Surat Terbuka untuk Ibu
Kepada Tuhanku, Allah SWT. Izinkan tangan ini mampu mengurai memori untuk
ibu. Menurut firman-Mu, begitu berat ibu
mengandung dalam perutnya pada hitungan waktu. Lalu, menyapih setelah sampai
waktu. Tidak hanya sampai di situ, ibu Menjaga, mendidik, membesarkan, dan
membahagiakan hingga mencapai kekokohan kaki tangan anakmu.
Kepada Rasulullah SAW. Begitu banyak mengajariku. Melalui sabdamu: surga
di bawah telapak kaki ibu. Sabdamu mengurai Sosok ibu tumpuan rentang waktu. Begitu
berat tanggungjawab sosok ibu. Kebaktian anakmu penghulu rindu. Sebesar apa pun
kebaktian anakmu, tidak akan pernah sebanding dengan apa yang pernah ibu berikan
kepada anakmu.
Kepada ibu tercinta, nun jauh di sana. Kaki taganmu begitu kokoh
mengajari anakmu berjalan, dan menggapai
apa yang ingin diraih. Jemari-jemarimu yang lembut mampu meninabobokan
keresahan yang melintasi hidup anakmu. Kehangatan tubuhmu mampu mencairkan
kebekuan dalam hidup anakmu. Tatapan dingin wajahmu mampu meluruhkan jiwa resah yang sempat tumbuh dalam perjalanan anakmu. Jiwa dan hatimu senantiasa mampu
mengeja apa yang ada dalam jiwa, dan alam pikiran anakmu. Berlabuh pada sajadah
panjang, manakala petang menjelang hingga di ujung malam.
Kepadamu ibu tercinta. Manakala kesenyapan menyelimuti hidupmu, kerna
anakmu berada jauh dari lingkaran hidupmu, aku tahu, tak sejengkal waktu luruh mengeja
tanya: “Apa yang ia pikirkan? Bagaimana dia
mengelola yang dipikirkan? Bagaimana yang diperbuat pada hasil pemikirannya?
Bagaimana dampak yang dia pikirkan?”
Begitu kiranya seorang ibu, dan bukan hal yang aneh apabila seorang ibu memperpanjang
pikiran seperti itu. Tepat kiranya, pepatah lama melukiskan, “cinta ibu
sepanjang jalan, cinta anak sepanjang galah.”
Maaf, itu penyakit turunan, Ibu. anakmu
sekarang tidak seperti itu. anakmu kini sadar sedang ada di mana sekarang. Anakmu telah
melewati era pertanian, era industri, era informasi, era belajar, dan era
persaingan global, dan bahkan Insya-Allah sadar akan era dunia-akhirat. Tentu,
Ibu, manakala ibu telah mengasuh, dan membesarkan, maka anakmu akan menjaga dan
mengembangkan apa yang ibu harapkan. Jikalau ibu senantiasa menggelar sajadah
panjang menjelang petang hingga ujung malam untuk anakmu, maka anakmu pun akan merentang tasbih, mengurai kasih sepanjang hari hingga
malam hari untuk ibu.
Itu pun masih disadari, sebesar apa pun yang dilakukan anakmu untuk ibu,
entoh belum sebanding apa yang telah ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar
yang ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar pengorbanan ibu untuk pendidikan anakmu.
Begitu besar karakter yang ibu bangun pada jiwa anakmu. Semoga tidak hanya
sorga di bawah telapak kaki ibu. Tetapi semoga seluruh jiwa raga ibu sangat
layak memasuki sorga Rob-ku.
Ibu, sebagaimana apa yang telah ibu ajarkan kepada anakmu untuk memanggil belahan jiwa ibu
dengan kata-kata, “Bapa, Ayah, Papa, Papi, Babe, Romo, Abah”, apapun istilah
itu adalah jantung hidupku. Keberadaan anakmu
karena bapa. Seperempat jantung hidup anakmu
ada dari bapa, dan dua pertiga denyut nadi anakmu ada dari ibu. Semua ibu dan
bapa adalah makhluk. Semua setiap makhluk diciptakan oleh Allah SWT. Jadi semua
ibu dan bapa diciptakan oleh Allah SWT. Karenanya, aku layarkan bahtera ritual hidupku untuk-Nya, untuk kekasih-Nya, untuk ibu, ibu, ibu, dan
bapa, serta untuk kehidupan itu sendiri. Ibu, Ibu, Ibu, Subhanallah. Wallahu
a’lam.
:'(
BalasHapus