Selasa, 24 Desember 2013

Surat Terbuka untuk Ibu
Kepada Tuhanku, Allah SWT. Izinkan tangan ini mampu mengurai memori untuk ibu. Menurut  firman-Mu, begitu berat ibu mengandung dalam perutnya pada hitungan waktu. Lalu, menyapih setelah sampai waktu. Tidak hanya sampai di situ, ibu Menjaga, mendidik, membesarkan, dan membahagiakan hingga mencapai kekokohan kaki tangan anakmu.
Kepada Rasulullah SAW. Begitu banyak mengajariku. Melalui sabdamu: surga di bawah telapak kaki ibu. Sabdamu mengurai Sosok ibu tumpuan rentang waktu. Begitu berat tanggungjawab sosok ibu. Kebaktian anakmu penghulu rindu. Sebesar apa pun kebaktian anakmu, tidak akan pernah sebanding dengan apa yang pernah ibu berikan kepada anakmu.
Kepada ibu tercinta, nun jauh di sana. Kaki taganmu begitu kokoh mengajari  anakmu berjalan, dan menggapai apa yang ingin diraih. Jemari-jemarimu yang lembut mampu meninabobokan keresahan yang melintasi hidup anakmu. Kehangatan tubuhmu mampu mencairkan kebekuan dalam hidup anakmu. Tatapan dingin wajahmu mampu meluruhkan jiwa resah  yang sempat tumbuh dalam perjalanan  anakmu. Jiwa dan hatimu senantiasa mampu mengeja apa yang ada dalam jiwa, dan alam pikiran anakmu. Berlabuh pada sajadah panjang, manakala petang menjelang hingga di ujung malam.
Kepadamu ibu tercinta. Manakala kesenyapan menyelimuti hidupmu, kerna anakmu berada jauh dari lingkaran hidupmu, aku tahu, tak sejengkal waktu luruh mengeja tanya: “Apa yang ia pikirkan?  Bagaimana dia mengelola yang dipikirkan? Bagaimana yang diperbuat pada hasil pemikirannya? Bagaimana dampak yang dia pikirkan?”  Begitu kiranya seorang ibu, dan bukan hal yang aneh apabila seorang ibu memperpanjang pikiran seperti itu. Tepat kiranya, pepatah lama melukiskan, “cinta ibu sepanjang jalan, cinta anak sepanjang galah.”
Maaf, itu penyakit  turunan, Ibu.  anakmu  sekarang tidak seperti itu. anakmu kini sadar  sedang ada di mana sekarang. Anakmu telah melewati era pertanian, era industri, era informasi, era belajar, dan era persaingan global, dan bahkan Insya-Allah sadar akan era dunia-akhirat. Tentu, Ibu, manakala ibu telah mengasuh, dan membesarkan, maka anakmu akan menjaga dan mengembangkan apa yang ibu harapkan. Jikalau ibu senantiasa menggelar sajadah panjang menjelang petang hingga ujung malam untuk anakmu, maka  anakmu pun akan merentang  tasbih, mengurai kasih sepanjang hari hingga malam hari untuk ibu.
Itu pun masih disadari, sebesar apa pun yang dilakukan anakmu untuk ibu, entoh belum sebanding apa yang telah ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar yang ibu berikan kepada anakmu. Begitu besar pengorbanan ibu untuk pendidikan anakmu. Begitu besar karakter yang ibu bangun pada jiwa anakmu. Semoga tidak hanya sorga di bawah telapak kaki ibu. Tetapi semoga seluruh jiwa raga ibu sangat layak memasuki sorga Rob-ku.

Ibu, sebagaimana apa yang telah ibu ajarkan kepada  anakmu untuk memanggil belahan jiwa ibu dengan kata-kata, “Bapa, Ayah, Papa, Papi, Babe, Romo, Abah”, apapun istilah itu adalah jantung hidupku. Keberadaan  anakmu karena bapa. Seperempat jantung hidup  anakmu ada dari bapa, dan dua pertiga denyut nadi anakmu ada dari ibu. Semua ibu dan bapa adalah makhluk. Semua setiap makhluk diciptakan oleh Allah SWT. Jadi semua ibu dan bapa diciptakan oleh Allah SWT. Karenanya,  aku layarkan bahtera  ritual hidupku untuk-Nya,  untuk kekasih-Nya, untuk ibu, ibu, ibu, dan bapa, serta untuk kehidupan itu sendiri. Ibu, Ibu, Ibu, Subhanallah. Wallahu a’lam.

1 komentar:

Kata dan bahasa menunjukan jiwa