APLIKASI MANAJEMEN SUMBER DAYA DI YAYASAN ROUDHATUL ILMIL QUR’ANI, YAYASAN
MASJID AGUNG IBNU BATUTAH, DAN YAYASAN MASJID AL-FATTAH KECAMATAN KUTA SELATAN
KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI TAHUN 2013
Oleh: Imam Muhayat & Sadriyansayah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Letak geografis Yayasan
Roudhmotul Ilmil Qur’ani, di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur dan TK Mentari
Nusa, dan kelembagaan lainnya, berada di dalam Perumahan Puri Madani,
Lingkungan Ancak, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Kabupaten Badung.
Provinsi Bali. Sekitar 25 Km dari pusat kota Mangupura yang terletak di
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Posisi Mushola Jabal Nur dari Bandara
Internasional Ngurah Rai dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor kurang lebih
sepuluh menit perjalanan. Wilayah Kampial tergolong daerah kering dibanding
dengan daerah lainnya. Disadari non produktif untuk pertanian, maka dengan
perkembangan pariwisata Bali difungsikan sebagai pendukung pelengkap penyerta
pariwisata. Harga lahan semakin melambung. Difungsikan sebagai hunian yang strategis
dari pusaran pusat hunian hotel-hotel berbintang di kawasan Nusadua dan
sekitarnya. Jarak tempuh dari tempat kerja relative dekat. Para karyawan tentu
lebih nyaman dapat tinggal di kawasan ini dengan pertimbangan efektivitas dan
efisiensi waktu. Tersedianya tempat ibadah yang memadahi dan kondisi heterogen
sosiologis yang relative toleran menjadikan wilayah ini menjadi pilihan para
pendatang yang kebetulan tugas dan atau bekerja di sekitar Kampial.
Realitas
kondisional sosiologis yang heterogen, dan sifat masyarakat yang dinamis, dalam mengoperasikan suatu organisasi yayasan diperlukan manajemen
aplikatif yang tepat dan fungsional, utamanya sebagai penduduk yang notabene bukan penduduk asli wilayah ini. Apalagi di wilayah ini banyak terdapat pekerja musiman
yang rentan dengan pola baru dan kondisi yang berbeda di wilayah di mana mereka
berasal. Konsep-konsep, nilai-nilai dan adat-istiadat yang telah berlangsung
lama secara turun temurun akan membentuk suatu budaya dalam masyarakat. Sebagai
budaya yang hidup dalam suatu masyarakat mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengan warganya. Kesenyawaan antara budaya dan masyarakat dapat diibaratkan
sebagai ruang hampa lampu pijar. Siapa saja dapat menyalakan dan mendapat
penerangan tanpa harus memasuiki ruang hampa bolam dan memecahkannya. Ibarat
lain yang menjadi kata kunci yang selalu dijadikan pijakan sebuah nilai dalam
bermasyarakat, misalnya, di mana bumi dipijak di situlah langit dijunjung.
Dengan kiat suatu
sikap adaptif dengan pameo, “yang mayoritas sadar diri melindungi dan yang
minoritas pandai menempatkan diri”, kearifan local genius semacam ini
ekplosivitas, kekagetan dan ketersinggungan yang berbuntut pelecehan dan
penodaan dalam model amoral tidak akan terjadi. Dipahami
kekerasan hanya akan membuahkan carut-marutnya kondisi social yang telah
tertata untuk tujuan kedamaian dan kesejahteraan hidup. Kematangan pemahaman
dan integritas sifat yang melekat pada pribadi, dan masyarakat muslim telah
dicontohkan para pendahulu, sesepuh, penisepuh, pemuka, pegiat, peduli
pemerhati, intelektual, cendekiawan, ulama, pemimpin yang lebih dahulu menghuni
wilayah ini. Terbukti komunikasi dan implikasi napak tilas mereka dapat dirasakan
hingga kini.
Sebelum
berdirinya Mushola Jabal Nur, tanah di areal ini kurang lebih dengan luas sekitar
35 Are. Difungsikan sebagai gudang rumput laut. Sebagai fungsi gudang,
maka tentu keadaan sepi setiap harinya. Lampu listrik saat itu belum menyala.
Sepanjang jalan kampial sampai dengan daerah Ungasan menjelang petang
sepi, gelap tanpa lampu penerang. Air PDAM belum mengalir. Sebagian
masyarakat dengan penuh kesabaran masih menggunakan air tadah hujan. Sebagian
lainnya memanfaatkan antrian sumur bor yang ada di Kampial atas bantuan
presiden. Kondisi ekonomi di sekitar Kampial belum sumringah seperti sekarang.
Mata pencaharian masyarakat banyak memanfaatkan lahan pertanian yang ada dengan
menunggu air tadah hujan, mereka berprofesi sebagi petani rumput laut,
disamping sebagian lain bekerja di sector pariwisata, pegawai negeri, dll.
Dapat dibayangkan, bahwa kondisi ekonomi sekitar Kampial relative kurang
dinamis dibandingkan dengan masyarakat
Kuta, Denpasar, dan Sanur. Bersamaan dinamika ekonomi dan saling bahu membahu
antar warga Kampial, pembangunan jalan ke Banjar Ancak dan pembenahan Banjar
dengan melibatkan seluruh warga Kampial baru dimulai tahun 2005 – 2006 lalu.
Ini sebagai bukti bahwa kondisi obyektif wilayah Kampial dulunya relative tidak
produktif.
Proyek perumahan
yang ada hanya Wisma Nusa Permai, Kampial Indah, dan di ujung barat terdapat
perumahan Swandewi saja hingga menjelang 1995. Praktis masyarakat yang hilir
mudik terbatas. Baru pada tahun 1997, mulai ada Pondok Kampial, Puri Bunga, Raya Kampial dan Kampial Permai. Disusul semakin banyaknya bangunan-bangunan
baru yang difungsikan sebagai rumah kos atau pun tempat tinggal.
Berdirinya STP Bali, suasana sekitar
Kampial semakin semarak. Dibangunnya Pasar Kampial denyut perekonomian dapat
dirasakan masyarakat. PDAM dan Listrik masuk di daerah Kampial, maka kian
terasa laju perekonomian dan berdayanya berbagai sector kehidupan.
Kilas balik pada
tahun 1992-1993 dunia internasional dalam kondisi gonjang ganjing disebabkan meletusnya perang teluk. Sebagai daerah yang tergantung dengan pariwisata
merasakan dampak itu. Geliat ekonomi di seluruh wilayah Bali pada umumnya dan
khususnya Kampial juga merasakan dampak langsung peristiwa tersebut. Banyak perusahaan-perusahaan besar kecil
menanggung beban berat berkaitan pertahanan dan pengembangan usahanya.
Pemutusan karyawan terjadi di mana-mana. Kegelisahan warga nampak dengan kian
banyaknya pengangguran dan diantara mereka, pekerja musiman memutuskan pulang
kampung di halaman tanah kelahiran mereka. Ada juga yang pindah di kota lain,
seperti Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya.
Di balik peristiwa
itu ternyata ada hikmah, tokoh-tokoh perkumpulan muslim tetap mempunyai ghiroh,
semangat, selalu memperkuat kekerabaatan dan tidak sepi mencari kiat
memantapkan aqidah yang dapat menjadi benteng dalam kondisi apa pun. Jati diri
sebagai muslim tetap kokoh dan terjaga. Silaturrahim dan menjaga hubungan baik
dengan warga sekitar menjadi prioritas utama. Tepatnya pada tanggal 25 Mei
1992, the founding fathers, para
pendiri Mushola Jabal Nur, mengadakan kesepakatan di rumah Bapak Hermono
Moeharyanto Wisma Nusa Permai C 33, yaitu untuk meningkatkan kegiatan keagamaan
Islam di sekitar Kampial. Terpilih sebagai ketua saat itu Bapak H. Affandi.
Sekretaris Bapak Hermono Moeharyanto, dan bendahara Ibu Sri Redjeki Bambang
Cipto Rahadi. Kepengurusan ini berlangsung selama dua tahun 1992 -1994.
Intensitas
kepengurusan ini, yang disertai kegiatan pengajian keliling dari rumah ke rumah
di wisma Nusa Permai oleh Drs. H. Sholahudin, akhirnya muncul gagasan untuk
membangun tempat khusus untuk keperluan kegiatan umat islam tidak hanya
terselenggara secara nomaden dari rumah satu ke rumah lainnya. Keluarga Bapak
Bambang Cipto Rahadi dengan Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pengusaha rumput
laut, bersamaan itu Ibu Sri Redjeki menjabat sebagai Bendahara kegiatan
pengajian keliling berinisiatif membangun Mushola. Niat tersebut
ditindaklanjuti para sesepuh untuk merealisasikan terbangunnya Mushola sebagai
pusat kegiatan umat Islam di lingkungan Kampial, Nusadua dan sekitarnya.
Gagasan itu
disambut antusias oleh banyak kalangan. Diskusi-diskusi, pertemuan-pertemuan
dan pengembangan wacana dibeber pada setiap pertemuan antar muslim lainnya.
Wacana berkembang menjadi suatu rencana, program, dan kemudian berbuah suatu
kesepakatan untuk merealisasikan program tersebut. terdapat kesepakatan membangun Mushola Jabal Nur betapa pun
dalam keadaan masih sederhana dan seadanya. Ternyata belakangan bangunan tidak
hanya berupa bedeng, tetapi sudah kelihatan rapi dan layak difungsikan sebagai
tempat ibadah. Adapun nama Jabal Nur diberikan oleh ketua MUI Provinsi H.S.
Habib Adnan.
Dua tahun kemudian tepatnya 1994 pengembangan
dakwah Islamiyah dikembangkan untuk Pendidikan formalnya yang berujud TK
Mentari Nusa. Kelembagaan Pendidikan ini berafiliasi dengan kelembagaan Aisyah
Denpasar. Komunikasi intens dengan bapak Drs. Tantowi Jauhari bersama Ibu, maka
bangunan gedung dipersiapkan di sebelah sayap kanan, kini menjadi rumah Bapak
H. Maisun sampai batas rumah Bapak Marjadi. Dalam perkembangan selanjutnya
karena akan dibangunnya perumahan Puri Madani, maka TK Mentari Nusa kemudian
dipindahalihkan seperti posisi yang sekarang ini, sebelah kiri Mushola Jabal
Nur hingga batas pagar jalan menuju Kampial. TK Mentari Nusa hingga akhir tahun
ajaran 2012/2013 ini sudah berusia 19 tahun.
