangat rasional dan impersonal untuk mencapai beberapa tujuan khusus yang telah disepakapi sebelumnya.”
Selanjutnya James D. Mooney (1947) dalam Sutarto (1991: 22) merumuskan pengertian organisasi:
“organization is the form every human association for the attainment of the common purpose” (organisi adalah setiap bentuk perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.)
Jadi terbentuknya organisasi didasari atas terjadinya kerjasama,  serta adanya tujuan yang ingin dicapai dan tentunya kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh anggota-anggota tersebut merupakan kerjasama yang teratur terpolakan, serta terkoordinasikan seperti yang dikatakan oleh Chester Barnard (1982: 123). “an organization is a system of consciously coodinated personal activities or forces of two or more persons.” (suatu organisasi adalah suatu sistim dari aktivitas-aktivitas orang yang terkordinasikan secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih).
Dari ketig pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapatnya perspektif yang berbeda dalam melihat organisasi. Thompson merumuskan organisasi dengan menekankan pada tingkat rasionalitas dalam usaha kerjasama tersebut. Sedangkan Bernard menentukan sistim kerjasama yang terkordinasikan secara sadar. Banyal lagi rumusan tentang organisasi, dari sekian banyak definisi, kalau disimak lebih teliti maka letak perbedaan maupun persamaannya terletak pada masing-masing perspektif yang merumuskannya.  pada intinya adalah organisasi adalah merupakan suatu sistim kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu di dalam organisasi, terkandung tiga unsur pokok yaitu: Himpunan orang, adanya kerjasama, pencapaian tujun bersama (Soekarno, 1983: 77).
Ketiga pokok  tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terkait sebagai suatu bulatan, sehingga dalam pengertian organisasi digunakan suatu sistim yang mengandung arti kebulatan dari berbagai faktor yang terkait oleh berbagai asas tertentu, hal ini ditegaskan oleh Soetarto (1982: 36) sebagai berikut:
“Organisasi adalah sistim saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan”.
             Dengan demikian terbentuknya organisasi didasari adanya tujuan yang ingin dicapai dan tujuan tersebut akan dapat tercapai bila dilakukan melalui hubungan kerjasama diantara orang-orang yang ada dalam organisasi. Bila tujuan yang menjadi sasaran organisasi itu tercapai maka dapat dikatakan bahwa  organisasi itu berhasil attiau efektif. Efektivitas organisasi dapat diukur dari tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya (Etzioni: 1982, 123.) sedangkan Steers 1985: 205 mengungkapkan bahwa: efektivitas organisasi mencapai tujuan operasi dan tujuan operasional, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Kemudian Bernard dalam Etzioni (1982: 12) bahwa yang dimaksud dengan efektivitas kerja sama adalah dicapainya sasaran atau tindakan kerjasama yang dialami.
             Dari ketiga pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa suatu kerjasama atau organisasi dapat dikatakan efektif atau berhasil apabila dapat mencapai sasaran dan tujuan dari adanya kerjasama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Wibawa (1992: 24):
“efektiktivitas itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari sudut sejauh mana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.”
             Jadi organisasi itu dikatakan berhasil bila mampu mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara maksimal. Seperti halnya Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dengan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah seharusnya mampu mengolah dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada selama ini. Hal ini sesuai fungsi kedua Yayasan tersebut di atas yaitu:
1.      Menanamkan pengertian, meningkatkan kesadaran, dan selalu dapat menumbuhkan kualitas jamaah,baik dari segi intrinksik dan ekstrinksiknya.
2.      Memupuk kreativitas generasi muda dan mendidik mereka untuk dapat mengemban tanggung jawab sosial, kemasyarakatan, serta membina usaha-usaha kesejahteraan sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, ekonomis produkatif, dan kegiatan praktis lainnya sesuai dengan lingkungan.
3.      Melaksanakan usaha-usaha pencegahan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba serta aktif dalam kegiatan pembauran bangsa di kalangan generasi muda.
4.      Memelihara dan memupuk kebersamaan dan kesetiakawanan sosial serta mengambangkan dan mewujudkan harapan serta cita-cita generasi muda (Depsos RI, 2010).
Jika hal ini dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dengan Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dengan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah maka fungsi-fungsi yayasan  dapat terealisasi dengan baik. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kedua yayasan tersebut  adalah merupakan yayasan yang berhasil dan efektif.
Bertitik tolak dari beberapa argumentasi di atas, maka dalam studi ini tingkat pencapaian tujuan yayasan dapat dilihat dari:
1.      Tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan.
2.      Tingkat keberhasilan memperoleh sumber daya.
Keberhasilan atau efektivitas suatu organisasi tidak dapat dicapai dengan begitu saja, tetapi sangat ditentukan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi itu sebagaimana yang dikemukakan oleh Moenir (1985: 57) sebagai berikut:
“Tidak disangsikan lagi bahwa peranan manusia dalam organisasi sangat menentukan oleh karena itu hidup matinya organisasi semata-mata tergantung pada manusia.”
