Sabtu, 25 Mei 2013

Penelitian



APLIKASI MANAJEMEN SUMBER DAYA DI YAYASAN ROUDHATUL ILMIL QUR’ANI, YAYASAN MASJID AGUNG IBNU BATUTAH, DAN YAYASAN MASJID AL-FATTAH KECAMATAN KUTA SELATAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI TAHUN 2013
Oleh: Imam Muhayat & Sadriyansayah
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Konteks Penelitian
Letak geografis Yayasan Roudhmotul Ilmil Qur’ani, di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur dan TK Mentari Nusa, dan kelembagaan lainnya, berada di dalam Perumahan Puri Madani, Lingkungan Ancak, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Kabupaten Badung. Provinsi Bali. Sekitar 25 Km dari pusat kota Mangupura yang terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Posisi Mushola Jabal Nur dari Bandara Internasional Ngurah Rai dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor kurang lebih sepuluh menit perjalanan. Wilayah Kampial tergolong daerah kering dibanding dengan daerah lainnya. Disadari non produktif untuk pertanian, maka dengan perkembangan pariwisata Bali difungsikan sebagai pendukung pelengkap penyerta pariwisata. Harga lahan semakin melambung. Difungsikan sebagai hunian yang strategis dari pusaran pusat hunian hotel-hotel berbintang di kawasan Nusadua dan sekitarnya. Jarak tempuh dari tempat kerja relative dekat. Para karyawan tentu lebih nyaman dapat tinggal di kawasan ini dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi waktu. Tersedianya tempat ibadah yang memadahi dan kondisi heterogen sosiologis yang relative toleran menjadikan wilayah ini menjadi pilihan para pendatang yang kebetulan tugas dan atau bekerja di sekitar Kampial.
Realitas kondisional sosiologis yang heterogen, dan sifat masyarakat yang dinamis, dalam mengoperasikan suatu organisasi yayasan diperlukan manajemen aplikatif yang tepat dan fungsional, utamanya sebagai penduduk yang notabene bukan penduduk asli wilayah ini. Apalagi di wilayah ini banyak terdapat pekerja musiman yang rentan dengan pola baru dan kondisi yang berbeda di wilayah di mana mereka berasal. Konsep-konsep, nilai-nilai dan adat-istiadat yang telah berlangsung lama secara turun temurun akan membentuk suatu budaya dalam masyarakat. Sebagai budaya yang hidup dalam suatu masyarakat mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan warganya. Kesenyawaan antara budaya dan masyarakat dapat diibaratkan sebagai ruang hampa lampu pijar. Siapa saja dapat menyalakan dan mendapat penerangan tanpa harus memasuiki ruang hampa bolam dan memecahkannya. Ibarat lain yang menjadi kata kunci yang selalu dijadikan pijakan sebuah nilai dalam bermasyarakat, misalnya, di mana bumi dipijak di situlah langit dijunjung.
Dengan kiat suatu sikap adaptif dengan pameo, “yang mayoritas sadar diri melindungi dan yang minoritas pandai menempatkan diri”, kearifan local genius semacam ini ekplosivitas, kekagetan dan ketersinggungan yang berbuntut pelecehan dan penodaan dalam model amoral tidak akan terjadi. Dipahami kekerasan hanya akan membuahkan carut-marutnya kondisi social yang telah tertata untuk tujuan kedamaian dan kesejahteraan hidup. Kematangan pemahaman dan integritas sifat yang melekat pada pribadi, dan masyarakat muslim telah dicontohkan para pendahulu, sesepuh, penisepuh, pemuka, pegiat, peduli pemerhati, intelektual, cendekiawan, ulama, pemimpin yang lebih dahulu menghuni wilayah ini. Terbukti komunikasi dan implikasi napak  tilas mereka dapat dirasakan hingga kini.
Sebelum berdirinya Mushola Jabal Nur, tanah di areal ini kurang lebih dengan  luas sekitar  35 Are. Difungsikan sebagai gudang rumput laut. Sebagai fungsi gudang, maka tentu keadaan sepi setiap harinya. Lampu listrik saat itu belum menyala. Sepanjang jalan kampial sampai dengan daerah Ungasan menjelang  petang  sepi, gelap tanpa lampu penerang. Air PDAM belum mengalir. Sebagian masyarakat dengan penuh kesabaran masih menggunakan air tadah hujan. Sebagian lainnya memanfaatkan antrian sumur bor yang ada di Kampial atas bantuan presiden. Kondisi ekonomi di sekitar Kampial belum sumringah seperti sekarang. Mata pencaharian masyarakat banyak memanfaatkan lahan pertanian yang ada dengan menunggu air tadah hujan, mereka berprofesi sebagi petani rumput laut, disamping sebagian lain bekerja di sector pariwisata, pegawai negeri, dll. Dapat dibayangkan, bahwa kondisi ekonomi sekitar Kampial relative kurang dinamis dibandingkan dengan masyarakat  Kuta, Denpasar, dan Sanur. Bersamaan dinamika ekonomi dan saling bahu membahu antar warga Kampial, pembangunan jalan ke Banjar Ancak dan pembenahan Banjar dengan melibatkan seluruh warga Kampial baru dimulai tahun 2005 – 2006 lalu. Ini sebagai bukti bahwa kondisi obyektif wilayah Kampial dulunya relative tidak produktif.
Proyek perumahan yang ada hanya  Wisma Nusa Permai,  Kampial Indah, dan di ujung barat terdapat perumahan Swandewi saja hingga menjelang 1995. Praktis masyarakat yang hilir mudik terbatas. Baru pada tahun 1997, mulai ada Pondok Kampial, Puri Bunga,  Raya Kampial dan Kampial Permai.  Disusul semakin banyaknya bangunan-bangunan baru yang difungsikan sebagai rumah kos atau pun tempat tinggal. Berdirinya STP Bali, suasana sekitar Kampial semakin semarak. Dibangunnya Pasar Kampial denyut perekonomian dapat dirasakan masyarakat. PDAM dan Listrik masuk di daerah Kampial, maka kian terasa laju perekonomian dan berdayanya berbagai sector kehidupan.