Dalam teori
kemasyarakatan minoritas yang berkumpul dalam suatu ikatan akan tumbuh ikatan
emosional, dalam arti positif. Di balik
itu semua tentu terdapat motor penggerak, baik individu yang nampak itu
terangkum dalam suatu ikatan yang secara nyata duduk dalam struktur penggerak
yang berupa organisasi, maupun personal, individu yang tidak nampak dalam suatu
struktur pengurus. Disadari mereka mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya
dalam membangun kebesaran suatu organisasi. Hal ini sudah menjadi fitrah dalam
kehidupan. Karena itu dalam teori organisasi yang baik bahwa yang di depan
harus dapat menunjukkan arah, mereka di tengah dapat menggerakkan, memotivasi,
dan yang di belakang dapat meluruskan, mengatur, memonitor, agar barisan itu
tertata rapi.
Estafeta
kepemimpinan dilanjutkan oleh, ketua Bapak Ir. Susiono, almarhum, Sekretaris
Bapak Heri Siswoko, dan Bendahara Bapak Amril
Adhiwidjaya, kepengurusan berjalan dari 1995 – 1998. Kepengurusan
selanjutnya dijabat oleh Bapak Hermono Moeharyanto sebagai Ketua, Sekretaris
Bapak Mokh. Amri Adi, dan Bendahara Bapak Imam Sumartubin, pada periode 1998
s/d 2004.
Bali sangat
tergantung dengan geliat pariwisata. Sedangkan kondisi pariwisata sangat rentan
dengan keamanan wilayah. Kewajiban warga tentu mutlak bersama-sama menjaga
kondisi tersebut, sehingga kondisi yang kondusif tetap terpelihara. Kondisi
politik Indonesia sejak tahun 1996 s/d 1999 kurang kondusif. Dampaknya sangat
berpengaruh dengan denyut perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata.
Mushola Jabal Nur saat itu berdiri berdampingan dengan gudang rumput laut.
Searus zaman bersamaan dengan merosotnya perekonomian yang disebabkan tidak
kondusifnya kondisi Nasional, bisnis rumput laut pun ikut larut dampak situasi
saat itu. Pemilik lahan Bapak Bambang Cipto Rahadi dan Ibu Sri Redjeki akhirnya
beralih usaha dalam bidang lain. Lahan yang diperuntukkan Mushola tetap
dipertahankan. Tanah sekitar mushola Jabal Nur akhirnya dialih fungsikan
menjadi perumahan. Alhamdulillah Mushola masih tetap eksis atas kerja keras
kepengurusan yang saat itu dipegang oleh Bapak Hermono Moeharyanto, yang
diperkuat niat tetap eksisnya Mushola Jabal Nur atas prakarsa Bapak H. Affandi,
Bapak H. Susiono (al-Marhum), Bapak Dwi Sutoyo, Bapak Sartono, Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak H. Sholahuddin,
Bapak Agus Darmawan, Bapak Mochamad Amri Adi, dan lainnya.
Untuk
memperkuat dokumen secara tertulis
berkaitan dengan aset Mushola Jabal Nur, maka pada tanggal 11 September 1999
dibentuk Yayasan dengan nama Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani. Saksi penghadap
saat itu adalah, Bapak Drs. Budi Pranowo, Bapak Agus Darmawan, Bapak Sartono,
Bapak Mochamad Amri Adi, Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto. Langkah
yang tepat ini diputuskan untuk memberikan pencerahan, kejelasan, kemantapan,
identias yang pasti terhadap keberadaan asset Mushola Jabal Nur, dan
sebagai upaya meminimalisasi timbulnya
permasalahan yang krusial di belakang hari. Lebih dari itu tidak akan membebani
PR kepada anak cucu kita terhadap keberadaan Mushola Jabal Nur.
Pertama kalinya
diangkat anggota Badan Pendiri, Badan Pengawas dan Badan Pengurus dengan
susunan sebagai berikut ini: Badan Pendiri sebagai Ketuanya Bapak H. Affandi,
Wakil Ketua Bapak Hermono Moeharyanto, Anggota Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak
Agus Darmawan, Bapak Sartono dan Bapak Mochamad Amri Adi. Badan pengawas saat
itu belum ada, maka dalam dokumen tertulis berbunyi, “Badan Pengawas akan
ditentukan kemudian.” Belakangan Bapak H. Wiyono sering ditempatkan jabatan
sebagai pengawas.
Sedangkan Badan
Pengurus terdiri dari ketua bapak Dwi Sutoyo, wakil ketua bapak Ir. Susiono,
Sekretaris Drs. H. Sholahudin, wakil sekretaris Yuliono, bendahara Imam
Sumartubin, dan wakil bendahara Bagio Praptanto. Terbentuknya yayasan ini
sangat penting sebagai upaya eksistensi yuridis formal keberadaan Mushola Jabal
Nur. Dalam perkembangannya, landasan ini hendaknya selalu menjadi format dan
pola dalam rangka mengoperasikan seluruh kegiatan dan pengembangan lainnya
berkaitan dengan planning, organizing, actuating, dan controlling
eksistensi Mushola Jabal Nur.
Tanah di Bali
sangat tinggi nilai ekonominya, maka dengan perjuangan yang tentu tidak ringan,
untuk mendapatkan ridho-Nya, tanah dari keluarga Bapak Bambang Cipto Rahadi dan
Ibu Sri Redjeki, dengan all out-nya diurus status tanah menjadi tanah
wakaf. Bukti wakaf tertanggal 03 Jumadil
Akhir 1423 H atau tanggal 12 Agustus 2002 M, dengan nama Nadzir Bapak Susiono
sebagai Ketua, Drs. Sholahudin sebagai Sekretaris, dan Bapak Sartono sebagai
anggota, berupa sebidang tanah seluas 535 M2. Pengurusan Akta Wakaf tersebut
merujuk Ikrar Wakaf oleh Ibu Sri Redjeki pada tahun 1993, di atas kertas segel,
pada periode kepengurusan Bapak H. Affandi. Dokumen sertipikat tanah wakaf
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, Drs. Heru
Susetyo, pada tanggal 15 November 2002. Adapun penunjukan dan penetapan batas
oleh Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pemohon Bapak H. Affandi. Sumber ini
diambil dari bukti buku sertipikat, Badan Pertanahan Nasional. Sertipikat Tanah
Wakaf Propinsi Bali, Kabupaten Badung, Kelurahan Benoa, tahun 2002. Nomor EA
036152.
Yayasan
Roudhotul Ilmil Qur’ani, yang di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur, TPQ,
Diniyah dan TK Mentari Nusa, sebagai basis identitas dakwah islamiyah yang
berwujud komunikasi dan pembinaan umat islam secara langsung. Utamanya
TPQ-Diniyah, TK Mentara Nusa, dalam hal ini suatu lembaga formal, dapat
dirasakan manfaatnya secara langsung oleh umat muslim khususnya dan masyarakat
secara keseluruhan. Sinergi dan potensi kelembagaan ini secara terencana, terprogram dan
berkelanjutan dapat membidik kondisi riil keumatan dan generasi kita yang
ilmu-ilmiayah-amaliyah, berhadharah-bertsaqobah yang luhur, professional,
integritas individu-sosial muslim yang berketakwaan. Karena itu eksistensinya
perlu diperkuat, pengembangannya terus diupayakan, kualitasnya selalu
ditingkatkan, dan monitoringnya dapat memberikan nilai tambah terhadap in
put, out put, out come dalam konsepsi pendidikan Islam. Dalam dunia
Pendidikan Islam penguatan potensi Pendidikan terletak pada kemampuan manajerial pimpinan kelembagaan Islam. Salah satu perhatikan dan pelaksanaan
dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai berikut;
1. Pendidikan
dengan tugas-tugas sebagai berikut:
a. Mengadakan
prediksi tentang kemungkinan perubahan lingkungan seperti perkembangan ilmu dan
teknologi, tuntutan hidup, aspirasi
masyarakat, dan sebagainya.
b. Merencanakan
dan melakukukan inovasi dalam Pendidikan.
c. Menciptakan
strategi dan kebijakan lembaga agar proses Pendidikan tidak mengalami hambatan.
d. Mengadakan
perencanaan dan menemukan sumber-sumber Pendidikan.
e. Menyediakan
dan mengkoordinasi fasilitas Pendidikan.
f. Melakukan
pengendalian terhadap pelaksanaan agar tidak terlanjur berbuat kesalahan.
2. Menjadi
pemimpin lembaga pendidikan:
a. Memimpin
suatu bawahan.
b. Memotivasi
agar bekerja dengan rajin dan giat.
c. Meningkatkan
kesejahteraan para bawahan.
d. Mendisiplinkan
para pendidik dan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
3. Sebagai
supervisor atau pengawas
a.
Mengawasi dan menilai cara kerja dan hasil kerja pendidik
dan pegawai.
b.
Memberi supervisi dalam meningkatkan
cara bekerja.
c.
Mencari dan memberi peluang untuk
meningkatkan profesi para pendidik.
d.
Mengadakan rapat-rapat untuk memperbaiki
Pendidikan dan pengajaran.
4. Sebagai
pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif dengan tugas-tugas:
a. Menempatkan
personalia secara benar sesuai dengan keahlian dan keterampilannya.
b. Membina
antarhubungan personalia yang positif.
c. Meningkatkan
dan memperlancar komunikasi.
d. Menyelesaikan
konflik.
e. Meningkatkan
dan memelihara persatuan dan kesatuan personalia.
5. Sebagai
pencipta lingkungan bekerja dan belajar yang kondusif, dengan tugas-tugas:
a. Menghimpun
dan memanfaatkan informasi tentang sumber-sumber belajar.
b. Memperkaya
alat-alat belajar, alat-alat peraga, dan media Pendidikan.
c. Memperkaya
lingkungan seperti kebun, pohon pelindung, taman, dan sebagainya.
d. Mengharmoniskan
lingkungan lembaga dan ruangan kelas.
6. Menjadi
administrator lembaga Pendidikan dengan tugas menyelenggarakan kegiatan rutin
yang dioperasikan oleh para personalia lembaga, seperti:
a. Mengendalikan
struktur organisasi.
b. Melaksanakan
administrasi substantif, yaitu administrasi:
1)
Kurikulum.
2)
Kesiswaan.
3)
Personalia.
4)
Keuangan.
5)
Sarana umum/lain-lain.
c. Melakukan
pengawasan terhadap efektivitas dan efisiensi kerja.
d. Menilai
efektivitas dan efisiensi kerja para personalia Pendidikan.
7. Menjadi
coordinator kerja sama lembaga Pendidikan dengan masyarakat:
a. Berinisiatif
membentuk suatu badan kerja sama.
b. Mengadakan
survey untuk menampung aspirasi masyarakat.
c. Menghimpun
dukungan masyarakat.
d. Melaksanakan
kerja sama dengan masyarakat.
e. Membentuk
paguyuban sekolah dan masyarakat bila dipandang perlu.