Apa yang diungkapkan oleh Moenir menjadikan semakin dapat diketahui bahwa maju mundurya atau perkembangan organisasi sangat ditentukan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Demikian halnya dengan kedua Yayasan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu organisasi dan mempunyai tujuan serta sasaran, dalam pencapaian tujuan serta sasaran sangat ditentukan oleh anggota-anggota yang ada pada  organisasi tersebut.
Organisasi tidak akan berjalan jika anggotanya orang yang  tidak melakukan aktivitas, hal ini telah ditegaskan  oleh Miftah Thoha (1983: 33). Yaitu:
“Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, karena merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi”.
Dengan mengacu pada pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa peranan manusia yang ada di dalam suatu organisasi merupakan dimensi yang potensial bagi kelancaran aktivitas organisasi. Segala kegiatan atau aktivitas organisasi tidak akan tercapai bila tidak ada orang yang melakukannya. Seperti halnya organisasi dalam Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah sangat ditentukan keberhasilannya pula oleh orang-orang yang ada di dalamnya, orang yang dimaksud tersebut adalah pengurus kedua Yayasan tersebut dan anggota tetap maupun tidak tetap dalam komunitas yang ada di suatu yayasan.
Segala aktivitas yang mengarahkan pada pencapaian tujuan organisasi tidak dapat terlaksana dengan baik jika orang yang melakukan  aktivitas tersebut tidak memiliki potensi, kemampuan, kesanggupan tersebut merupakan faktor yang sangat penting bagi seseorang di dalam melaksanakan tugas, pekerjaannya. Demikian halnya dengan pengurus Yayasan yang memiliki fungsi sebagai motor penggerak yayasan maka orang-orang yang duduk di kepengurusan organisasi tentunya harus memiliki kemampuan manajerial yang memadahi, agar organisasi ini dapat berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Disamping itu partisipasi partisipasi anggota juga sangat menentukan keberhasilan organisasi ini. Segala aktivitas dan program yang dilaksanakan tidak akan dapat terealisasikan dengan baik bila para anggota tidak mau turut berpartisipasi, bahkan partisipasi anggota turut menentukan keberhasilan yayasan dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti yang ditegaskan oleh Sunardi (1988: 5), bahwa ada beberapa faktor organisasional yang memengaruhi keberhasilan organisasi yayaidusan dalam menjalankan segenap fungsinya yakni:
“Sebagai organisasi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yayasan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik yang berasal dari dalam yayasan itu sendiri, yakni ketertiban organisasi, kemampuan kepemimpinan pengurusnya, aktivitas dan partisipasi segenap anggotanya maupun faktor-faktor dari luar organisasi antara lain berbagai dukungan baik dari pemerintah, maupun masyarakat setempat dengan para tokoh-tokohnya serta organisasi sisial lainnya yang berada dalam lingkungan tempat beroperasinya yayasan tersebut.”
Sedangkan Abdul dan Untung ( 1988: 5) mengemukakan sebagai berikut:
“berbicara mengenai keberhasilan yayasan dalam mengemban fungsinya, terdapat dua kelompok variabel ang memengaruhinya yakni kondisi organisasi, menyangkut personalia kepengurusan, manajemen, sarana dan prasarana penunjang organisasi, berbagai bentuk dukungan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat, partisipasi anggota, potensi alam, manusia maupun sosial yang memungkinkan untuk digali dimanfaatkan dan dikembangkan bagi segenap kegiatan yayasan baik yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif maupun ekonomis produktif.”
Dari kedua pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa faktor yang sangat potensial memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan adalah faktor-faktor kualitas  manajerial pengurus karang taruna, partisipasi anggota serta dukungan pemerintah.hal ini ditegaskan oleh pendapat Sri Harmini (1988): Agar yayasan berhasil berfungsi:
1.      Pengurus yang bermental pengabdi dan berdedikasi tinggi, berpengatahuan luas dan mempunyai kemampuan yang memadahi terutama dalam berorganisasi.
2.      Anggota yang berperan serta secara aktif.
3.      Dukungan dari pemerintah atau dari masyarakat setempat yang diwujudkan melalui motivasi bantuan atau berbagai kemudahan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas adalah  beralasan mengatakan bahwa keberhasilan yayasan dipengaruhi oleh faktor-faktor kualitas manajerial pengurus yayasan, partisipasi anggota dan dukungan dari pemerintah. Sedangkan faktor-faktor yang lain seperti kondisi organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam adalah merupakan faktor pendukung. Berikut akan dijelaskan mengapa faktor-faktor tersebut dikatakan sebagai faktor pendukung bagi keberhasilan  yayasan:
Faktor ketertiban organisasi adalah merupakan suatu keadaan yang menyangkut kelancaran aktivitas organisasi. Organisasi dapat dikatakan tertib bila aktivitas yang dilakukan berjalan secara teratur sesuai dengan ketentuan atau kebijaksanaan organisasi yang telah ditentukan. Ketertiban dapat terganggu bila di dalam organisasi tersebut sering terjadi konflik baik konflik itu antar pengurus, konflik antar pengurus dengan bawahan, karena itu kemampuan pengurus dan partisipasi anggota sangat penting di dalam menjaga ketertiban organisasi. Artinya, bila pengurus organisasi memiliki kemampuan untuk mengelola konflik tersebut ke arah pencapaian tujuan maka konflik tersebut tidak akan mengganggu kelancaran aktivitas organisasi dan partisipasi anggota dapat dimanfaatkan bahkan dengan kecermatan, kepiawaian, dan ketrampilan pemimpin dapat dengan baik mengendalikan konflik. Jadi jelaslah bahwa ketertiban organisasi dapat tercapai apabila pengurus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan terciptanya ketertiban organisasi:
Faktor Sarama dam Prasarana
Hal ini merupakan penunjang bagi kelancaran aktivitas suatu organisasi, segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi bila tidak ditunjang oleh peralatan yang memadahi maka otomatis aktivitas yang dilakukan oleh organisasi tidak berjalan dengan lancar. Tetapi hal ini bukanlah merupakan hambatan yang berarti bagi keberhasilan organisasi yayasan karena jika kepengurusan mempunyai kemampuan dan didukung oleh partisipasi anggota serta adanya dukungan dari pihak pemerintah maupun masyarakat di mana organisasi itu berada maka sarana dan prasarana yang kurang dapat diupayakan keberadaannya.