Kilas balik pada tahun 1992-1993 dunia internasional dalam kondisi gonjang ganjing disebabkan meletusnya perang teluk.  Sebagai daerah yang tergantung dengan pariwisata merasakan dampak itu. Geliat ekonomi di seluruh wilayah Bali pada umumnya dan khususnya Kampial juga merasakan dampak langsung peristiwa tersebut.  Banyak perusahaan-perusahaan besar kecil menanggung beban berat berkaitan pertahanan dan pengembangan usahanya. Pemutusan karyawan terjadi di mana-mana. Kegelisahan warga nampak dengan kian banyaknya pengangguran dan diantara mereka, pekerja musiman memutuskan pulang kampung di halaman tanah kelahiran mereka. Ada juga yang pindah di kota lain, seperti Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya.
Di balik peristiwa itu ternyata ada hikmah, tokoh-tokoh perkumpulan muslim tetap mempunyai ghiroh, semangat, selalu memperkuat kekerabaatan dan tidak sepi mencari kiat memantapkan aqidah yang dapat menjadi benteng dalam kondisi apa pun. Jati diri sebagai muslim tetap kokoh dan terjaga. Silaturrahim dan menjaga hubungan baik dengan warga sekitar menjadi prioritas utama. Tepatnya pada tanggal 25 Mei 1992,  the founding fathers, para pendiri Mushola Jabal Nur, mengadakan kesepakatan di rumah Bapak Hermono Moeharyanto Wisma Nusa Permai C 33, yaitu untuk meningkatkan kegiatan keagamaan Islam di sekitar Kampial. Terpilih sebagai ketua saat itu Bapak H. Affandi. Sekretaris Bapak Hermono Moeharyanto, dan bendahara Ibu Sri Redjeki Bambang Cipto Rahadi. Kepengurusan ini berlangsung selama dua tahun 1992 -1994.
Intensitas kepengurusan ini, yang disertai kegiatan pengajian keliling dari rumah ke rumah di wisma Nusa Permai oleh Drs. H. Sholahudin, akhirnya muncul gagasan untuk membangun tempat khusus untuk keperluan kegiatan umat islam tidak hanya terselenggara secara nomaden dari rumah satu ke rumah lainnya. Keluarga Bapak Bambang Cipto Rahadi dengan Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pengusaha rumput laut, bersamaan itu Ibu Sri Redjeki menjabat sebagai Bendahara kegiatan pengajian keliling berinisiatif membangun Mushola. Niat tersebut ditindaklanjuti para sesepuh untuk merealisasikan terbangunnya Mushola sebagai pusat kegiatan umat Islam di lingkungan Kampial, Nusadua dan sekitarnya.
Gagasan itu disambut antusias oleh banyak kalangan. Diskusi-diskusi, pertemuan-pertemuan dan pengembangan wacana dibeber pada setiap pertemuan antar muslim lainnya. Wacana berkembang menjadi suatu rencana, program, dan kemudian berbuah suatu kesepakatan untuk merealisasikan program tersebut. terdapat kesepakatan membangun Mushola Jabal Nur betapa pun dalam keadaan masih sederhana dan seadanya. Ternyata belakangan bangunan tidak hanya berupa bedeng, tetapi sudah kelihatan rapi dan layak difungsikan sebagai tempat ibadah. Adapun nama Jabal Nur diberikan oleh ketua MUI Provinsi H.S. Habib Adnan.
Dua  tahun kemudian tepatnya 1994 pengembangan dakwah Islamiyah dikembangkan untuk Pendidikan formalnya yang berujud TK Mentari Nusa. Kelembagaan Pendidikan ini berafiliasi dengan kelembagaan Aisyah Denpasar. Komunikasi intens dengan bapak Drs. Tantowi Jauhari bersama Ibu, maka bangunan gedung dipersiapkan di sebelah sayap kanan, kini menjadi rumah Bapak H. Maisun sampai batas rumah Bapak Marjadi. Dalam perkembangan selanjutnya karena akan dibangunnya perumahan Puri Madani, maka TK Mentari Nusa kemudian dipindahalihkan seperti posisi yang sekarang ini, sebelah kiri Mushola Jabal Nur hingga batas pagar jalan menuju Kampial. TK Mentari Nusa hingga akhir tahun ajaran 2012/2013 ini sudah berusia 19 tahun.
Dalam teori kemasyarakatan minoritas yang berkumpul dalam suatu ikatan akan tumbuh ikatan emosional, dalam arti positif.  Di balik itu semua tentu terdapat motor penggerak, baik individu yang nampak itu terangkum dalam suatu ikatan yang secara nyata duduk dalam struktur penggerak yang berupa organisasi, maupun personal, individu yang tidak nampak dalam suatu struktur pengurus. Disadari mereka mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dalam membangun kebesaran suatu organisasi. Hal ini sudah menjadi fitrah dalam kehidupan. Karena itu dalam teori organisasi yang baik bahwa yang di depan harus dapat menunjukkan arah, mereka di tengah dapat menggerakkan, memotivasi, dan yang di belakang dapat meluruskan, mengatur, memonitor, agar barisan itu tertata rapi. 
Estafeta kepemimpinan dilanjutkan oleh, ketua Bapak Ir. Susiono, almarhum, Sekretaris Bapak Heri Siswoko, dan Bendahara Bapak Amril  Adhiwidjaya, kepengurusan berjalan dari 1995 – 1998. Kepengurusan selanjutnya dijabat oleh Bapak Hermono Moeharyanto sebagai Ketua, Sekretaris Bapak Mokh. Amri Adi, dan Bendahara Bapak Imam Sumartubin, pada periode 1998 s/d 2004.