Pelaksanaan
dakwah ini pun juga diupayakan dengan keberadaan para Ustadz-ustadznya dan para
sesepuhnya dalam membentengi umat muslim dengan akidah dan hubungan keumatan
dan kemasyarakatan secara simultan. Misalnya penulis sendiri, yang saat itu
bertempat tinggal di Kampial merelakan diri untuk mengurus Masjid Al-Fattah
dari saat berdirinya hingga eksisnya Masjid Al-Fattah tersebut dari tahun 1995
– 2003, dibantu oleh bapak Drs. H. Sholahudin. Para sesepuh, muslim-muslimah
dan aktivis muda saat itu senantiasa memikirkan kondisi umat islam tidak hanya
sebatas lingkup terdekatnya saja. Mereka all out duduk bersama untuk
dapat merealisasikan mushola Al-Hidayah di Ungasan, masjid Agung Ibnu Batutah, Masjid Al-Fattah, dan Mushola
Jabal Rahmah di Taman Giri, . Insya-Allah
para sesepuh dan para aktivis muda muslim saat itu ikut membidani keberadaan
tempat ibadah tersebut. Tentu karena eksistensi kepengurusan setempat yang
selalu gerak secara total.
Pola dakwah
semacam itu telah dimulai sejak zaman komunitas muslim di Baitul Amin yang ada
di PT BTDC. Keberadaan komunitas muslim Baitul Amin, sebagai cikal bakal
pengembangan kegiatan keagamaan Islam di wilayah Nusa Dua dan sekitarnya adalah
merupakan wujud nyata eksistensi mereka sebagai muslim yang selalu
mengekspresikan dirinya berguna untuk umat di tempat lainnya. Bersamaan dengan
kemantapan integritas muslim di Nusadua dengan Baitul Amin-nya, Jabal Nur mulai
menata diri, yaitu empat tahun sebelum Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah
berdiri dengan megahnya pada tahun 1997.
Keberadaan
Masjid Agung Ibnu Batutah sebagai pusat keagamaan induk di Nusadua dan Mushola
Jabal Nur dipersepsikan sebagai terasnya masjid induk, karena itu keberadaan
Jabal Nur menempati keunikan tersendiri dalam hal kegiatan dan pengoperasian
dalam menjalankan aktivitas dakwahnya yang “beramanat” amar makruf nahi munkar.
Untuk itu Mushola Jabal Nur diharapkan dapat memerankan diri sebagai tempat
ibadah yang dapat memperpanjang sillah, mengurai tadbir, tafkir, dan mendorong terbentuknya
konsep-konsep, memperkokoh nilai-nilai, menanamkan falsafah-falsafah guna
mencapai momentum hadharah (kebudayaan) dan tsaqofah (peradaban) Islam yang
telah dicapai oleh Islam pada masa lalu. Islam yang Rahmatan Lil’alamin, dan
baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Maksud kata Islam yang berkekuatan
membangun kesejahteraan seluruh alam semesta dan mampu memerankan diri
berkiprah membangun bangsa dan negara yang sejahtera, adil, dan makmur penuh
ridha Allah SWT.
Mushola Jabal
Nur, dengan keberadaan Masjid Agung Ibnu Batutah, ibarat beranda yang
senantiasa berpapasan dengan yang hadir dengan dialog singkat untuk mencapai
tujuan yang dicapai. Diperlukan pengayaan kata kunci yang cerdas dan
professional, serta keputusan yang tepat, lagi terhormat bagi semuanya.
Kecermatan semua itu akan dapat membawa implikasi berbagai kematangan dalam
menjalankan putaran roda dakwah islamiyah yang benar-benar diharapkan oleh
semua pihak, baik di lingkungan warga muslim maupun saudara kita yang
non-muslim di lingkungan Nusadua dan sekitarnya.
Kedewasaan itu
semua akan mewujudkan sinergi dan relasi yang kuat dalam rangka
menumbuhkembangkan akar-akar keimanan, ketakwaan, dengan kokohnya
kemasyarakatan umat dengan fondasi sillaturrahim menjadi taruhan keberhasilan semua
kelembagaan ini dalam membangun masyarakat madani. Kondisi kelembagaan Islam di
Nusadua dan sekitarnya telah berumur dua puluh tahun. Tentu kita sadari kondisi
zaman dan model dakwah Islamiyah dua puluh tahun ke depan beda jauh dengan saat
ini. Apalagi dibanding dua puluh tahun silam. Dakwah bilhal yang segar yang
berorientasi teks dan konteks, bahkan
dakwah islam berlabel model, agar
senantiasa dapat menumbuhkembangkan kedalaman spiritual, akhlak, moralitas
sebagai media sillah, dan profesionalitas aktuasi dakwah kiranya akan menjadi
fungsi dakwah yang harus diwujudkan dalam kekinian dan pada masa yang akan
datang. Keberhasilan mewujudkan itu implikasinya akan memberdayakan seluruh
pola dakwah, baik dalam bidang penguatan fondasi Pendidikan islam,
perekonomian, kemasyarakatan, lingkungan, keamanan, dan kedamaian terhadap umat
muslim khususnya dan masyarakat umumnya di lingkungan Jabal Nur, Kampial dan
Nusadua pada umumnya.
Kepekaan
itu menjadi perhatian utama dalam
pengembangan dakwah islam di Jabal Nur khususnya dan umumnya di lembaga-lembaga
Islam dimaksud. Konsep ini menyangkut berbagai
penguatan dan berfungsi sebagai benteng yang kokoh dalam kehidupan secara umum,
dalam bidang dakwah sebagai berikut:
1. Konsep
individu, dakwah ini dapat memupuk sifat-sifat individu yang berprilaku atas
dasar ilahiyah, sehingga selalu tertuntun pada jalan yang lurus di atas
petunjuk-Nya.
2. Pertumbuhan
inidividu, dimaksud di sini umat kita tidak hanya berkemampuan untuk
menyesuaikan diri secara pasif dengan lingkungan saja, tetapi diharapkan dapat
secara aktif bergerak menuju pencapaian dan tujuan yang lebih tepat, sehingga
dari waktu ke waktu dapat eksis dan berkemajuan yang berkelanjutan.
3. Keseimbangan
jasmani dan ruhani, pertautan keseimbangan jasmani dan rohani, dengan harapan
kita dapat menjadi orang muslim yang kaffah. Berdaya di hadapan sesama manusia
dan kemampuan berbhakti berdasarkan penilaian Ilahi.
4. Pertautan
individu dengan masyarakat, disadari bahwa masyarakat adalah tempat individu
menyatakan keberadaannya. Tanpa masyarakat individu akan melemah dan tujuan
hidup menjadi tidak terarah. Sosialisasi kita umat muslim di masyarakat
hendaknya semakin dapat mengangkat pribadi-pribadi yang tangguh, berkualitas,
professional, bertujuan yang jelas atas dasar iman, Islam dan ikhsan.
5. Kreativitas
individu perlu dikembangkan, karena dengan kreativitas manusia dapat melepaskan
diri dari keterbatasan dan dapat menembus waktu berguna dan bermanfaat baik
bagi dirinya, masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
6. Peran
intelek dan intuisi, dalam mengembangkan dakwah ini diharapkan selalu
mengedepankan peran ilmu pengetahuan, intuisi yang sumbernya meliputi ayat-ayat
qouliyqh, fi’liyah dan kauniyah. Dengan demikian akan senantiasa tertuntun
dalam lingkaran buah kecerdasan yang aplikatif, dan kebaikan lintas batas yang
dapat dirasakan oleh semua pihak.
7. Dakwah
kita membidik pembentukan watak, karakter, karena dengan identitas itu menjelma
kekuatan untuk menjalankan berbagai kebaikan dan kekuatan yang tangguh, guna
menghilangkan berbagai kelemahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan individu
dan umat Islam untuk masa yang akan datang.
8. Berani
berinvestasi terhadap program untuk dua puluh tahun ke depan. Hal ini menjadi pilar penguat perjalanan model
dakwah islamiyah yang sedang kita jalankan saat ini, baik yang bersifat
kompetensi individual maupun social keagamaan agar selalu berhasil menghadapi
problematika zaman secara solutif, dan inovatif.
Dalam perkembangannya Mushola Jabal Nur,
setiap pergantian kepengurusan nampak terjadi berbagai pembenahan, misalnya,
teras, sayap kanan, sayap kiri, TK Mentari Nusa, betapa pun renovasi itu tidak
total, namun kian mempercantik kondisi riil lingkungan Mushola Jabal Nur. Hal
ini menunjukkan adanya dinamika pada setiap kepengurusan, baik secara fisik
maupun pembenahan non fisik. Kerjasama yang baik antara sesepuh dan pinisepuh
dengan aktivis pegiat kegiatan, jamaah, masyarakat, lingkungan, dan pemerintah yang
dilakukan secara koordinatif, informatif, serta inisiasif, merupakan
modal yang sangat besar dalam rangka pengelolaan dan pola pengembangan Mushola
Jabal Nur dan Yayasan lainnya.
Kepengurusan
selanjutnya dipegang oleh H. Imam
Muhayat, Wakil Ketua Bapak Sartono dan Sekretaris, Bapak Bambang Setyarno, Edy
Surya . Bendahara dipegang oleh Bapak Drs. H. Sholahuddin. Dengan Penasehat:
Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto, Bapak Dwi Sutoyo, dan Bapak
Sartono. Pergantian itu terjadi pada tanggal 10 Oktober 2004 hingga saat ini.
Pada kepengurusan ini mendapat amanah mengadakan renovasi total bangunan Mushola Jabal Nur. Tidak
pernah kami lupakan pertama motivasi besar dari keluarga H. Farhan, Galih
Fauzan. Disusul motivasi Keluarga Besar Masjid Agung Ibnu Batutah, H. Qomari,
H. Husnan Hilmi, H. Abdul Malik, dan mohon maaf tidak dapat disebutkan satu
persatu. Semuanya bersama empati dengan renovasi yang saat itu dikomandani oleh
H. Susiono, dengan prakarsa operasional dipegang oleh H. Imam Muhayat, dkk.
Adapun
seksi-seksi dalam kepengurusan tersebut sebagai
berikut:
1. Seksi
Dakwah/Ibadah: H. Kemas Ali Hanafiah, Subiyanto, Nasikhin, Bapak H. Slamet, H. Mujib.
2. Seksi
Pendidikan: Drs. H. Susilo, Nawawi, Ibu Susiono.
3. Seksi
RKI: Bapak Nur Cahyo, Bapak Zaenuddin. Bapak Juwari.