Faktor Potensi Alam
Faktor ini adalah merupakan sutu aset yang dapat membantu keberhasilan organisasi, segala jenis usaha atau pun aktivitas organisasi tidak bisa berjalan lancar bila potensi alam yang dimiliki tidak mendukung, bahkan potensi alam bisa menjadikan suatu hambatan bagi kelancaran segala aktivitas organisasi.
Namun kenyaaannya bila potensi alam di mana organisasi itu berada memadahi tetapi tidak didukung oleh kemampuan pengurus dan partisipasi anggota di dalam memanfaatkan potensi tersebut maka potensi itu tidak dapat dimanfaatkan bagi segenap aktivitas organisasi.
Jadi jelaslah bahwa faktor-faktor: ketertiban organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan organisasi yayasan. Sedangkan faktor-faktor yang sangat dominan bagi keberhasilan suatu organisasi  yayasan adalah: kualitas manajerial pengurus yayasan, partisipasi anggota dan dukungan dari pemerintah atau masyarakat. Berikut akan dijelaskan mengapa faktor-faktor tersebut sangat dominan bagi keberhasilan yayasan.
1.      Kualitas Manajerial Pengurus
Suatu organisasi yang baik adalah organisasi yang mempunyai struktur kepengurusan, sehingga dalam pelaksanaan aktivitasnya mempunyai fungsi-fungsi tugas yang jelas. Karena pengurus adalah motor penggerak bagi kelancaran aktivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
                        Fungsi pengurus sebagai motor penggerak kelancaran aktivitas organisasi maka pengurus-pengurus  tersebut harus mempunyai kemampuan yang memadahi agar mereka mampu menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, karena bergerak tidaknya organisasi ke arah pencapaian tujuan yang telah  ditentukan sangat tergantung atas kemampuan  manusia yang ada dalam organisasi yang bersangkutan untuk menggerakkan ke arah yang telah ditetapkan (Siagian: 1976, 20), kemampuan menurut Prajudi Atmosudirdjo (1973: 124) adalah merupakan  kekuatan mental, kekuatan untuk memenuhi kebutuhan dari pada situasi atau kondisi. Kemudian Hayel (1985: 102) berpendapat bahwa kemampuan menunjukkan untuk melakukan pekerjaan.                 Dari kedua pendapat di atas dapat diketahui bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk  perbuatan atau pekerjaan. Senada dengan hal ini Nayono (1978: 19) lebih tegas dalam hubungannya organisasi adalah berpendapat bahwa, “Kemampuan adalah tersedianya modal, kecakapan, ketangkasan, keterampilan atau modal lain yang menjadikan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasi.”
                        Jadi kemampuan merupakan potensi untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan organisasi. pengurus yayasan adalah mereka yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi-fungsi organisasi yang berkedudukan sebagai motor penggerak yayasan atau sebagai pemimpin yang mengkoordinasikan, memberikan dorongan, mengarahkan anggota ke arah pencapaian tujuan organisasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dalton Mc. Farland dalam Handayaningrat (1981: 64) yaitu: Leadership as the process by which an executive imaginatively direct, guides, or influences the work of others, in choosing and attaining particular ends.” (Kepemimpinan sebagai suatu proses di mana pemimpin digambarkan akan memberikan perintah, pengarahan, bimbingan atau memengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan).
                        Dengan demikian peranan pemimpin sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian tujuan, hal ini disebabkan seorang pemimpin harus mampu memengaruhi dan sekaligus mendorong bawahannya untuk melaksanakan usaha dalam rangka mencapai tujuan. Disamping itu seorang pemimpin sangat penting bagi pengarahan dan pendorong bagi aktivitas-aktivitas anggota, maka pemimpin itu mempunyai fungsi dan kecakapan seperti yang dikemukaan oleh Handayaningrat (1981: 85), bahwa fungsi  dan kecakapan pemimpin dapat diuraikan antara lain sebagai berikut:
a.       Mengetahui bidang tugasnya.
b.      Peka atau tanggap terhadap keadaan lingkungan.
c.       Melaksanakan hubungan antar manusia, Human relation dengan baik.
d.      Mampu melakukan hubungan kerja, komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar.
e.       Mampu melakukan koordinasi.
f.       Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat.
g.      Mampu mengadakan hubungan masyarakat.