Bali sangat tergantung dengan geliat pariwisata. Sedangkan kondisi pariwisata sangat rentan dengan keamanan wilayah. Kewajiban warga tentu mutlak bersama-sama menjaga kondisi tersebut, sehingga kondisi yang kondusif tetap terpelihara. Kondisi politik Indonesia sejak tahun 1996 s/d 1999 kurang kondusif. Dampaknya sangat berpengaruh dengan denyut perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata. Mushola Jabal Nur saat itu berdiri berdampingan dengan gudang rumput laut. Searus zaman bersamaan dengan merosotnya perekonomian yang disebabkan tidak kondusifnya kondisi Nasional, bisnis rumput laut pun ikut larut dampak situasi saat itu. Pemilik lahan Bapak Bambang Cipto Rahadi dan Ibu Sri Redjeki akhirnya beralih usaha dalam bidang lain. Lahan yang diperuntukkan Mushola tetap dipertahankan. Tanah sekitar mushola Jabal Nur akhirnya dialih fungsikan menjadi perumahan. Alhamdulillah Mushola masih tetap eksis atas kerja keras kepengurusan yang saat itu dipegang oleh Bapak Hermono Moeharyanto, yang diperkuat niat tetap eksisnya Mushola Jabal Nur atas prakarsa Bapak H. Affandi, Bapak H. Susiono (al-Marhum), Bapak Dwi Sutoyo, Bapak Sartono,  Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak H. Sholahuddin, Bapak Agus Darmawan, Bapak Mochamad Amri Adi, dan lainnya.
Untuk memperkuat  dokumen secara tertulis berkaitan dengan aset Mushola Jabal Nur, maka pada tanggal 11 September 1999 dibentuk Yayasan dengan nama Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani. Saksi penghadap saat itu adalah, Bapak Drs. Budi Pranowo, Bapak Agus Darmawan, Bapak Sartono, Bapak Mochamad Amri Adi, Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto. Langkah yang tepat ini diputuskan untuk memberikan pencerahan, kejelasan, kemantapan, identias yang pasti terhadap keberadaan asset Mushola Jabal Nur, dan sebagai  upaya meminimalisasi timbulnya permasalahan yang krusial di belakang hari. Lebih dari itu tidak akan membebani PR kepada anak cucu kita terhadap keberadaan Mushola Jabal Nur.
Pertama kalinya diangkat anggota Badan Pendiri, Badan Pengawas dan Badan Pengurus dengan susunan sebagai berikut ini: Badan Pendiri sebagai Ketuanya Bapak H. Affandi, Wakil Ketua Bapak Hermono Moeharyanto, Anggota Bapak Drs. Budi Pramono, Bapak Agus Darmawan, Bapak Sartono dan Bapak Mochamad Amri Adi. Badan pengawas saat itu belum ada, maka dalam dokumen tertulis berbunyi, “Badan Pengawas akan ditentukan kemudian.” Belakangan Bapak H. Wiyono sering ditempatkan jabatan sebagai pengawas.
Sedangkan Badan Pengurus terdiri dari ketua bapak Dwi Sutoyo, wakil ketua bapak Ir. Susiono, Sekretaris Drs. H. Sholahudin, wakil sekretaris Yuliono, bendahara Imam Sumartubin, dan wakil bendahara Bagio Praptanto. Terbentuknya yayasan ini sangat penting sebagai upaya eksistensi yuridis formal keberadaan Mushola Jabal Nur. Dalam perkembangannya, landasan ini hendaknya selalu menjadi format dan pola dalam rangka mengoperasikan seluruh kegiatan dan pengembangan lainnya berkaitan dengan planning, organizing, actuating, dan controlling eksistensi Mushola Jabal Nur.
Tanah di Bali sangat tinggi nilai ekonominya, maka dengan perjuangan yang tentu tidak ringan, untuk mendapatkan ridho-Nya, tanah dari keluarga Bapak Bambang Cipto Rahadi dan Ibu Sri Redjeki, dengan all out-nya diurus status tanah menjadi tanah wakaf. Bukti wakaf  tertanggal 03 Jumadil Akhir 1423 H atau tanggal 12 Agustus 2002 M, dengan nama Nadzir Bapak Susiono sebagai Ketua, Drs. Sholahudin sebagai Sekretaris, dan Bapak Sartono sebagai anggota, berupa sebidang tanah seluas 535 M2. Pengurusan Akta Wakaf tersebut merujuk Ikrar Wakaf oleh Ibu Sri Redjeki pada tahun 1993, di atas kertas segel, pada periode kepengurusan Bapak H. Affandi. Dokumen sertipikat tanah wakaf ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, Drs. Heru Susetyo, pada tanggal 15 November 2002. Adapun penunjukan dan penetapan batas oleh Raden Roro Sri Redjeki, sebagai pemohon Bapak H. Affandi. Sumber ini diambil dari bukti buku sertipikat, Badan Pertanahan Nasional. Sertipikat Tanah Wakaf Propinsi Bali, Kabupaten Badung, Kelurahan Benoa, tahun 2002. Nomor EA 036152.
Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani, yang di dalamnya terdapat Mushola Jabal Nur, TPQ, Diniyah dan TK Mentari Nusa, sebagai basis identitas dakwah islamiyah yang berwujud komunikasi dan pembinaan umat islam secara langsung. Utamanya TPQ-Diniyah, TK Mentara Nusa, dalam hal ini suatu lembaga formal, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh umat muslim khususnya dan masyarakat secara keseluruhan. Sinergi dan potensi kelembagaan ini  secara terencana, terprogram dan berkelanjutan dapat membidik kondisi riil keumatan dan generasi kita yang ilmu-ilmiayah-amaliyah, berhadharah-bertsaqobah yang luhur, professional, integritas individu-sosial muslim yang berketakwaan. Karena itu eksistensinya perlu diperkuat, pengembangannya terus diupayakan, kualitasnya selalu ditingkatkan, dan monitoringnya dapat memberikan nilai tambah terhadap in put, out put, out come dalam konsepsi pendidikan Islam. Dalam dunia Pendidikan Islam penguatan potensi Pendidikan terletak pada kemampuan manajerial pimpinan kelembagaan Islam. Salah satu perhatikan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai berikut;
1.      Pendidikan dengan tugas-tugas sebagai berikut:
a.       Mengadakan prediksi tentang kemungkinan perubahan lingkungan seperti perkembangan ilmu dan teknologi, tuntutan hidup,  aspirasi masyarakat, dan sebagainya.
b.      Merencanakan dan melakukukan inovasi dalam Pendidikan.
c.       Menciptakan strategi dan kebijakan lembaga agar proses Pendidikan tidak mengalami hambatan.
d.      Mengadakan perencanaan dan menemukan sumber-sumber Pendidikan.
e.       Menyediakan dan mengkoordinasi fasilitas Pendidikan.
f.       Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan agar tidak terlanjur berbuat kesalahan.