4. Muslimah:
Hj. Affandi, Hj. Susiono, Hj. Budi Pranowo.
5. Seksi
Remaja/Kesenian: Nurul Hadi,
Marjadi, Didik, Ali Mahfud, Ibu
Zaenuddin.
6. Seksi
Usaha-Sarana Prasarana: H. Qomari, Nanang, Suyamto, Galih Fauzan, H. Maeson.
Bapak Syaefudin Z, Bapak Sigit, Bapak Antok.
7. Si
Humas: Bapak Sunarto. H. Moh Ma’ruf, Muhlisin. Bapak Misdar.
Dari data
historis yang dapat di kumpulkan dan kondisi obyektif yang ada di Mushola Jabal
Nur, dan lainnya hampir mendekati empat windu ini, maka dapat disimpulkan
banyak hal yang perlu dibenahi dalam system pemprograman, pengelolaan, dan
system menajerial yang baku sebagai acuan untuk melangkah yang lebih tepat
dalam pengelolaan Mushola Jabal Nur dan lainnya. Diantaranya adalah mengenai update
Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani, profil yang otentik tentang keberadaan
Yayasan Roudhatul Ilmil Qur’ani, system penerapan kebijakan yang harus tertata
rapi, sistim inventarisasi asset yang ada pada Yayasan, Mushola dan Unit-unit
lainnya. Dan kemudian dapat dibukukan secara rapi dalam bentuk buku sehingga
dapat menjadi pegangan, acuan, dan lebih penting sebagai media sosialisasi
keberadaan Yayasan dan Mushola Jabal Nur
yang dapat diketahui dan dikaji sebagai media penyebaran ilmu dan
amaliyah. Tentu validasi keberadaan Jabal Nur, dan yayasan lainnya sangat
prospektif untuk perjalanan ke depannya. Karena itu, “Hanya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
B. Fokus Penelitian
Yayasan adalah merupakan organisasi yang berada di tengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu keberadaan yayasan tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan masyarakat di mana yayasan itu berada. Keberadaan organisasi ini
sangat dibutuhkan dalam mengemban tugas mengarahkan masyarakat dan generasi
penerus ke arah tindakan yang bersifat religius, positif, edukatif, dan
produktif serta senantiasa berada dalam kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai
agama Islam di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kenyataan yang sering terjadi pada organisasi yang berafiliasi dengan
keagamaan menyangkut eksistensinya, banyak yayasan belum menunjukkan visi dan
misi serta tujuan dalam perannya yang potensial bagi peningkatan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan, baik mental spiritual maupun material konseptual dalam proses pembangunan. Sehingga
eksistensi organisasi yayasan belum mendapatkan posisi yang optimal dalam
kedudukannya sebagai wadah pengembangan keumatan untuk berpartisipasi secara
langsung dalam proses pembangunan nasional.
Karena itu, yayasan Roudhatul Itlmil Qur’ani dan di Yayasan Masjid Agung
Ibnu Batutah Nusadua, dan yayasan Masjid Al-Fattah, Bali, dapat diarahkan
secara langsung dalam pengembangan dakwah di seputaran Kecamatan Kuta Selatan.
Diharapkan dapat menjadi teladan dan payung pengarahan dalam pengembangan
nilai-nilai keagamaan Islam yang dimanage dengan baik dan hasilnya dapat
dirasakan oleh semuanya.
Keberhasilan yayasan tidak hanya mampu merealisasikan segenap fungsinya
sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya
dengan lebih menekankan pada kreativitas anggotanya sehingga mampu menumbuhkan
berbagai macam prestasi. Dari kenyataan yang dihadapi oleh yayasan ini, maka
akan dirumuskan fokus penelitian ini yang disusun dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah manajemen aplikatif sudah terlaksana pada yayasan Raudhatul Ilmil
Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah
tempat penelitian dilakukan?
2. Sudah fungsionalkah peranan pengurus yayasan selaku motor penggerak
untuk kelancaran aktivitas-aktivitas yayasan tempat penelitian dilakukan?
3. Bagaimana peranan pemerintah di dalam membina maupun mengarahkan yayasan
tempat penelitian dilakukan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian adalah suatu upaya
untuk mengungkapkan realita empirik melalui fenomena-fenomena yang terjadi di
tengah-tengah kehidupan. Menurut Mukayat D. Brotowijoyo (1991: 2), bahwa
penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi fenomena problematik.
Penelitian adalah way of thinking, cara berfikir, dan pelaksanaannya memerlukan Flow of
Thought, alur berfikir yang logis mantik, alur berpikir yang logis mantik
itu mutlak bagi seorang ilmuan, alur berpikir mantik itu disebut berfikir
secara ilmiah, sehingga ucapan dan tulisannya jelas benang merahnya. Sedangkan
Sofian Effendi (1987: 13) mengatakan, “bahwa tujuan pokok penelitian sosial
adalah upaya menerangkan fenomena sosial dalam usahanya memahami fenomena
dengan cara menghubungkan fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.”
Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor indikatif manajemen yang dapat
memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan tempat penelitian dilakukan.
2. Menjawab permasalahan yang dihadapi pengurus yayasan yang dijadikan
perbandingan dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan landasan untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi yayasan secara keseluruhan.
3. Mendapatkan informasi yang signifikan peranan pemerintah dalam yayasan
ini dan implikasi riil dalam pembangunan nasional.
4. Untuk keperluan Imam Muhayat untuk diskusi akademik Program Doktor
Manajemen Pendidikan Islam di UIN Malang.
D. Kajian Pustaka
Esensi manusia sebagai makhluk sosial, ialah
kecenderungannya untuk tidak dapat melepaskan diri dari individu yang lainnya.
Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai macam
kebutuhan yang perlu dipenuhi. Untuk dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan tersebut maka ia
tidak dapat memenuhinya sendiri-sendiri. Karena itu memerlukan orang lain di
dalam pemenuhan kebutuhannya dengan upaya-upaya penggalangan kerjasama.
Kerjasama yang dilakukan tersebut tidak hanya sebatas
pada pemenuhan kebutuhan, tetapi hal ini terus mengalami perkembangan sejalan
dengan kemajuan zaman dan peradaban, kemudian kerjasama yang dilakukan menjadi
lebih luas dan kompleks sehingga membentuk kesatuan dan akhirnya menjadi
kelompok-kelompok atau yang dikenal dengan organisasi.
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup
bermasyarakat tidaklah bisa lepas dari keterkaitan dengan organisasi secara
langsung maupun tidak langsung. Sehingga tidak heran hampir setiap orang
melebur diri masuk menjadi anggota ke dalam kelompok atau organisasi. Ikut
sertanya seseorang ke dalam suatu organisasi sudah tentu didorong oleh maksud
atau tujuan yang ingin diperoleh, baik itu tujuan yang bersifat material maupun
spiritual. Herbert G. Hicks dalam Sutarto (1977: 9) mengemukakan: “Seseorang
bergabung atau tinggal sebagai anggota kelompok karena mengharapkan bahwa
kelompok akan membantu beberapa fungsi atau tujuannya”:
1. Kelompok atau organisasi sering dipakai untuk memecahkan masalah
ekonomi, militer, dan masalah-masalah lainnya.
2. Orang mungkin juga masuk kelompok karena kebutuhan-kebutuhannya diterima
dan mencegah kesepian dan kebutuhan keagamaan, famili dan kelompok-kelompok
lain sering membantu kebutuhan ini.
3. Demikian pula kelompok dapat memberikan bantuan pada waktu orang
mendapat atau menjumpai kesulitan atau kesusahan.
4. Kelompok dapat memberikan tujuan dan nilai hidup yang lebih bernilai,
norma, prilaku, dan kesetiaan kelompok.
5. Kelompok sosial, kerja dan bermacam-macam kelompok lainnya memberikan
prestige, status, dan pengakuan.
6. Kelompok dengan kehidupan mereka, memberikan kesempatan orang untuk
memuaskan kebutuhannya dengan berbagai cara.
7. Perasaan keamanan seseorang sering dimanfaatkan dari kelompok jika
mereka mengurangi kecemasan orang dengan memberi dukungan dan perasaan
diikutsertakan.
8. Kadang-kadang kelompok membantu memberikan terapi tatkala memecahkan
masalah-masalah pribadi.
Dengan demikian, jika seseorang telah bergabung ke
dalam organisasi, maka secara tidak langsung anggota-anggota yang lain
membantunya dalam rangka pencapaian tujuan sehingga terjadi suatu interaksi
saling timbal balik. Melalui interaksi timbal balik ini pula akan tercipta
suatu kerja sama di kalangan anggota-anggota tersebut yang kemudian kita kenal
dengan organisasi. Sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Victor A Thompson dalam Miftah Thoha (1984, 123):
“An Organization is a highly rationalized an
impersonal integration of large number of specialist cooperating to achieve
some announced specific objective.”
“suatu organisasi adalah suatu integrasi dari
spesialis-spesialis yang bekerja sama sangat rasional dan impersonal untuk
mencapai beberapa tujuan khusus yang telah disepakapi sebelumnya.”
Selanjutnya James D. Mooney (1947) dalam Sutarto
(1991: 22) merumuskan pengertian organisasi:
“organization is the form every human association for
the attainment of the common purpose” (organisi adalah setiap bentuk
perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.)
Jadi terbentuknya organisasi didasari atas terjadinya
kerjasama, serta adanya tujuan yang
ingin dicapai dan tentunya kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh
anggota-anggota tersebut merupakan kerjasama yang teratur terpolakan, serta
terkoordinasikan seperti yang dikatakan oleh Chester Barnard (1982: 123). “an
organization is a system of consciously coodinated personal activities or
forces of two or more persons.” (suatu organisasi adalah suatu sistim dari
aktivitas-aktivitas orang yang terkordinasikan secara sadar atau
kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih).
Dari ketig pengertian di atas dapat diketahui bahwa
terdapatnya perspektif yang berbeda dalam melihat organisasi. Thompson
merumuskan organisasi dengan menekankan pada tingkat rasionalitas dalam usaha
kerjasama tersebut. Sedangkan Bernard menentukan sistim kerjasama yang
terkordinasikan secara sadar. Banyal lagi rumusan tentang organisasi, dari
sekian banyak definisi, kalau disimak lebih teliti maka letak perbedaan maupun
persamaannya terletak pada masing-masing perspektif yang merumuskannya. pada intinya adalah organisasi adalah
merupakan suatu sistim kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan bersama. Karena itu di dalam organisasi, terkandung tiga unsur pokok
yaitu: Himpunan orang, adanya kerjasama, pencapaian tujun bersama (Soekarno,
1983: 77).