Mengetahui bidang tugasnya,  pemimpin harus mengetahui bidang tugas masing-masing, misalnya pemimpin tingkat atas harus mengetahui kebijaksanaan yang telah digariskan dalam pencapaian tujuan organisasi, conceptual skill. Sedangkan pemimpin tingkat bawah yang diperlukan adalah teknik pelaksanaan pekerjaan, technical skill.
Peka dan tanggap terhadap keadaan lingkungan. Pemimpin harus peka dan tanggap terhadap situasi, kondisi setempat misalnya keadaan anggotanya, peralatan dan prasarana, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat, serta masalah-masalah yang dihadapi.
Melakukan hubungan antar manusia yang baik, sebagaimana diketahui bahwa unsur manusia adalah yanng  menentukan berhasilnya pencapaian tujuan organisasi. oleh karena itu perlu dibina hubungan antar manusia yang sebaik-baiknya, sehingga merupakan suatu tim yang dapat bekerja sama dengan penuh kesadaran diantara mereka tanpa paksaan apa pun.
Mampu mengadakan hubungan kerja, komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar. Oleh karena setiap pekerjaan tidak mungkin dilaksanakan sendiri-sendiri tanpa kerjasama dengan orang-orang atau unit-unit yang lain, maka diperlukan hubungan kerja, baik di dalam organisasi maupun di luar organisasinya. Hal ini diperlukan kemampuan pimpinan untuk mengadakan pendekatan baik yang bersifat interdisipliner, multifungsi maupun yang bersifat lintas sektoral.
Mampu melakukan koordinasi di dalam suatu organisasi yang kompak, di mana banyak terdapat pengkhususan dari berbagai kegiatan pekerjaan, maka diperlukan pimpinan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan agar tercapai adanya kesatuan usaha atau tindakan dalam mencapai tujun organisasi.
Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Segala macam masalah yang dihadapi oleh organisasi perlu diselesaikan secara cepat dan tepat, bila tidak ada keputusan berarti akan menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi itu. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat agar tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi.
Mampu mengadakan hubungan masyarakat, public relation. Seorang pimpinan harus mampu memberikan informasi dan meyakinkan masyarakat di luar organisasinya. Sehingga apabila organisasi melakukan kegiatan akan mudah mendapat dukungan atau bantuan dari masyarakat.
Ketujuh fungsi kepemimpinan tersebut merupakan hal yang potensial bagi keberhasilan organisasi, seperti halnya dengan yayasan dimaksud, maka peranan pengurus selaku motor penggerak sangatlah penting, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad Sudiyar dan Achmadi Jayaputra (1984): bahwasanya sebagai motor penggerak organisasi yayasan, maka pengurus yayasan harus memenuhi beberapa kriteria dalam rangka mengarahkan dan menggerakkan segenap anggota yayasan terutama melalui koordinasi serta motivasi demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yaitu:
a.       Aktif dalam setiap kegiatan organisasi.
b.      Mempunyai kemampuan bekerja sama.
c.       Mempunyai kemampuan koordinasi dan motivasi.
d.      Tidak lamban.
e.       Menguasai pendekatan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian pengurus yayasan sebagai penggerak yayasan haruslah memiliki kualitas manajerial yang baik, sehingga mampu merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan dalam fungsi-fungsinya merencanakan, mengorganisasi, mengatur, dan mengendalikan segenap kegiatan yayasan dalam mencapai tujuannya.
Dari beberapa argumentasi yang telah dikemukakan kiranya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa faktor kualitas manajerial pengurus memengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan yayasan, karena kualitas manajerial pengurus adalah merupakan indikasi dari kemampuan yang dimiliki pengurus dalam melaksanakan segenap fungsinya sebagai motor penggerak organisasi, semakin baik kualitas manajerial maka tingkat pencapaian tujuan atau kegiatan semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam studi ini, kualitas manajerial pengurus yayasan akan diukur dari: a. Dimensi proses pengambilan keputusan dalam penentuan kegiatan yayasan tersebut. b. Intensitas koordinasi kegiatan yang dilaksanakan. c. Intensitas pemotivasian dan pengarahan anggota dalam setiap pelaksanaan kegiatan yayasan. d. Daya tanggap pengurus terhadap lingkungan di mana yayasan berada. Intensitas hubungan antar manusia.
2.      Partisipasi Anggota
Suatu organisasi yang memiliki aktivitas-aktivitas tentuya tidak akan mencapai sasaran atau tujuannya, jika aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus tidak akan berhasil bila tidak dapat ditopang oleh segenap anggota organisasi tersebut. Jadi kegiatan-kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sangat ditentukan oleh adanya partisipasi anggota.