2.      Menjadi pemimpin lembaga pendidikan:
a.       Memimpin suatu bawahan.
b.      Memotivasi agar bekerja dengan rajin dan giat.
c.       Meningkatkan kesejahteraan para bawahan.
d.      Mendisiplinkan para pendidik dan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
3.      Sebagai supervisor atau pengawas
a.       Mengawasi dan  menilai cara kerja dan hasil kerja pendidik dan pegawai.
b.      Memberi supervisi dalam meningkatkan cara bekerja.
c.       Mencari dan memberi peluang untuk meningkatkan profesi para pendidik.
d.      Mengadakan rapat-rapat untuk memperbaiki Pendidikan dan pengajaran.
4.      Sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif dengan tugas-tugas:
a.       Menempatkan personalia secara benar sesuai dengan keahlian dan keterampilannya.
b.      Membina antarhubungan personalia yang positif.
c.       Meningkatkan dan memperlancar komunikasi.
d.      Menyelesaikan konflik.
e.       Meningkatkan dan memelihara persatuan dan kesatuan personalia.
5.      Sebagai pencipta lingkungan bekerja dan belajar yang kondusif, dengan tugas-tugas:
a.       Menghimpun dan memanfaatkan informasi tentang sumber-sumber belajar.
b.      Memperkaya alat-alat belajar, alat-alat peraga, dan media Pendidikan.
c.       Memperkaya lingkungan seperti kebun, pohon pelindung, taman, dan sebagainya.
d.      Mengharmoniskan lingkungan lembaga dan ruangan kelas.
6.      Menjadi administrator lembaga Pendidikan dengan tugas menyelenggarakan kegiatan rutin yang dioperasikan oleh para personalia lembaga, seperti:
a.       Mengendalikan struktur organisasi.
b.      Melaksanakan administrasi substantif, yaitu administrasi:
1)      Kurikulum.
2)      Kesiswaan.
3)      Personalia.
4)      Keuangan.
5)      Sarana umum/lain-lain.
c.       Melakukan pengawasan terhadap efektivitas dan efisiensi kerja.
d.      Menilai efektivitas dan efisiensi kerja para personalia Pendidikan.
7.      Menjadi coordinator kerja sama lembaga Pendidikan dengan masyarakat:
a.       Berinisiatif membentuk suatu badan kerja sama.
b.      Mengadakan survey untuk menampung aspirasi masyarakat.
c.       Menghimpun dukungan masyarakat.
d.      Melaksanakan kerja sama dengan masyarakat.
e.       Membentuk paguyuban sekolah dan masyarakat bila dipandang perlu.
Pelaksanaan dakwah ini pun juga diupayakan dengan keberadaan para Ustadz-ustadznya dan para sesepuhnya dalam membentengi umat muslim dengan akidah dan hubungan keumatan dan kemasyarakatan secara simultan. Misalnya penulis sendiri, yang saat itu bertempat tinggal di Kampial merelakan diri untuk mengurus Masjid Al-Fattah dari saat berdirinya hingga eksisnya Masjid Al-Fattah tersebut dari tahun 1995 – 2003, dibantu oleh bapak Drs. H. Sholahudin. Para sesepuh, muslim-muslimah dan aktivis muda saat itu senantiasa memikirkan kondisi umat islam tidak hanya sebatas lingkup terdekatnya saja. Mereka all out duduk bersama untuk dapat merealisasikan mushola Al-Hidayah di Ungasan, masjid Agung Ibnu Batutah, Masjid Al-Fattah, dan Mushola Jabal Rahmah di Taman Giri, . Insya-Allah para sesepuh dan para aktivis muda muslim saat itu ikut membidani keberadaan tempat ibadah tersebut. Tentu karena eksistensi kepengurusan setempat yang selalu gerak secara total.
Pola dakwah semacam itu telah dimulai sejak zaman komunitas muslim di Baitul Amin yang ada di PT BTDC. Keberadaan komunitas muslim Baitul Amin, sebagai cikal bakal pengembangan kegiatan keagamaan Islam di wilayah Nusa Dua dan sekitarnya adalah merupakan wujud nyata eksistensi mereka sebagai muslim yang selalu mengekspresikan dirinya berguna untuk umat di tempat lainnya. Bersamaan dengan kemantapan integritas muslim di Nusadua dengan Baitul Amin-nya, Jabal Nur mulai menata diri, yaitu empat tahun sebelum Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah berdiri dengan megahnya pada tahun 1997.
Keberadaan Masjid Agung Ibnu Batutah sebagai pusat keagamaan induk di Nusadua dan Mushola Jabal Nur dipersepsikan sebagai terasnya masjid induk, karena itu keberadaan Jabal Nur menempati keunikan tersendiri dalam hal kegiatan dan pengoperasian dalam menjalankan aktivitas dakwahnya yang “beramanat” amar makruf nahi munkar. Untuk itu Mushola Jabal Nur diharapkan dapat memerankan diri sebagai tempat ibadah yang dapat memperpanjang sillah, mengurai tadbir,  tafkir, dan mendorong terbentuknya konsep-konsep, memperkokoh nilai-nilai, menanamkan falsafah-falsafah guna mencapai momentum hadharah (kebudayaan) dan tsaqofah (peradaban) Islam yang telah dicapai oleh Islam pada masa lalu. Islam yang Rahmatan Lil’alamin, dan baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Maksud kata Islam yang berkekuatan membangun kesejahteraan seluruh alam semesta dan mampu memerankan diri berkiprah membangun bangsa dan negara yang sejahtera, adil, dan makmur penuh ridha Allah SWT.
Mushola Jabal Nur, dengan keberadaan Masjid Agung Ibnu Batutah, ibarat beranda yang senantiasa berpapasan dengan yang hadir dengan dialog singkat untuk mencapai tujuan yang dicapai. Diperlukan pengayaan kata kunci yang cerdas dan professional, serta keputusan yang tepat, lagi terhormat bagi semuanya. Kecermatan semua itu akan dapat membawa implikasi berbagai kematangan dalam menjalankan putaran roda dakwah islamiyah yang benar-benar diharapkan oleh semua pihak, baik di lingkungan warga muslim maupun saudara kita yang non-muslim di lingkungan Nusadua dan sekitarnya.