Ketiga pokok tersebut tidak berdiri sendiri melainkan
terkait sebagai suatu bulatan, sehingga dalam pengertian organisasi digunakan
suatu sistim yang mengandung arti kebulatan dari berbagai faktor yang terkait
oleh berbagai asas tertentu, hal ini ditegaskan oleh Soetarto (1982: 36)
sebagai berikut:
“Organisasi
adalah sistim saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk
mencapai tujuan”.
Dengan demikian terbentuknya
organisasi didasari adanya tujuan yang ingin dicapai dan tujuan tersebut akan
dapat tercapai bila dilakukan melalui hubungan kerjasama diantara orang-orang
yang ada dalam organisasi. Bila tujuan yang menjadi sasaran organisasi itu
tercapai maka dapat dikatakan bahwa
organisasi itu berhasil attiau efektif. Efektivitas organisasi dapat
diukur dari tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya (Etzioni: 1982,
123.) sedangkan Steers 1985: 205 mengungkapkan bahwa: efektivitas organisasi
mencapai tujuan operasi dan tujuan operasional, dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada. Kemudian Bernard dalam Etzioni (1982: 12) bahwa yang dimaksud dengan
efektivitas kerja sama adalah dicapainya sasaran atau tindakan kerjasama yang
dialami.
Dari ketiga pendapat tersebut
dapatlah diketahui bahwa suatu kerjasama atau organisasi dapat dikatakan
efektif atau berhasil apabila dapat mencapai sasaran dan tujuan dari adanya
kerjasama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Sebagaimana yang ditegaskan
oleh Wibawa (1992: 24):
“efektiktivitas
itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari sudut sejauh mana suatu
organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya
mencapai tujuan organisasi.”
Jadi organisasi itu dikatakan
berhasil bila mampu mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan secara maksimal. Seperti halnya Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani
dengan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah seharusnya mampu mengolah dan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada selama ini. Hal ini sesuai fungsi
kedua Yayasan tersebut di atas yaitu:
1.
Menanamkan
pengertian, meningkatkan kesadaran, dan selalu dapat menumbuhkan kualitas
jamaah,baik dari segi intrinksik dan ekstrinksiknya.
2.
Memupuk
kreativitas generasi muda dan mendidik mereka untuk dapat mengemban tanggung
jawab sosial, kemasyarakatan, serta membina usaha-usaha kesejahteraan sosial
yang bersifat rekreatif, kreatif, ekonomis produkatif, dan kegiatan praktis
lainnya sesuai dengan lingkungan.
3.
Melaksanakan
usaha-usaha pencegahan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba serta aktif
dalam kegiatan pembauran bangsa di kalangan generasi muda.
4.
Memelihara dan
memupuk kebersamaan dan kesetiakawanan sosial serta mengambangkan dan
mewujudkan harapan serta cita-cita generasi muda (Depsos RI, 2010).
Jika hal ini dihubungkan
dengan kenyataan yang terjadi dengan Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dengan
Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah maka fungsi-fungsi yayasan dapat terealisasi dengan baik. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa kedua yayasan tersebut adalah merupakan yayasan yang berhasil dan
efektif.
Bertitik tolak dari beberapa
argumentasi di atas, maka dalam studi ini tingkat pencapaian tujuan yayasan
dapat dilihat dari:
1.
Tingkat keberhasilan
pelaksanaan kegiatan.
2.
Tingkat
keberhasilan memperoleh sumber daya.
Keberhasilan atau efektivitas suatu organisasi tidak
dapat dicapai dengan begitu saja, tetapi sangat ditentukan oleh orang-orang
yang ada di dalam organisasi itu sebagaimana yang dikemukakan oleh Moenir
(1985: 57) sebagai berikut:
“Tidak disangsikan lagi bahwa peranan manusia dalam
organisasi sangat menentukan oleh karena itu hidup matinya organisasi
semata-mata tergantung pada manusia.”
Apa yang diungkapkan oleh Moenir menjadikan semakin
dapat diketahui bahwa maju mundurya atau perkembangan organisasi sangat
ditentukan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Demikian
halnya dengan kedua Yayasan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu organisasi
dan mempunyai tujuan serta sasaran, dalam pencapaian tujuan serta sasaran
sangat ditentukan oleh anggota-anggota yang ada pada organisasi tersebut.
Organisasi tidak akan berjalan jika anggotanya orang
yang tidak melakukan aktivitas, hal ini
telah ditegaskan oleh Miftah Thoha (1983:
33). Yaitu:
“Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi
yang amat penting, karena merupakan salah satu faktor dan pendukung
organisasi”.
Dengan mengacu pada pendapat tersebut dapatlah
diketahui bahwa peranan manusia yang ada di dalam suatu organisasi merupakan
dimensi yang potensial bagi kelancaran aktivitas organisasi. Segala kegiatan
atau aktivitas organisasi tidak akan tercapai bila tidak ada orang yang
melakukannya. Seperti halnya organisasi dalam Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani
dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah sangat ditentukan keberhasilannya pula
oleh orang-orang yang ada di dalamnya, orang yang dimaksud tersebut adalah
pengurus kedua Yayasan tersebut dan anggota tetap maupun tidak tetap dalam
komunitas yang ada di suatu yayasan.
Segala aktivitas yang mengarahkan pada pencapaian
tujuan organisasi tidak dapat terlaksana dengan baik jika orang yang
melakukan aktivitas tersebut tidak
memiliki potensi, kemampuan, kesanggupan tersebut merupakan faktor yang sangat
penting bagi seseorang di dalam melaksanakan tugas, pekerjaannya. Demikian
halnya dengan pengurus Yayasan yang memiliki fungsi sebagai motor penggerak
yayasan maka orang-orang yang duduk di kepengurusan organisasi tentunya harus
memiliki kemampuan manajerial yang memadahi, agar organisasi ini dapat berhasil
mencapai tujuan yang ditetapkan. Disamping itu partisipasi partisipasi anggota
juga sangat menentukan keberhasilan organisasi ini. Segala aktivitas dan
program yang dilaksanakan tidak akan dapat terealisasikan dengan baik bila para
anggota tidak mau turut berpartisipasi, bahkan partisipasi anggota turut
menentukan keberhasilan yayasan dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti yang
ditegaskan oleh Sunardi (1988: 5), bahwa ada beberapa faktor organisasional
yang memengaruhi keberhasilan organisasi yayaidusan dalam menjalankan segenap
fungsinya yakni:
“Sebagai organisasi yang hidup di tengah-tengah
masyarakat, yayasan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik yang berasal
dari dalam yayasan itu sendiri, yakni ketertiban organisasi, kemampuan
kepemimpinan pengurusnya, aktivitas dan partisipasi segenap anggotanya maupun
faktor-faktor dari luar organisasi antara lain berbagai dukungan baik dari
pemerintah, maupun masyarakat setempat dengan para tokoh-tokohnya serta
organisasi sisial lainnya yang berada dalam lingkungan tempat beroperasinya
yayasan tersebut.”
Sedangkan Abdul dan Untung ( 1988: 5) mengemukakan
sebagai berikut:
“berbicara mengenai keberhasilan yayasan dalam
mengemban fungsinya, terdapat dua kelompok variabel ang memengaruhinya yakni
kondisi organisasi, menyangkut personalia kepengurusan, manajemen, sarana dan
prasarana penunjang organisasi, berbagai bentuk dukungan baik dari pemerintah
maupun dari masyarakat, partisipasi anggota, potensi alam, manusia maupun
sosial yang memungkinkan untuk digali dimanfaatkan dan dikembangkan bagi
segenap kegiatan yayasan baik yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif maupun
ekonomis produktif.”
Dari kedua pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa
faktor yang sangat potensial memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan adalah
faktor-faktor kualitas manajerial
pengurus karang taruna, partisipasi anggota serta dukungan pemerintah.hal ini
ditegaskan oleh pendapat Sri Harmini (1988): Agar yayasan berhasil berfungsi:
1.
Pengurus yang
bermental pengabdi dan berdedikasi tinggi, berpengatahuan luas dan mempunyai
kemampuan yang memadahi terutama dalam berorganisasi.
2.
Anggota yang
berperan serta secara aktif.
3.
Dukungan dari
pemerintah atau dari masyarakat setempat yang diwujudkan melalui motivasi
bantuan atau berbagai kemudahan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas adalah beralasan mengatakan bahwa keberhasilan
yayasan dipengaruhi oleh faktor-faktor kualitas manajerial pengurus yayasan,
partisipasi anggota dan dukungan dari pemerintah. Sedangkan faktor-faktor yang
lain seperti kondisi organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam adalah
merupakan faktor pendukung. Berikut akan dijelaskan mengapa faktor-faktor
tersebut dikatakan sebagai faktor pendukung bagi keberhasilan yayasan:
Faktor ketertiban organisasi adalah merupakan suatu
keadaan yang menyangkut kelancaran aktivitas organisasi. Organisasi dapat
dikatakan tertib bila aktivitas yang dilakukan berjalan secara teratur sesuai
dengan ketentuan atau kebijaksanaan organisasi yang telah ditentukan. Ketertiban
dapat terganggu bila di dalam organisasi tersebut sering terjadi konflik baik
konflik itu antar pengurus, konflik antar pengurus dengan bawahan, karena itu
kemampuan pengurus dan partisipasi anggota sangat penting di dalam menjaga
ketertiban organisasi. Artinya, bila pengurus organisasi memiliki kemampuan
untuk mengelola konflik tersebut ke arah pencapaian tujuan maka konflik
tersebut tidak akan mengganggu kelancaran aktivitas organisasi dan partisipasi
anggota dapat dimanfaatkan bahkan dengan kecermatan, kepiawaian, dan
ketrampilan pemimpin dapat dengan baik mengendalikan konflik. Jadi jelaslah
bahwa ketertiban organisasi dapat tercapai apabila pengurus mempunyai kemampuan
untuk mengarahkan terciptanya ketertiban organisasi:
Faktor Sarama dam Prasarana
Hal ini merupakan penunjang bagi kelancaran aktivitas
suatu organisasi, segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi bila tidak
ditunjang oleh peralatan yang memadahi maka otomatis aktivitas yang dilakukan
oleh organisasi tidak berjalan dengan lancar. Tetapi hal ini bukanlah merupakan
hambatan yang berarti bagi keberhasilan organisasi yayasan karena jika
kepengurusan mempunyai kemampuan dan didukung oleh partisipasi anggota serta
adanya dukungan dari pihak pemerintah maupun masyarakat di mana organisasi itu
berada maka sarana dan prasarana yang kurang dapat diupayakan keberadaannya.