Partisipasi adalah merupakan sikap untuk ikut serta merencanakan, malaksanakan dan mengawasi suatu aktivitas (dalam Wibawa, 1992: 57). Partisipasi anggota adalah sikap yang diambil oleh anggota untuk ikut menunjang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi, bahkan partisipasi merupakan keikutsertaan anggota dalam setiap pelaksanaan pengawasan, dalam menguasai alat dan memelihara alat, karena itu partisipasi adalah merupakan keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam suatu situasi kelompok sehingga seseorang terdorong untuk membantu merealisasikan tujuan-tujuan kelompok dan mau menerima tanggung jawabnya (Ibid.,1992: 57).
Dari data tersebut jelaslah bahwa partisipasi lebih merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri individu atau anggota untuk merasa bertanggung jawab atas kelancaran atau keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi.
Partisipasi adalah sikap positif yang ditimbulkan anggota suatu organisasi terhadap kegiatan organisasi di mana ia bergabung. Karena partisipasi merupakan sikap terhadap kegiatan atau di  organisasi, maka partisipasi dapat juga dilihat dari keterikatan anggota terhadap organisasi. artinya semakin terikat seseorang terhadap organisasi, maka ia akan cenderung untuk mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut sebagaimana yang dikatakan Steers (1985: 136): keterikatan, komitmen adalah merupakan peristiwa di mana individu sangat tertarik pada (mempunyai keikatan terhadap) tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi. keikatan lebih hanya sekadar keanggotaan, keikatan meliputi sikap yang menyenangkan dan adanya kesediaan seseorang untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi memperlancar tujuan dan keterikatan  tinggi akan menyumbang banyak bagi pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya Porter dan Smith ( 1970) dalam Steers (1985: 142) mendefinisikan keikatan terhadap organisasi sebagai: “Sifat hubungan-hubungan seseorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang yang mempunyai keikatan yang tinggi akan memperlihatkan:
a.       Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.
b.      Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.
c.       Kepercayaan akan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Dari kedua pendapat tersebut semakin dapat dicermati bahwa semakin terikatnya seseorang terhadap suatu organisasi adalah merupakan indikasi adanya keinginan seseorang untuk berpartisipasi terhadap kegiatan organisasi, agar organisasi itu mencapai sasaran atau tujuannya.
Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi keikatan seseorang terhadap organisasi menurut Steers (1985: 143) adalah:
a.       Ciri pribadi seseorang termasuk masa jabatannya, seperti kebutuhan untuk berprestasi.
b.      Ciri pekerjaannya seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan seorganisasi.
c.       Pengalaman kerja seperti keterandalan organisasi yang terlihat di masa lampau dan cara mereka memperbincangkan dan mengutarakan perasaan mereka mengenai organisasi.
Dengan uraian ini jelaslah bahwa keterikatan seseorang  pada organisasi akan menunjukkan pada tingkatan partisipasi yang diberikan seseorang pada organisasi sebagaimana yang ditegaskan oleh March dan Simon (1988) dalam Steers (1985: 145) bahwa: “Seseorang yng benar-benar menunjukkan keikatan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka partisipasi anggota yayasan akan diukur dari:
a.       Dukungan anggota terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan.
b.      Keikutsertaan anggota untuk mengawasi dan memelihara  peralatan yang dimiliki organisasi.
Dan keterikatan anggota terhadap organisasi akan diukur dari:
a.       Keinginan anggota untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi.
b.      Kepercayaan anggota dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
c.       Keinginan anggota untuk lebih berprestasi.
d.      Keinginan anggota untuk berinteraksi.
e.       Sikap dan pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi.

3.      Dukungan Pemerintah
Agar organisasi yayasan dapat dan terus melaksanakan aktivitasnya maka yayasan sebagai wadah untuk memberdayakan umat dapat mengembangkan kreativitas dan partisipasinya, maka organisasi ini harus mendapat dukungan dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Dukungan yang diberikan pemerintah adalah merupakan faktor penentu bagi kelancaran  aktivitas yang dilakukan yayasan. Hal ini sesuai dengan fungsi yayasan kelembagaan pengembangan umat bersama-sama dengan pemerintah membina dan mengarahkan masyarakat dan generasi mudanya ke arah kegiatan yang positif dan yang lebih produktif.
Dukungan yang sifatnya menunjang akan membantu pelaksanaan operasi program dan kegiatan yayasan dimanifestasikan melalui berbagai bentuk bantuan, baik berupa pengarahan, stimulasi dana maupun fasilitas lainnya. Dan dukungan tersebut tidak seluruhnya berupa dana atau uang tetapi dapat juga berupa peralatan, peminjaman fasilitas sarana perkantoran, peminjaman tanah, dan bentuk legalisasi, informasi, penggerakan dan pengerahan masa serta berbagai fasilitas lainnya yang diharapkan mampu menunjang kelancaran pelaksanaan segenap program yang telah direncanakan (Sri Setiti: 1984).