Kedewasaan itu semua akan mewujudkan sinergi dan relasi yang kuat dalam rangka menumbuhkembangkan akar-akar keimanan, ketakwaan, dengan kokohnya kemasyarakatan umat dengan fondasi sillaturrahim menjadi taruhan keberhasilan semua kelembagaan ini dalam membangun masyarakat madani. Kondisi kelembagaan Islam di Nusadua dan sekitarnya telah berumur dua puluh tahun. Tentu kita sadari kondisi zaman dan model dakwah Islamiyah dua puluh tahun ke depan beda jauh dengan saat ini. Apalagi dibanding dua puluh tahun silam. Dakwah bilhal yang segar yang berorientasi teks dan  konteks, bahkan dakwah islam  berlabel model, agar senantiasa dapat menumbuhkembangkan kedalaman spiritual, akhlak, moralitas sebagai media sillah, dan profesionalitas aktuasi dakwah kiranya akan menjadi fungsi dakwah yang harus diwujudkan dalam kekinian dan pada masa yang akan datang. Keberhasilan mewujudkan itu implikasinya akan memberdayakan seluruh pola dakwah, baik dalam bidang penguatan fondasi Pendidikan islam, perekonomian, kemasyarakatan, lingkungan, keamanan, dan kedamaian terhadap umat muslim khususnya dan masyarakat umumnya di lingkungan Jabal Nur, Kampial dan Nusadua pada umumnya.
Kepekaan itu menjadi perhatian utama dalam pengembangan dakwah islam di Jabal Nur khususnya dan umumnya di lembaga-lembaga Islam dimaksud. Konsep ini menyangkut berbagai penguatan dan berfungsi sebagai benteng yang kokoh dalam kehidupan secara umum, dalam bidang dakwah sebagai berikut:
1.      Konsep individu, dakwah ini dapat memupuk sifat-sifat individu yang berprilaku atas dasar ilahiyah, sehingga selalu tertuntun pada jalan yang lurus di atas petunjuk-Nya.
2.      Pertumbuhan inidividu, dimaksud di sini umat kita tidak hanya berkemampuan untuk menyesuaikan diri secara pasif dengan lingkungan saja, tetapi diharapkan dapat secara aktif bergerak menuju pencapaian dan tujuan yang lebih tepat, sehingga dari waktu ke waktu dapat eksis dan berkemajuan yang berkelanjutan.
3.      Keseimbangan jasmani dan ruhani, pertautan keseimbangan jasmani dan rohani, dengan harapan kita dapat menjadi orang muslim yang kaffah. Berdaya di hadapan sesama manusia dan kemampuan berbhakti berdasarkan penilaian Ilahi.
4.      Pertautan individu dengan masyarakat, disadari bahwa masyarakat adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Tanpa masyarakat individu akan melemah dan tujuan hidup menjadi tidak terarah. Sosialisasi kita umat muslim di masyarakat hendaknya semakin dapat mengangkat pribadi-pribadi yang tangguh, berkualitas, professional, bertujuan yang jelas atas dasar iman, Islam dan ikhsan.
5.      Kreativitas individu perlu dikembangkan, karena dengan kreativitas manusia dapat melepaskan diri dari keterbatasan dan dapat menembus waktu berguna dan bermanfaat baik bagi dirinya, masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
6.      Peran intelek dan intuisi, dalam mengembangkan dakwah ini diharapkan selalu mengedepankan peran ilmu pengetahuan, intuisi yang sumbernya meliputi ayat-ayat qouliyqh, fi’liyah dan kauniyah. Dengan demikian akan senantiasa tertuntun dalam lingkaran buah kecerdasan yang aplikatif, dan kebaikan lintas batas yang dapat dirasakan oleh semua pihak.
7.      Dakwah kita membidik pembentukan watak, karakter, karena dengan identitas itu menjelma kekuatan untuk menjalankan berbagai kebaikan dan kekuatan yang tangguh, guna menghilangkan berbagai kelemahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan individu dan umat Islam untuk masa yang akan datang.
8.      Berani berinvestasi terhadap program untuk dua puluh tahun ke depan. Hal  ini menjadi pilar penguat perjalanan model dakwah islamiyah yang sedang kita jalankan saat ini, baik yang bersifat kompetensi individual maupun social keagamaan agar selalu berhasil menghadapi problematika zaman secara solutif, dan inovatif.
 Dalam perkembangannya Mushola Jabal Nur, setiap pergantian kepengurusan nampak terjadi berbagai pembenahan, misalnya, teras, sayap kanan, sayap kiri, TK Mentari Nusa, betapa pun renovasi itu tidak total, namun kian mempercantik kondisi riil lingkungan Mushola Jabal Nur. Hal ini menunjukkan adanya dinamika pada setiap kepengurusan, baik secara fisik maupun pembenahan non fisik. Kerjasama yang baik antara sesepuh dan pinisepuh dengan aktivis pegiat kegiatan, jamaah, masyarakat, lingkungan, dan pemerintah yang dilakukan secara koordinatif, informatif, serta inisiasif, merupakan modal yang sangat besar dalam rangka pengelolaan dan pola pengembangan Mushola Jabal Nur dan Yayasan lainnya.
Kepengurusan selanjutnya dipegang oleh  H. Imam Muhayat, Wakil Ketua Bapak Sartono dan Sekretaris, Bapak Bambang Setyarno, Edy Surya . Bendahara dipegang oleh Bapak Drs. H. Sholahuddin. Dengan Penasehat: Bapak H. Afandi, Bapak Hermono Moeharyanto, Bapak Dwi Sutoyo, dan Bapak Sartono. Pergantian itu terjadi pada tanggal 10 Oktober 2004 hingga saat ini. Pada kepengurusan ini mendapat amanah mengadakan renovasi  total bangunan Mushola Jabal Nur. Tidak pernah kami lupakan pertama motivasi besar dari keluarga H. Farhan, Galih Fauzan. Disusul motivasi Keluarga Besar Masjid Agung Ibnu Batutah, H. Qomari, H. Husnan Hilmi, H. Abdul Malik, dan mohon maaf tidak dapat disebutkan satu persatu. Semuanya bersama empati dengan renovasi yang saat itu dikomandani oleh H. Susiono, dengan prakarsa operasional dipegang oleh H. Imam Muhayat, dkk.