Faktor Potensi Alam
Faktor ini adalah merupakan sutu aset yang dapat
membantu keberhasilan organisasi, segala jenis usaha atau pun aktivitas
organisasi tidak bisa berjalan lancar bila potensi alam yang dimiliki tidak
mendukung, bahkan potensi alam bisa menjadikan suatu hambatan bagi kelancaran
segala aktivitas organisasi.
Namun kenyaaannya bila potensi alam di mana organisasi
itu berada memadahi tetapi tidak didukung oleh kemampuan pengurus dan
partisipasi anggota di dalam memanfaatkan potensi tersebut maka potensi itu
tidak dapat dimanfaatkan bagi segenap aktivitas organisasi.
Jadi jelaslah bahwa faktor-faktor: ketertiban
organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam merupakan faktor pendukung
bagi keberhasilan organisasi yayasan. Sedangkan faktor-faktor yang sangat
dominan bagi keberhasilan suatu organisasi
yayasan adalah: kualitas manajerial pengurus yayasan, partisipasi
anggota dan dukungan dari pemerintah atau masyarakat. Berikut akan dijelaskan
mengapa faktor-faktor tersebut sangat dominan bagi keberhasilan yayasan.
1.
Kualitas
Manajerial Pengurus
Suatu organisasi yang baik adalah organisasi yang
mempunyai struktur kepengurusan, sehingga dalam pelaksanaan aktivitasnya
mempunyai fungsi-fungsi tugas yang jelas. Karena pengurus adalah motor
penggerak bagi kelancaran aktivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Fungsi
pengurus sebagai motor penggerak kelancaran aktivitas organisasi maka
pengurus-pengurus tersebut harus
mempunyai kemampuan yang memadahi agar mereka mampu menjalankan tugas dan
fungsinya masing-masing, karena bergerak tidaknya organisasi ke arah pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sangat
tergantung atas kemampuan manusia yang
ada dalam organisasi yang bersangkutan untuk menggerakkan ke arah yang telah
ditetapkan (Siagian: 1976, 20), kemampuan menurut Prajudi Atmosudirdjo (1973:
124) adalah merupakan kekuatan mental,
kekuatan untuk memenuhi kebutuhan dari pada situasi atau kondisi. Kemudian
Hayel (1985: 102) berpendapat bahwa kemampuan menunjukkan untuk melakukan
pekerjaan. Dari kedua pendapat di atas dapat diketahui bahwa
kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk perbuatan atau pekerjaan. Senada dengan hal
ini Nayono (1978: 19) lebih tegas dalam hubungannya organisasi adalah
berpendapat bahwa, “Kemampuan adalah tersedianya modal, kecakapan, ketangkasan,
keterampilan atau modal lain yang menjadikan anggota itu dapat berbuat banyak
bagi organisasi.”
Jadi
kemampuan merupakan potensi untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan yang
berkaitan dengan organisasi. pengurus yayasan adalah mereka yang ditunjuk untuk
menjalankan fungsi-fungsi organisasi yang berkedudukan sebagai motor penggerak
yayasan atau sebagai pemimpin yang mengkoordinasikan, memberikan dorongan,
mengarahkan anggota ke arah pencapaian tujuan organisasi, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dalton Mc. Farland dalam Handayaningrat (1981: 64) yaitu: Leadership
as the process by which an executive imaginatively direct, guides, or
influences the work of others, in choosing and attaining particular ends.”
(Kepemimpinan sebagai suatu proses di mana pemimpin digambarkan akan memberikan
perintah, pengarahan, bimbingan atau memengaruhi pekerjaan orang lain dalam
memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan).
Dengan
demikian peranan pemimpin sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian
tujuan, hal ini disebabkan seorang pemimpin harus mampu memengaruhi dan
sekaligus mendorong bawahannya untuk melaksanakan usaha dalam rangka mencapai
tujuan. Disamping itu seorang pemimpin sangat penting bagi pengarahan dan
pendorong bagi aktivitas-aktivitas anggota, maka pemimpin itu mempunyai fungsi
dan kecakapan seperti yang dikemukaan oleh Handayaningrat (1981: 85), bahwa
fungsi dan kecakapan pemimpin dapat
diuraikan antara lain sebagai berikut:
a.
Mengetahui
bidang tugasnya.
b.
Peka atau
tanggap terhadap keadaan lingkungan.
c.
Melaksanakan
hubungan antar manusia, Human relation dengan baik.
d.
Mampu melakukan
hubungan kerja, komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar.
e.
Mampu melakukan
koordinasi.
f.
Mampu mengambil
keputusan yang cepat dan tepat.
g.
Mampu mengadakan
hubungan masyarakat.
Mengetahui bidang tugasnya, pemimpin harus mengetahui bidang tugas
masing-masing, misalnya pemimpin tingkat atas harus mengetahui kebijaksanaan
yang telah digariskan dalam pencapaian tujuan organisasi, conceptual skill.
Sedangkan pemimpin tingkat bawah yang diperlukan adalah teknik pelaksanaan
pekerjaan, technical skill.
Peka dan tanggap terhadap keadaan lingkungan. Pemimpin
harus peka dan tanggap terhadap situasi, kondisi setempat misalnya keadaan
anggotanya, peralatan dan prasarana, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat,
serta masalah-masalah yang dihadapi.
Melakukan hubungan antar
manusia yang baik, sebagaimana diketahui bahwa unsur manusia adalah yanng menentukan berhasilnya pencapaian tujuan
organisasi. oleh karena itu perlu dibina hubungan antar manusia yang
sebaik-baiknya, sehingga merupakan suatu tim yang dapat bekerja sama dengan
penuh kesadaran diantara mereka tanpa paksaan apa pun.
Mampu mengadakan hubungan kerja, komunikasi dengan
baik ke dalam maupun ke luar. Oleh karena setiap pekerjaan tidak mungkin
dilaksanakan sendiri-sendiri tanpa kerjasama dengan orang-orang atau unit-unit
yang lain, maka diperlukan hubungan kerja, baik di dalam organisasi maupun di
luar organisasinya. Hal ini diperlukan kemampuan pimpinan untuk mengadakan
pendekatan baik yang bersifat interdisipliner, multifungsi maupun yang bersifat
lintas sektoral.
Mampu melakukan koordinasi di dalam suatu organisasi
yang kompak, di mana banyak terdapat pengkhususan dari berbagai kegiatan
pekerjaan, maka diperlukan pimpinan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan
agar tercapai adanya kesatuan usaha atau tindakan dalam mencapai tujun
organisasi.
Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Segala
macam masalah yang dihadapi oleh organisasi perlu diselesaikan secara cepat dan
tepat, bila tidak ada keputusan berarti akan menghambat pelaksanaan pekerjaan
organisasi itu. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang mampu mengambil
keputusan yang cepat dan tepat agar tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan
organisasi.
Mampu mengadakan hubungan masyarakat, public
relation. Seorang pimpinan harus mampu memberikan informasi dan meyakinkan
masyarakat di luar organisasinya. Sehingga apabila organisasi melakukan
kegiatan akan mudah mendapat dukungan atau bantuan dari masyarakat.
Ketujuh fungsi kepemimpinan tersebut merupakan hal
yang potensial bagi keberhasilan organisasi, seperti halnya dengan yayasan
dimaksud, maka peranan pengurus selaku motor penggerak sangatlah penting,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad Sudiyar dan Achmadi Jayaputra (1984):
bahwasanya sebagai motor penggerak organisasi yayasan, maka pengurus yayasan
harus memenuhi beberapa kriteria dalam rangka mengarahkan dan menggerakkan
segenap anggota yayasan terutama melalui koordinasi serta motivasi demi
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yaitu:
a.
Aktif dalam
setiap kegiatan organisasi.
b.
Mempunyai
kemampuan bekerja sama.
c.
Mempunyai
kemampuan koordinasi dan motivasi.
d.
Tidak lamban.
e.
Menguasai
pendekatan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian pengurus yayasan sebagai penggerak
yayasan haruslah memiliki kualitas manajerial yang baik, sehingga mampu
merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan dalam fungsi-fungsinya
merencanakan, mengorganisasi, mengatur, dan mengendalikan segenap kegiatan
yayasan dalam mencapai tujuannya.
Dari beberapa argumentasi yang telah dikemukakan
kiranya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa faktor kualitas manajerial
pengurus memengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan yayasan, karena kualitas
manajerial pengurus adalah merupakan indikasi dari kemampuan yang dimiliki
pengurus dalam melaksanakan segenap fungsinya sebagai motor penggerak
organisasi, semakin baik kualitas manajerial maka tingkat pencapaian tujuan
atau kegiatan semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam studi ini,
kualitas manajerial pengurus yayasan akan diukur dari: a. Dimensi proses
pengambilan keputusan dalam penentuan kegiatan yayasan tersebut. b. Intensitas
koordinasi kegiatan yang dilaksanakan. c. Intensitas pemotivasian dan
pengarahan anggota dalam setiap pelaksanaan kegiatan yayasan. d. Daya tanggap
pengurus terhadap lingkungan di mana yayasan berada. Intensitas hubungan antar
manusia.
2. Partisipasi Anggota
Suatu organisasi yang memiliki aktivitas-aktivitas
tentuya tidak akan mencapai sasaran atau tujuannya, jika aktivitas atau
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus tidak akan berhasil bila tidak
dapat ditopang oleh segenap anggota organisasi tersebut. Jadi kegiatan-kegiatan
organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sangat ditentukan oleh
adanya partisipasi anggota.
Partisipasi adalah merupakan sikap untuk ikut serta
merencanakan, malaksanakan dan mengawasi suatu aktivitas (dalam Wibawa, 1992:
57). Partisipasi anggota adalah sikap yang diambil oleh anggota untuk ikut
menunjang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi, bahkan
partisipasi merupakan keikutsertaan anggota dalam setiap pelaksanaan
pengawasan, dalam menguasai alat dan memelihara alat, karena itu partisipasi
adalah merupakan keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam suatu situasi
kelompok sehingga seseorang terdorong untuk membantu merealisasikan
tujuan-tujuan kelompok dan mau menerima tanggung jawabnya (Ibid.,1992: 57).
Dari data tersebut jelaslah bahwa partisipasi lebih
merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri individu atau anggota untuk
merasa bertanggung jawab atas kelancaran atau keberhasilan kegiatan yang
dilaksanakan oleh organisasi.
Partisipasi adalah sikap positif yang ditimbulkan
anggota suatu organisasi terhadap kegiatan organisasi di mana ia bergabung.