Dukungan yang diberikan pemerintah kepada yayasan akan lebih bermanfaat jika memenuhi kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan bagi keberhasilan yayasan, karena kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan pemerintah akan membantu   pencapaian maupun pelaksanaan kegiatan yayasan. Oleh karena itu, untuk melihat dan menilai aktivitas yayasan dapat dilihat dari dimensi kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan pemerintah, sebagaimana yang dikemukakan  oleh Sunardi (1984) bahwa kuantitas, kualitas dan manfaat dukungan merupakan aspek utama yang harus dikaji lebih seksama dalam rangka upaya penelaahan terhadap tingkatan dukungan pemerintah kepada segenap kegiatan yayasan. hal ini tidak jauh berada dengan pendapat Abdul Untung  (1984) yaitu: “dukungan pemerintah kepada yayasan dapat dikupas dari segi kuantitas, kualitas serta kesesuaiannya dengan segenap kebutuhan dari yayasan yang bersangkutan dalam menjalankan segenap fungsinya.”
Lebih jauh ditekankan bahwa banyaknya jumlah dukungan pemerintah yang pernah diterima dan jumlah instansi pemerintah yang pernah mendukung suatu yayasan merupakan komponen utama dalam rangka mengkaji kuantitas dukungan pemerintah kepada yayasan. sedangkan jenis-jenis dukungan pemerintah yang pernah diterima yayasan, juga merupakan komponen yang perlu dibahas lebih jauh, dalam rangka penelaahan. Terhadap kualitas dukungan pemerintah kepada karang taruna (Sunardi, 1984).
Atas dasar berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan, bagi pencapaian tujuannya dan di dalam penelitian ini dukungan pemerintah terhadap yayasan akan diukur dari:
a.       Kuantitas dukungan pemerintah.
b.      Kualitas dukungan pemerintah terhadap yayasan.

Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
Semakin baiknya kualitas manajerial pengurus yayasan dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap organisasi yang mendorong anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan pemerintah akan memengaruhi tingkat pencapaian tujuan yayasan.
E.     Definisi Istilah
1.      Tingkat aplikasi visi, misi, dan Tujuan Yayasan adalah sejauh mana yayasan dapat merealisasikan dalam kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dan keberhasilannya mendapatkan sumber daya, ini akan diukur dari:
a.       Tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: Sejauh mana yayasan  dapat merealisasikan kegiatan yang telah ditetapkan.
b.      Tingkat keberhasilan memperoleh sumber daya yaitu: kemampuan yayasan  dalam memperoleh sumber daya dan memanfaatkannya.
2.      Kualitas Manajerial Pengurus yayasan, adalah kualitas pelaksanaan fungsi kepengurusan yayasan akan diukur dari:
a.       Definisi proses pengambilan keputusan, penentuan kegiatan yaitu proses penetapan kegiatan yang akan dilaksanakan yayasan.
b.      Intensitas koordinasi pelaksanaan kegiatan yaitu tingkat koordinasi yang dilakukan pengurus yayasan dalam pelaksanaan kegiatan.
c.       Dimensi pemotivasian dan pengarahan terhadap anggota adalah: Motivasi dan pengarahan yang dilakukan pengurus yayasan terhadap anggota.
d.      Daya tanggap  terhadap lingkungan adalah kepakaan pengurus terhadap lingkungan kerja.
e.       Internsitas hubungan kemanusian adalah: tingkat hubungan  kemanusiaan yang dilakukan pengurus terhadap sesama pengurus dan anggota yayasan.
3.      Partisipasi Anggota
Partisipasi anggota adalah merupakan sikap dan tanggung jawab anggota terhadap organisasi maupun keterlibatannya pada segenap aktivitas yayasan, akan diukur dari:
a.       Dukungan anggota terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: sikap dan prilaku anggota untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan yayasan.
b.      Keikutsertaan anggota untuk mengawasi dan memelihara peralatan yang dimiliki yayasan adalah: merupakan sikap dan prilaku anggota terhadap peralatan yang dimiliki yayasan.
gokomitmen anggota terhadap organisasi.
4.      Komitmen Anggota terhadap Organisasi adalah kecenderungan anggota untuk memberikan partisipasinya terhadap organisasi, hal ini diukur dari:
a.       Keinginan anggota untuk tetap tinggal dalam organisasi yaitu: sikap dan perasaan anggota terhadap yayasan.
b.      Kepercayaan anggota dan peneriaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi adalah perasaan dan keyakinan anggota terhadap tujuan dan kegiatan yayasan.
c.       Keinginan anggota untuk lebih berprestasi adalah: Keinginan anggota untuk meningkatkan prestasinya.
d.      Keinginan anggota untuk berinteraksi adalah: Keinginan anggota untuk melakukan hubungan dengan pengurus maupun anggota yayasan.
e.       Sikap dan pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi adalah: keyakinan anggota terhadap keberhasilan organisasi.
5.      Dukungan Pemerintah terhadap Yayasan adalah merupakan bantuan yang diberikan pemerintah yang dapat membantu kelancaran aktivitas atau kegiatan yayasan, akan diukur dari:
a.       Kuantitas dukungan pemerintah terhadap yayasan adalah : Jumlah atau banyaknya dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan.
b.      Kualitas dukungan pemerintah adalah: Jenis dan manfaat dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan.
Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
“Semakin baiknya kualitas manajerial pengurus yayasan dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap organisasi yang mendorong anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan pemerintah akan memengaruhi tingkat pencapaian tujuan yayasan.”




BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.       Pemilihan Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh data deskriptif, sebagaimana yang dikatakan Bognan dan Taylor (1975) bahwa pendekatan kualitatif menyangkut prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu kata-kata yang diucapkan, ditulis orang, pelaku yang diamati. Data yang diperoleh di lapangan akan dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan atau mendeskripsikan permasalahan yang diteliti dengan perbedoman pada originalitas penelitian, sehingga akan diperoleh gambaran tentang kenyataan yang terjadi.

2.       Lokasi Penelitian, Data, sumber Data
Dalam penelitian ini Yayasan yang menjadi lokasi penelitian. Ada tiga Yayasan yang menjadi penelitian penulis, yaitu yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah, di Bali. Pertama dengan kapasitas tampung jamaah 500 jamaah, yang kedua sekitar 3000 jamaah, dan ketiga 1500 jamaah. Masing-masing lembaga tersebut telah mempunyai lembaga pendidikan, yaitu terdiri dari Diniyah, RA, MI, Tsanawiyah. Karena itu dalam pengembilan sumber data karena kedua lembaga tersebut telah berkembang pesat, maka dalam hal ini sumber data dapat diambil dari jamaah masjid masing-masing dan juga dari kelembagaan baik yang non formal maupun yang formal. Harapannya adalah agar dalam pengumpulan data tersebut lebih proporsional untuk dapat menggambarkan secara deskriptif suatu paparan pada  yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang mana, kapan, dan di mana, maupun variable-variable ketergantungan variable pada sub-sub variablenya, demikian Umar Husen (2010,7).
3.       Pengumpulan Data
Agar data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan yang diharapkan maka data-data akan dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut ini:
a.       Interview
Hal ini dilakukan ulapangan mengalami perluasan, dengan menggunakan metode ini diharapkan akan diperoleh informasi yang detail.

b.      Dokumentasi

Ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer yang dapat digunakan  menjelaskan masalah yang diteliti.

c.       Metode ini dilakukan  untuk memperoleh data-data yang benar-benar diperlukan sehingga akan dapat dipergunakan menjelaskan secara deskriptif terhadap konteks dan fokus penelitian penulis.

4.       Analisa Data

Untuk menganalisa data akan dipergunakan metode perbandingan yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi yang didasarkan pada originalitas penelitian. Karena dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, maka pengolahan data juga menggunakan olah data kulitatif. Dengan metode perbandingan ini diharapkan permasalahan yang terjadi di satu subyek dapat menjawab pada subyek penelitian yang sedang diteliti. Dalam hal ini penelitian berpedoman pada petunjuk yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984, 21,23) sebagaimana dikemukakan sebagai berikut ini:
a.       Peringkasan data, data reduction, di mana data mentah diseleksi, disederhanakan dan diambil intinya saja.
b.      Data disajikan secara tertulis berdasarkan kasus-kasus faktual ang saling berkaitan, tampilan data (data display) digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi.
c.       Menarik kesimpulan atau verifikasi atas pola keteraturan dan penyimpangan yang ada dalam fenomena itu, kemudian membuat prediksi atas kemungkinan selanjutnya.




KUMPULAN DAFTAR BACAAN 

Abdullah, Taufik. 1988. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Bagian Penerbitan LP3ES.
Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Al-Maududi, Abul A’la. 1973. Prinsip-Prinsip Islam. Bandung: PT. Alma’arif.
Amsyah, Zulkifli. 1992. Manajemen Kearsipan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Argyris, Chris. Schon Donald A. 1978. Organizational Learning: A Theory of Action Perspective. London, Amsterdam, Don Milles, Ontario. Sydney: Addison-Wesley Pulishing Company.
Assegaf, Abd. Rachman. 2012. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asy’ari, Musa. 1992. Manusia  Kebudayaan dalam AlQuran. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Azzam, Abdul Wahab. 1985. Filsafat dan Puisi Iqbal. Bandung: Penerbit Pustaka.
Baharuddin & Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Baharuddin dan Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Bari, Noor. 1985. Mengarungi Alam Filsafat. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan K alijaga Yogyakarta.
Blachard, Kenneth. Zigarmi, Patricia. Zigarmi, Drea. Dalam Maulana, Agus. 1985. Kepemimpinan dan Manajer Satu Menit. Jakarta: Erlanga.
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Burhanuddin. Makin, Moh. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Casson, Mark. 2013. Entepreneurship (Teori, Jejaring, Sejarah). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Chirzin, Muhammad. 2005. Glosari Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daft, Richard L. Steers Richard M. Organizations A Micro/Macro Aproach. London: Scott, Foresman and Company Glanview.
Daniel. John L. 1993. Global Vision Building New Models for the Corporation of the Future. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dove, Michael R. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Drijarkara. 1989.  Filsafat Manusia. Jakarta: Yayasan Kanisius.
Eicherberger, R. Tony.  1989. Diciplined Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York: Longman.