Adapun seksi-seksi dalam kepengurusan tersebut sebagai berikut:
1.      Seksi Dakwah/Ibadah: H. Kemas Ali Hanafiah, Subiyanto, Nasikhin,  Bapak H. Slamet, H. Mujib.
2.      Seksi Pendidikan: Drs. H. Susilo, Nawawi, Ibu Susiono.
3.      Seksi RKI: Bapak Nur Cahyo, Bapak Zaenuddin. Bapak Juwari.
4.      Muslimah: Hj. Affandi, Hj. Susiono, Hj. Budi Pranowo.
5.      Seksi Remaja/Kesenian:  Nurul Hadi, Marjadi,  Didik, Ali Mahfud, Ibu Zaenuddin.
6.      Seksi Usaha-Sarana Prasarana: H. Qomari, Nanang, Suyamto, Galih Fauzan, H. Maeson. Bapak Syaefudin Z, Bapak Sigit, Bapak Antok.
7.      Si Humas: Bapak Sunarto. H. Moh Ma’ruf, Muhlisin. Bapak Misdar.
Dari data historis yang dapat di kumpulkan dan kondisi obyektif yang ada di Mushola Jabal Nur, dan lainnya hampir mendekati empat windu ini, maka dapat disimpulkan banyak hal yang  perlu dibenahi  dalam system pemprograman, pengelolaan, dan system menajerial yang baku sebagai acuan untuk melangkah yang lebih tepat dalam pengelolaan Mushola Jabal Nur dan lainnya. Diantaranya adalah mengenai update Yayasan Roudhotul Ilmil Qur’ani, profil yang otentik tentang keberadaan Yayasan Roudhatul Ilmil Qur’ani, system penerapan kebijakan yang harus tertata rapi, sistim inventarisasi asset yang ada pada Yayasan, Mushola dan Unit-unit lainnya. Dan kemudian dapat dibukukan secara rapi dalam bentuk buku sehingga dapat menjadi pegangan, acuan, dan lebih penting sebagai media sosialisasi keberadaan Yayasan dan Mushola Jabal Nur  yang dapat diketahui dan dikaji sebagai media penyebaran ilmu dan amaliyah. Tentu validasi keberadaan Jabal Nur, dan yayasan lainnya sangat prospektif untuk perjalanan ke depannya. Karena itu, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

B.     Fokus Penelitian
Yayasan adalah merupakan organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu keberadaan yayasan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat di mana yayasan itu berada. Keberadaan organisasi ini sangat dibutuhkan dalam mengemban tugas mengarahkan masyarakat dan generasi penerus ke arah tindakan yang bersifat religius, positif, edukatif, dan produktif serta senantiasa berada dalam kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai agama Islam di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kenyataan yang sering terjadi pada organisasi yang berafiliasi dengan keagamaan menyangkut eksistensinya, banyak yayasan belum menunjukkan visi dan misi serta tujuan dalam perannya yang potensial bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, baik mental spiritual maupun material  konseptual dalam proses pembangunan. Sehingga eksistensi organisasi yayasan belum mendapatkan posisi yang optimal dalam kedudukannya sebagai wadah pengembangan keumatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses pembangunan nasional.
Karena itu, yayasan Roudhatul Itlmil Qur’ani dan di Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah Nusadua, dan yayasan Masjid Al-Fattah, Bali, dapat diarahkan secara langsung dalam pengembangan dakwah di seputaran Kecamatan Kuta Selatan. Diharapkan dapat menjadi teladan dan payung pengarahan dalam pengembangan nilai-nilai keagamaan Islam yang dimanage dengan baik dan hasilnya dapat dirasakan oleh semuanya.
Keberhasilan yayasan tidak hanya mampu merealisasikan segenap fungsinya sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya dengan lebih menekankan pada kreativitas anggotanya sehingga mampu menumbuhkan berbagai macam prestasi. Dari kenyataan yang dihadapi oleh yayasan ini, maka akan dirumuskan fokus penelitian ini yang disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apakah manajemen aplikatif sudah terlaksana pada yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah tempat penelitian dilakukan?
2.      Sudah fungsionalkah peranan pengurus yayasan selaku motor penggerak untuk kelancaran aktivitas-aktivitas yayasan tempat penelitian dilakukan?
3.      Bagaimana peranan pemerintah di dalam membina maupun mengarahkan yayasan tempat penelitian dilakukan?

C.     Tujuan Penelitian
Penelitian adalah suatu  upaya untuk mengungkapkan realita empirik melalui fenomena-fenomena yang terjadi di tengah-tengah kehidupan. Menurut Mukayat D. Brotowijoyo (1991: 2), bahwa penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi fenomena problematik. Penelitian adalah way of thinking, cara berfikir,  dan pelaksanaannya memerlukan Flow of Thought, alur berfikir yang logis mantik, alur berpikir yang logis mantik itu mutlak bagi seorang ilmuan, alur berpikir mantik itu disebut berfikir secara ilmiah, sehingga ucapan dan tulisannya jelas benang merahnya. Sedangkan Sofian Effendi (1987: 13) mengatakan, “bahwa tujuan pokok penelitian sosial adalah upaya menerangkan fenomena sosial dalam usahanya memahami fenomena dengan cara menghubungkan fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.” Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut maka penelitian ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui faktor-faktor indikatif manajemen yang dapat memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan tempat penelitian dilakukan.
2.      Menjawab permasalahan yang dihadapi pengurus yayasan yang dijadikan perbandingan dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan landasan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi yayasan secara keseluruhan.
3.      Mendapatkan informasi yang signifikan peranan pemerintah dalam yayasan ini dan implikasi riil dalam pembangunan nasional.