Karena partisipasi merupakan sikap terhadap kegiatan atau di organisasi, maka partisipasi dapat juga
dilihat dari keterikatan anggota terhadap organisasi. artinya semakin terikat
seseorang terhadap organisasi, maka ia akan cenderung untuk mendukung segala
kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut sebagaimana yang dikatakan
Steers (1985: 136): keterikatan, komitmen adalah merupakan peristiwa di mana
individu sangat tertarik pada (mempunyai keikatan terhadap) tujuan, nilai-nilai
dan sasaran organisasi. keikatan lebih hanya sekadar keanggotaan, keikatan
meliputi sikap yang menyenangkan dan adanya kesediaan seseorang untuk
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
memperlancar tujuan dan keterikatan
tinggi akan menyumbang banyak bagi pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya Porter dan Smith ( 1970) dalam Steers
(1985: 142) mendefinisikan keikatan terhadap organisasi sebagai: “Sifat
hubungan-hubungan seseorang individu dengan organisasi yang memungkinkan
seseorang yang mempunyai keikatan yang tinggi akan memperlihatkan:
a.
Keinginan yang
kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.
b.
Kesediaan untuk
berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.
c.
Kepercayaan akan
dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Dari kedua pendapat tersebut semakin dapat dicermati
bahwa semakin terikatnya seseorang terhadap suatu organisasi adalah merupakan
indikasi adanya keinginan seseorang untuk berpartisipasi terhadap kegiatan
organisasi, agar organisasi itu mencapai sasaran atau tujuannya.
Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi keikatan
seseorang terhadap organisasi menurut Steers (1985: 143) adalah:
a.
Ciri pribadi
seseorang termasuk masa jabatannya, seperti kebutuhan untuk berprestasi.
b.
Ciri
pekerjaannya seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan
seorganisasi.
c.
Pengalaman kerja
seperti keterandalan organisasi yang terlihat di masa lampau dan cara mereka
memperbincangkan dan mengutarakan perasaan mereka mengenai organisasi.
Dengan uraian ini jelaslah bahwa keterikatan
seseorang pada organisasi akan
menunjukkan pada tingkatan partisipasi yang diberikan seseorang pada organisasi
sebagaimana yang ditegaskan oleh March dan Simon (1988) dalam Steers (1985: 145)
bahwa: “Seseorang yng benar-benar menunjukkan keikatan terhadap tujuan dan
nilai-nilai organisasi mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar untuk
menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka partisipasi anggota
yayasan akan diukur dari:
a.
Dukungan anggota
terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan.
b.
Keikutsertaan
anggota untuk mengawasi dan memelihara
peralatan yang dimiliki organisasi.
Dan keterikatan anggota terhadap organisasi akan
diukur dari:
a.
Keinginan
anggota untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi.
b.
Kepercayaan
anggota dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
c.
Keinginan
anggota untuk lebih berprestasi.
d.
Keinginan
anggota untuk berinteraksi.
e.
Sikap dan
pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi.
3. Dukungan Pemerintah
Agar organisasi yayasan dapat dan terus melaksanakan
aktivitasnya maka yayasan sebagai wadah untuk memberdayakan umat dapat
mengembangkan kreativitas dan partisipasinya, maka organisasi ini harus
mendapat dukungan dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Dukungan yang diberikan pemerintah adalah merupakan
faktor penentu bagi kelancaran aktivitas
yang dilakukan yayasan. Hal ini sesuai dengan fungsi yayasan kelembagaan
pengembangan umat bersama-sama dengan pemerintah membina dan mengarahkan
masyarakat dan generasi mudanya ke arah kegiatan yang positif dan yang lebih
produktif.
Dukungan yang sifatnya menunjang akan membantu
pelaksanaan operasi program dan kegiatan yayasan dimanifestasikan melalui
berbagai bentuk bantuan, baik berupa pengarahan, stimulasi dana maupun
fasilitas lainnya. Dan dukungan tersebut tidak seluruhnya berupa dana atau uang
tetapi dapat juga berupa peralatan, peminjaman fasilitas sarana perkantoran,
peminjaman tanah, dan bentuk legalisasi, informasi, penggerakan dan pengerahan
masa serta berbagai fasilitas lainnya yang diharapkan mampu menunjang
kelancaran pelaksanaan segenap program yang telah direncanakan (Sri Setiti:
1984).
Dukungan yang diberikan pemerintah kepada yayasan akan
lebih bermanfaat jika memenuhi kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan bagi
keberhasilan yayasan, karena kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan
pemerintah akan membantu pencapaian
maupun pelaksanaan kegiatan yayasan. Oleh karena itu, untuk melihat dan menilai
aktivitas yayasan dapat dilihat dari dimensi kualitas dan kuantitas dukungan
yang diberikan pemerintah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunardi (1984) bahwa kuantitas, kualitas
dan manfaat dukungan merupakan aspek utama yang harus dikaji lebih seksama
dalam rangka upaya penelaahan terhadap tingkatan dukungan pemerintah kepada
segenap kegiatan yayasan. hal ini tidak jauh berada dengan pendapat Abdul
Untung (1984) yaitu: “dukungan
pemerintah kepada yayasan dapat dikupas dari segi kuantitas, kualitas serta
kesesuaiannya dengan segenap kebutuhan dari yayasan yang bersangkutan dalam
menjalankan segenap fungsinya.”
Lebih jauh ditekankan bahwa banyaknya jumlah dukungan
pemerintah yang pernah diterima dan jumlah instansi pemerintah yang pernah
mendukung suatu yayasan merupakan komponen utama dalam rangka mengkaji
kuantitas dukungan pemerintah kepada yayasan. sedangkan jenis-jenis dukungan
pemerintah yang pernah diterima yayasan, juga merupakan komponen yang perlu
dibahas lebih jauh, dalam rangka penelaahan. Terhadap kualitas dukungan pemerintah
kepada karang taruna (Sunardi, 1984).
Atas dasar berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa
dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan, bagi pencapaian tujuannya
dan di dalam penelitian ini dukungan pemerintah terhadap yayasan akan diukur
dari:
a.
Kuantitas
dukungan pemerintah.
b.
Kualitas
dukungan pemerintah terhadap yayasan.
Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi
keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut ini:
Semakin baiknya kualitas manajerial pengurus yayasan
dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap organisasi yang mendorong
anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan pemerintah akan memengaruhi
tingkat pencapaian tujuan yayasan.
E.
Definisi Istilah
1.
Tingkat aplikasi
visi, misi, dan Tujuan Yayasan adalah sejauh mana yayasan dapat merealisasikan dalam
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dan keberhasilannya mendapatkan sumber
daya, ini akan diukur dari:
a.
Tingkat
keberhasilan pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: Sejauh mana yayasan dapat merealisasikan kegiatan yang telah
ditetapkan.
b.
Tingkat keberhasilan
memperoleh sumber daya yaitu: kemampuan yayasan
dalam memperoleh sumber daya dan memanfaatkannya.
2.
Kualitas
Manajerial Pengurus yayasan, adalah kualitas pelaksanaan fungsi kepengurusan
yayasan akan diukur dari:
a.
Definisi proses
pengambilan keputusan, penentuan kegiatan yaitu proses penetapan kegiatan yang
akan dilaksanakan yayasan.
b.
Intensitas
koordinasi pelaksanaan kegiatan yaitu tingkat koordinasi yang dilakukan pengurus
yayasan dalam pelaksanaan kegiatan.
c.
Dimensi
pemotivasian dan pengarahan terhadap anggota adalah: Motivasi dan pengarahan
yang dilakukan pengurus yayasan terhadap anggota.
d.
Daya
tanggap terhadap lingkungan adalah
kepakaan pengurus terhadap lingkungan kerja.
e.
Internsitas
hubungan kemanusian adalah: tingkat hubungan
kemanusiaan yang dilakukan pengurus terhadap sesama pengurus dan anggota
yayasan.
3.
Partisipasi
Anggota
Partisipasi anggota adalah merupakan sikap dan
tanggung jawab anggota terhadap organisasi maupun keterlibatannya pada segenap
aktivitas yayasan, akan diukur dari:
a.
Dukungan anggota
terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: sikap dan prilaku anggota untuk
mendukung kegiatan yang dilaksanakan yayasan.
b.
Keikutsertaan
anggota untuk mengawasi dan memelihara peralatan yang dimiliki yayasan adalah:
merupakan sikap dan prilaku anggota terhadap peralatan yang dimiliki yayasan.
gokomitmen
anggota terhadap organisasi.
4.
Komitmen Anggota
terhadap Organisasi adalah kecenderungan anggota untuk memberikan
partisipasinya terhadap organisasi, hal ini diukur dari:
a.
Keinginan
anggota untuk tetap tinggal dalam organisasi yaitu: sikap dan perasaan anggota
terhadap yayasan.
b.
Kepercayaan
anggota dan peneriaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi
adalah perasaan dan keyakinan anggota terhadap tujuan dan kegiatan yayasan.
c.
Keinginan
anggota untuk lebih berprestasi adalah: Keinginan anggota untuk meningkatkan
prestasinya.
d.
Keinginan
anggota untuk berinteraksi adalah: Keinginan anggota untuk melakukan hubungan
dengan pengurus maupun anggota yayasan.
e.
Sikap dan
pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi adalah: keyakinan anggota
terhadap keberhasilan organisasi.
5.
Dukungan
Pemerintah terhadap Yayasan adalah merupakan bantuan yang diberikan pemerintah
yang dapat membantu kelancaran aktivitas atau kegiatan yayasan, akan diukur
dari:
a.
Kuantitas
dukungan pemerintah terhadap yayasan adalah : Jumlah atau banyaknya dukungan
yang diberikan pemerintah terhadap yayasan.
b.
Kualitas
dukungan pemerintah adalah: Jenis dan manfaat dukungan yang diberikan
pemerintah terhadap yayasan.
Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi
keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut ini:
“Semakin baiknya kualitas
manajerial pengurus yayasan dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap
organisasi yang mendorong anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan
pemerintah akan memengaruhi tingkat pencapaian tujuan yayasan.”
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.
Pemilihan
Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh data
deskriptif, sebagaimana yang dikatakan Bognan dan Taylor (1975) bahwa
pendekatan kualitatif menyangkut prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
yaitu kata-kata yang diucapkan, ditulis orang, pelaku yang diamati. Data yang
diperoleh di lapangan akan dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan atau
mendeskripsikan permasalahan yang diteliti dengan perbedoman pada originalitas
penelitian, sehingga akan diperoleh gambaran tentang kenyataan yang terjadi.
2.