Elbrow, Martin. 1989. Birokrasi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Anasisis Data. Model Bogdan & Biklen. Model Miles & Hubermann. Model Strauss &  Model Spadley. Analisis Isi Model Philipp Mayring. Program Komputer Nvivo. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Korelasional, Eksperimen, Expost Facto, Etnografi, Grounded Theory, Action Research). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisal Sanapiah. 203. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisol. 2011. Gus Dur dan Pendidikan Islam Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan Di Era Global. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fitri, Agus Zainul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fulcher, Eamon. 2003. Cognitive Psychology. Newcastle: Crucial.
Gibb, H.A.R. 1993. Aliran-Aliran Modern dalam Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Gordon, Thomas. 1991. Menjadi Orang Tua Efektif Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.    
Hasbullah. 2013. Otonomi Pendidikan Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Irianto, Yoyon Bahtiar. 2013. Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Pu blic Policy). Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.
Kadarisman, M. 2011. Manajemen Kompensasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kartono, Kartini. 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah Pemimpin Abnormal itu?). Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Kunandar. 2011.Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kuntjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Penerbit Pustaka Al Husna.
Lapidus, Ira M. 1989. A History of Islamic Societies. New York:  Cambridge University Press.
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah. 2000. Tafsir Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial Antar Umat Beragama. Yogyakarta: Pustaka SM.
Masruri, Siswanto. 2005. Humanitarianisme Soedjatmoko Visi Kemanusian Kontemporer. Yogyakarta: Nuansa Aksara.
Mochtar, Afandi. Tradisi Kajian Islam Modern. Yogyakarta: UIN Suka Press.
MSF, Jaques Veuger. 1983. Psikologi Perkembangan, Epistemologi Genetik, dan Strukturalisme Menurut Jean Piaget. Yogyakarta: The Sciences and Technology Foundation.
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi  Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muhayat, Imam. 2007. Psikosimbolis Puja Mandala dan Korelasinya terhadap Harmonisasi Umat Beragama (Tinjauan Kritis terhadap Remaja Muslim). Yogyakarta: UMY Yogyakarta.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Galia Indonesia.
Nasution, Harun. 1982. Pembaruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner Normatif Parenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abudin. 2003. Manajemen Pendidikan Megatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Newman, Isadore and Benz, R. Carolyn. 1998. Quantitative-Qualitative Research Metodology, exploring the Interactive Continuum. USA: Sourthern Illinois University. 16-17.
Ouchi, William G. 1982. Theory Z How American Bussiness Can Meet The Japanese Challenge. USA: Publishers of Bard, Camelot, Discus and Flare Books.
Pidarta, Made. 2002. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Poedjawijatna, I.R. 1986. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Poedjawijatna. 1986. Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT Bina Aksara.
Putra, Nusa. Dwilestari, Ninin. 2013. Penelitian Kualitatif PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Qaradhawi, Yusuf. Dalam Idris, Nabani.  2001. Islam Inklusif dan Eksklusif. Jakarta: Darr Asy-Syuruq.
Rahman, Fazlur. DalamMohammad, Ahsin. 1985. Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual. Bandung: Penerbit Pustaka.
Rice, George H. Bishoprick, Dean W. 1971. Conceptual Models of Organization. New York: Apleton-Century-Crofts.
Rivai, Veithzal. Sagala, Ella Jauvani. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. USA. Prestice Hall International Inc.
Rosseau, Denise M. and Fried, Yitzhak. 2001. Location, Location, Location: Contextualizing Organizational Research, Journal of Organizational Behavior, Vol. 22, 1-13.
Rumini, Sri. HS, Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:      Rineka Cipta.
Rusman. 2012. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
 Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S. Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Malang: UIN Malang.
Setyohadi, Tuk. 2003. Perjalanan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: Rajawali Corporation.
Subrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suharto, Toto. 2011.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Supadie, Didiek Ahmad. Sarjuni. 2013. Pengantar Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suprayogo, Imam. 2009. Universitas Islam Unggul. Malang: UIN Maliki Press
Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tobroni. 2008. Pendidikan Islam Paradikma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tohirin. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1994. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Umar, Husein. 2013. Disain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Umar, Husen. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara Mudah Meneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis, dan Praktik Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wahyosumidjo. 2012. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tijuana Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Waldo, Dwight. 1991. Dalam Admosoedarmo, Slamet W. Pengantar Public Administration. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Weij, P.A. Van der. 1988. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2005. Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2009. Motivasi dan Permotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2011. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wren. Daniel A. 1976. The History of Management Thought. United States of America: John Wiley and Sons, Inc.
Yasin, Ahmad Fatah. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Yin, Robert K. 2012. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1989. UU RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta Penjelasannya. Jakarta: PT Intan Pariwara.
Nasution, S. Thomas, M. 1985. Buku Penuntun Membuat Thesis Skripsi Disertasi Makalah. Bandung: Jemmars.
Hadi, Sutrisno. 1985. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Tim redaksi Pustaka Yustisia. 2009. Kompilasi Perundangan Bidang Pendidikan Seri Kompilasi Perundangan Terlengkap dan Terbaru. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Eichelberger, R. Tony. 1989.  Diciplined Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York & London: Longman.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Agama. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Putra, Nusa. 2013. Research & Development Penelitian dan Pengembangan: Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.