4.      Untuk keperluan Imam Muhayat untuk diskusi akademik Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam di UIN Malang.

D.    Kajian Pustaka
Esensi manusia sebagai makhluk sosial, ialah kecenderungannya untuk tidak dapat melepaskan diri dari individu yang lainnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai macam kebutuhan yang perlu dipenuhi. Untuk dapat memenuhi  berbagai macam kebutuhan tersebut maka ia tidak dapat memenuhinya sendiri-sendiri. Karena itu memerlukan orang lain di dalam pemenuhan kebutuhannya dengan upaya-upaya penggalangan kerjasama.
Kerjasama yang dilakukan tersebut tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan, tetapi hal ini terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan zaman dan peradaban, kemudian kerjasama yang dilakukan menjadi lebih luas dan kompleks sehingga membentuk kesatuan dan akhirnya menjadi kelompok-kelompok atau yang dikenal dengan organisasi.
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tidaklah bisa lepas dari keterkaitan dengan organisasi secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga tidak heran hampir setiap orang melebur diri masuk menjadi anggota ke dalam kelompok atau organisasi. Ikut sertanya seseorang ke dalam suatu organisasi sudah tentu didorong oleh maksud atau tujuan yang ingin diperoleh, baik itu tujuan yang bersifat material maupun spiritual. Herbert G. Hicks dalam Sutarto (1977: 9) mengemukakan: “Seseorang bergabung atau tinggal sebagai anggota kelompok karena mengharapkan bahwa kelompok akan membantu beberapa fungsi atau tujuannya”:
1.      Kelompok atau organisasi sering dipakai untuk memecahkan masalah ekonomi, militer, dan masalah-masalah lainnya.
2.      Orang mungkin juga masuk kelompok karena kebutuhan-kebutuhannya diterima dan mencegah kesepian dan kebutuhan keagamaan, famili dan kelompok-kelompok lain sering membantu kebutuhan ini.
3.      Demikian pula kelompok dapat memberikan bantuan pada waktu orang mendapat atau menjumpai kesulitan atau kesusahan.
4.      Kelompok dapat memberikan tujuan dan nilai hidup yang lebih bernilai, norma, prilaku, dan kesetiaan kelompok.
5.      Kelompok sosial, kerja dan bermacam-macam kelompok lainnya memberikan prestige, status, dan pengakuan.
6.      Kelompok dengan kehidupan mereka, memberikan kesempatan orang untuk memuaskan kebutuhannya dengan berbagai cara.
7.      Perasaan keamanan seseorang sering dimanfaatkan dari kelompok jika mereka mengurangi kecemasan orang dengan memberi dukungan dan perasaan diikutsertakan.
8.      Kadang-kadang kelompok membantu memberikan terapi tatkala memecahkan masalah-masalah pribadi.
Dengan demikian, jika seseorang telah bergabung ke dalam organisasi, maka secara tidak langsung anggota-anggota yang lain membantunya dalam rangka pencapaian tujuan sehingga terjadi suatu interaksi saling timbal balik. Melalui interaksi timbal balik ini pula akan tercipta suatu kerja sama di kalangan anggota-anggota tersebut yang kemudian kita kenal dengan organisasi.  Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Victor A Thompson dalam Miftah Thoha (1984, 123):
“An Organization is a highly rationalized an impersonal integration of large number of specialist cooperating to achieve some announced specific objective.”
“suatu organisasi adalah suatu integrasi dari spesialis-spesialis yang bekerja sama sangat rasional dan impersonal untuk mencapai beberapa tujuan khusus yang telah disepakapi sebelumnya.”
Selanjutnya James D. Mooney (1947) dalam Sutarto (1991: 22) merumuskan pengertian organisasi:
“organization is the form every human association for the attainment of the common purpose” (organisi adalah setiap bentuk perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.)
Jadi terbentuknya organisasi didasari atas terjadinya kerjasama,  serta adanya tujuan yang ingin dicapai dan tentunya kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh anggota-anggota tersebut merupakan kerjasama yang teratur terpolakan, serta terkoordinasikan seperti yang dikatakan oleh Chester Barnard (1982: 123). “an organization is a system of consciously coodinated personal activities or forces of two or more persons.” (suatu organisasi adalah suatu sistim dari aktivitas-aktivitas orang yang terkordinasikan secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih).
Dari ketig pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapatnya perspektif yang berbeda dalam melihat organisasi. Thompson merumuskan organisasi dengan menekankan pada tingkat rasionalitas dalam usaha kerjasama tersebut. Sedangkan Bernard menentukan sistim kerjasama yang terkordinasikan secara sadar. Banyal lagi rumusan tentang organisasi, dari sekian banyak definisi, kalau disimak lebih teliti maka letak perbedaan maupun persamaannya terletak pada masing-masing perspektif yang merumuskannya.  pada intinya adalah organisasi adalah merupakan suatu sistim kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu di dalam organisasi, terkandung tiga unsur pokok yaitu: Himpunan orang, adanya kerjasama, pencapaian tujun bersama (Soekarno, 1983: 77).
Ketiga pokok  tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terkait sebagai suatu bulatan, sehingga dalam pengertian organisasi digunakan suatu sistim yang mengandung arti kebulatan dari berbagai faktor yang terkait oleh berbagai asas tertentu, hal ini ditegaskan oleh Soetarto (1982: 36) sebagai berikut:
“Organisasi adalah sistim saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan”.
             Dengan demikian terbentuknya organisasi didasari adanya tujuan yang ingin dicapai dan tujuan tersebut akan dapat tercapai bila dilakukan melalui hubungan kerjasama diantara orang-orang yang ada dalam organisasi. Bila tujuan yang menjadi sasaran organisasi itu tercapai maka dapat dikatakan bahwa  organisasi itu berhasil attiau efektif. Efektivitas organisasi dapat diukur dari tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya (Etzioni: 1982, 123.) sedangkan Steers 1985: 205 mengungkapkan bahwa: efektivitas organisasi mencapai tujuan operasi dan tujuan operasional, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Kemudian Bernard dalam Etzioni (1982: 12) bahwa yang dimaksud dengan efektivitas kerja sama adalah dicapainya sasaran atau tindakan kerjasama yang dialami.