Lokasi
Penelitian, Data, sumber Data
Dalam
penelitian ini Yayasan yang menjadi lokasi penelitian. Ada tiga Yayasan yang
menjadi penelitian penulis, yaitu yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan
Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah, di Bali. Pertama
dengan kapasitas tampung jamaah 500 jamaah, yang kedua sekitar 3000 jamaah, dan
ketiga 1500 jamaah. Masing-masing lembaga tersebut telah mempunyai lembaga
pendidikan, yaitu terdiri dari Diniyah, RA, MI, Tsanawiyah. Karena itu dalam
pengembilan sumber data karena kedua lembaga tersebut telah berkembang pesat,
maka dalam hal ini sumber data dapat diambil dari jamaah masjid masing-masing
dan juga dari kelembagaan baik yang non formal maupun yang formal. Harapannya
adalah agar dalam pengumpulan data tersebut lebih proporsional untuk dapat
menggambarkan secara deskriptif suatu paparan pada yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang
mana, kapan, dan di mana, maupun variable-variable ketergantungan variable pada
sub-sub variablenya, demikian Umar Husen (2010,7).
3.
Pengumpulan
Data
Agar data yang
diperoleh benar-benar sesuai dengan yang diharapkan maka data-data akan
dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut ini:
a.
Interview
Hal ini dilakukan ulapangan mengalami
perluasan, dengan menggunakan metode ini diharapkan akan diperoleh informasi
yang detail.
b.
Dokumentasi
Ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer
yang dapat digunakan menjelaskan masalah
yang diteliti.
c.
Metode ini
dilakukan untuk memperoleh data-data
yang benar-benar diperlukan sehingga akan dapat dipergunakan menjelaskan secara
deskriptif terhadap konteks dan fokus penelitian penulis.
4.
Analisa
Data
Untuk menganalisa data akan dipergunakan metode
perbandingan yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi yang didasarkan pada
originalitas penelitian. Karena dalam penelitian ini dengan menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif, maka pengolahan data juga menggunakan olah
data kulitatif. Dengan metode perbandingan ini diharapkan permasalahan yang
terjadi di satu subyek dapat menjawab pada subyek penelitian yang sedang
diteliti. Dalam hal ini penelitian berpedoman pada petunjuk yang dikemukakan
oleh Miles dan Huberman (1984, 21,23) sebagaimana dikemukakan sebagai berikut
ini:
a.
Peringkasan
data, data reduction, di mana data mentah diseleksi, disederhanakan dan diambil
intinya saja.
b.
Data
disajikan secara tertulis berdasarkan kasus-kasus faktual ang saling berkaitan,
tampilan data (data display) digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya
terjadi dalam organisasi.
c.
Menarik
kesimpulan atau verifikasi atas pola keteraturan dan penyimpangan yang ada
dalam fenomena itu, kemudian membuat prediksi atas kemungkinan selanjutnya.
KUMPULAN DAFTAR BACAAN
Abdullah, Taufik. 1988. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.
Jakarta: Bagian Penerbitan LP3ES.
Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko Strategi Perbankan dan Dunia
Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Al-Maududi, Abul A’la. 1973. Prinsip-Prinsip Islam. Bandung: PT.
Alma’arif.
Amsyah, Zulkifli. 1992. Manajemen Kearsipan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Argyris, Chris. Schon Donald A. 1978. Organizational Learning: A Theory
of Action Perspective. London, Amsterdam, Don Milles, Ontario. Sydney:
Addison-Wesley Pulishing Company.
Assegaf, Abd. Rachman. 2012. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma
Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Asy’ari, Musa. 1992. Manusia
Kebudayaan dalam AlQuran. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Azzam, Abdul Wahab. 1985. Filsafat dan Puisi Iqbal. Bandung:
Penerbit Pustaka.
Baharuddin & Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Baharuddin dan Umiarso. 2012. Kepemimpinan
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Bari, Noor. 1985. Mengarungi Alam Filsafat. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan K alijaga Yogyakarta.
Blachard, Kenneth. Zigarmi, Patricia. Zigarmi, Drea. Dalam Maulana,
Agus. 1985. Kepemimpinan dan Manajer Satu Menit. Jakarta: Erlanga.
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi
Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Burhanuddin. Makin, Moh. 2010. Manajemen Pendidikan Islam.
Malang: UIN Maliki Press.
Casson, Mark. 2013. Entepreneurship (Teori, Jejaring, Sejarah).
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Chirzin, Muhammad. 2005. Glosari Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Daft, Richard L. Steers Richard M. Organizations A Micro/Macro
Aproach. London: Scott, Foresman and Company Glanview.
Daniel.
John L. 1993. Global Vision Building New Models for the Corporation of the
Future. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dove, Michael R. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam
Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Drijarkara. 1989. Filsafat
Manusia. Jakarta: Yayasan Kanisius.
Eicherberger, R. Tony. 1989. Diciplined
Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York: Longman.
Elbrow, Martin. 1989. Birokrasi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Anasisis Data. Model
Bogdan & Biklen. Model Miles & Hubermann. Model Strauss & Model Spadley. Analisis Isi Model Philipp
Mayring. Program Komputer Nvivo. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif
(Korelasional, Eksperimen, Expost Facto, Etnografi, Grounded Theory, Action
Research). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisal Sanapiah. 203. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Faisol. 2011. Gus Dur dan Pendidikan Islam Upaya Mengembalikan Esensi
Pendidikan Di Era Global. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fitri, Agus Zainul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan
Etika di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fulcher, Eamon. 2003. Cognitive Psychology. Newcastle: Crucial.
Gibb, H.A.R. 1993. Aliran-Aliran Modern dalam Islam. Jakarta:
Rajawali Press.
Gordon, Thomas. 1991. Menjadi Orang Tua Efektif Petunjuk Terbaru
Mendidik Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hasbullah. 2013. Otonomi Pendidikan Kebijakan Otonomi Daerah dan
Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Irianto, Yoyon Bahtiar. 2013. Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep,
Teori, dan Model. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Jones,
Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Pu blic Policy). Jakarta:
Penerbit CV. Rajawali.
Kadarisman, M. 2011. Manajemen Kompensasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kartono, Kartini. 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah Pemimpin
Abnormal itu?). Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Kunandar. 2011.Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Kuntjaraningrat.
1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Penerbit Pustaka Al Husna.
Lapidus, Ira M. 1989. A History of Islamic Societies. New
York: Cambridge University Press.
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah. 2000. Tafsir
Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial Antar Umat Beragama. Yogyakarta: Pustaka
SM.
Masruri,
Siswanto. 2005. Humanitarianisme Soedjatmoko Visi Kemanusian Kontemporer.
Yogyakarta: Nuansa Aksara.
Mochtar, Afandi. Tradisi Kajian Islam Modern. Yogyakarta: UIN
Suka Press.
MSF, Jaques Veuger. 1983. Psikologi Perkembangan, Epistemologi
Genetik, dan Strukturalisme Menurut Jean Piaget. Yogyakarta: The Sciences
and Technology Foundation.
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi
Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan,
Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muhayat, Imam. 2007. Psikosimbolis Puja Mandala dan Korelasinya
terhadap Harmonisasi Umat Beragama (Tinjauan Kritis terhadap Remaja Muslim).
Yogyakarta: UMY Yogyakarta.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan
Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan
Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Galia Indonesia.
Nasution, Harun. 1982. Pembaruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner Normatif Parenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi,
Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Kontemporer tentang Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Nata, Abudin. 2003. Manajemen Pendidikan Megatasi Kelemahan
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat
Al-Tarbawiy). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Newman, Isadore and Benz, R. Carolyn. 1998. Quantitative-Qualitative
Research Metodology, exploring the Interactive Continuum. USA: Sourthern
Illinois University. 16-17.
Ouchi, William G. 1982. Theory Z How American Bussiness Can Meet The
Japanese Challenge. USA: Publishers of Bard, Camelot, Discus and Flare
Books.
Pidarta, Made. 2002. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Poedjawijatna, I.R. 1986. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta:
PT. Bina Aksara.
Poedjawijatna. 1986. Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT Bina
Aksara.
Putra, Nusa. Dwilestari, Ninin. 2013. Penelitian Kualitatif PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Qaradhawi, Yusuf. Dalam Idris, Nabani.
2001. Islam Inklusif dan Eksklusif. Jakarta: Darr Asy-Syuruq.
Rahman, Fazlur. DalamMohammad, Ahsin. 1985. Islam dan Modernitas
tentang Transformasi Intelektual. Bandung: Penerbit Pustaka.
Rice, George H. Bishoprick, Dean W. 1971. Conceptual Models of
Organization. New York: Apleton-Century-Crofts.
Rivai, Veithzal. Sagala, Ella Jauvani. 2012. Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. USA. Prestice
Hall International Inc.
Rosseau, Denise M. and Fried, Yitzhak. 2001. Location, Location,
Location: Contextualizing Organizational Research, Journal of Organizational
Behavior, Vol. 22, 1-13.
Rumini, Sri. HS, Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rusman. 2012. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Russell, Bertrand. Sejarah
Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga
Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S. Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif
Pembangunan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Malang: UIN Malang.
Setyohadi, Tuk. 2003. Perjalanan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa.
Jakarta: Rajawali Corporation.
Subrata,
Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suharto, Toto. 2011. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Supadie, Didiek Ahmad. Sarjuni. 2013. Pengantar Studi Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suprayogo, Imam. 2009. Universitas Islam Unggul. Malang: UIN
Maliki Press
Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2012. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tobroni. 2008. Pendidikan Islam Paradikma Teologis, Filosofis dan
Spiritualitas. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tohirin. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan
Bimbingan Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1994. Pendidikan Anak dalam Islam.
Jakarta: Pustaka Amani.
Umar, Husein. 2013. Disain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan
Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Umar, Husen. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara Mudah
Meneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis, dan Praktik
Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wahyosumidjo. 2012. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tijuana Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Waldo, Dwight. 1991. Dalam Admosoedarmo, Slamet W. Pengantar Public
Administration. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Weij, P.A. Van der. 1988. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Winardi, J. 2005. Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan
Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2009. Motivasi dan Permotivasian dalam Manajemen.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2011. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Wren.
Daniel A. 1976. The History of Management Thought. United States of
America: John Wiley and Sons, Inc.
Yasin, Ahmad Fatah. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga
Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Yin, Robert K. 2012. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1989. UU RI
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta Penjelasannya.
Jakarta: PT Intan Pariwara.
Nasution, S. Thomas, M. 1985. Buku Penuntun Membuat Thesis Skripsi
Disertasi Makalah. Bandung: Jemmars.
Hadi, Sutrisno. 1985. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Tim redaksi Pustaka Yustisia. 2009. Kompilasi Perundangan Bidang
Pendidikan Seri Kompilasi Perundangan Terlengkap dan Terbaru. Yogyakarta:
Pustaka Yustisia.
Eichelberger, R. Tony. 1989. Diciplined
Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York &
London: Longman.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarata: Direktorat
Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Pedoman
Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Agama. Jakarata: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Putra, Nusa. 2013. Research & Development Penelitian dan
Pengembangan: Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kata dan bahasa menunjukan jiwa