             Dari ketiga pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa suatu kerjasama atau organisasi dapat dikatakan efektif atau berhasil apabila dapat mencapai sasaran dan tujuan dari adanya kerjasama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Wibawa (1992: 24):
“efektiktivitas itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari sudut sejauh mana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.”
             Jadi organisasi itu dikatakan berhasil bila mampu mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara maksimal. Seperti halnya Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dengan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah seharusnya mampu mengolah dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada selama ini. Hal ini sesuai fungsi kedua Yayasan tersebut di atas yaitu:
1.      Menanamkan pengertian, meningkatkan kesadaran, dan selalu dapat menumbuhkan kualitas jamaah,baik dari segi intrinksik dan ekstrinksiknya.
2.      Memupuk kreativitas generasi muda dan mendidik mereka untuk dapat mengemban tanggung jawab sosial, kemasyarakatan, serta membina usaha-usaha kesejahteraan sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, ekonomis produkatif, dan kegiatan praktis lainnya sesuai dengan lingkungan.
3.      Melaksanakan usaha-usaha pencegahan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba serta aktif dalam kegiatan pembauran bangsa di kalangan generasi muda.
4.      Memelihara dan memupuk kebersamaan dan kesetiakawanan sosial serta mengambangkan dan mewujudkan harapan serta cita-cita generasi muda (Depsos RI, 2010).
Jika hal ini dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dengan Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dengan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah maka fungsi-fungsi yayasan  dapat terealisasi dengan baik. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kedua yayasan tersebut  adalah merupakan yayasan yang berhasil dan efektif.
Bertitik tolak dari beberapa argumentasi di atas, maka dalam studi ini tingkat pencapaian tujuan yayasan dapat dilihat dari:
1.      Tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan.
2.      Tingkat keberhasilan memperoleh sumber daya.
Keberhasilan atau efektivitas suatu organisasi tidak dapat dicapai dengan begitu saja, tetapi sangat ditentukan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi itu sebagaimana yang dikemukakan oleh Moenir (1985: 57) sebagai berikut:
“Tidak disangsikan lagi bahwa peranan manusia dalam organisasi sangat menentukan oleh karena itu hidup matinya organisasi semata-mata tergantung pada manusia.”
Apa yang diungkapkan oleh Moenir menjadikan semakin dapat diketahui bahwa maju mundurya atau perkembangan organisasi sangat ditentukan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Demikian halnya dengan kedua Yayasan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu organisasi dan mempunyai tujuan serta sasaran, dalam pencapaian tujuan serta sasaran sangat ditentukan oleh anggota-anggota yang ada pada  organisasi tersebut.
Organisasi tidak akan berjalan jika anggotanya orang yang  tidak melakukan aktivitas, hal ini telah ditegaskan  oleh Miftah Thoha (1983: 33). Yaitu:
“Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, karena merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi”.
Dengan mengacu pada pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa peranan manusia yang ada di dalam suatu organisasi merupakan dimensi yang potensial bagi kelancaran aktivitas organisasi. Segala kegiatan atau aktivitas organisasi tidak akan tercapai bila tidak ada orang yang melakukannya. Seperti halnya organisasi dalam Yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah sangat ditentukan keberhasilannya pula oleh orang-orang yang ada di dalamnya, orang yang dimaksud tersebut adalah pengurus kedua Yayasan tersebut dan anggota tetap maupun tidak tetap dalam komunitas yang ada di suatu yayasan.
Segala aktivitas yang mengarahkan pada pencapaian tujuan organisasi tidak dapat terlaksana dengan baik jika orang yang melakukan  aktivitas tersebut tidak memiliki potensi, kemampuan, kesanggupan tersebut merupakan faktor yang sangat penting bagi seseorang di dalam melaksanakan tugas, pekerjaannya. Demikian halnya dengan pengurus Yayasan yang memiliki fungsi sebagai motor penggerak yayasan maka orang-orang yang duduk di kepengurusan organisasi tentunya harus memiliki kemampuan manajerial yang memadahi, agar organisasi ini dapat berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Disamping itu partisipasi partisipasi anggota juga sangat menentukan keberhasilan organisasi ini. Segala aktivitas dan program yang dilaksanakan tidak akan dapat terealisasikan dengan baik bila para anggota tidak mau turut berpartisipasi, bahkan partisipasi anggota turut menentukan keberhasilan yayasan dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti yang ditegaskan oleh Sunardi (1988: 5), bahwa ada beberapa faktor organisasional yang memengaruhi keberhasilan organisasi yayaidusan dalam menjalankan segenap fungsinya yakni:
“Sebagai organisasi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yayasan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik yang berasal dari dalam yayasan itu sendiri, yakni ketertiban organisasi, kemampuan kepemimpinan pengurusnya, aktivitas dan partisipasi segenap anggotanya maupun faktor-faktor dari luar organisasi antara lain berbagai dukungan baik dari pemerintah, maupun masyarakat setempat dengan para tokoh-tokohnya serta organisasi sisial lainnya yang berada dalam lingkungan tempat beroperasinya yayasan tersebut.”
Sedangkan Abdul dan Untung ( 1988: 5) mengemukakan sebagai berikut:
“berbicara mengenai keberhasilan yayasan dalam mengemban fungsinya, terdapat dua kelompok variabel ang memengaruhinya yakni kondisi organisasi, menyangkut personalia kepengurusan, manajemen, sarana dan prasarana penunjang organisasi, berbagai bentuk dukungan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat, partisipasi anggota, potensi alam, manusia maupun sosial yang memungkinkan untuk digali dimanfaatkan dan dikembangkan bagi segenap kegiatan yayasan baik yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif maupun ekonomis produktif.”
Dari kedua pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa faktor yang sangat potensial memengaruhi keberhasilan organisasi yayasan adalah faktor-faktor kualitas  manajerial pengurus karang taruna, partisipasi anggota serta dukungan pemerintah.hal ini ditegaskan oleh pendapat Sri Harmini (1988): Agar yayasan berhasil berfungsi:
1.      Pengurus yang bermental pengabdi dan berdedikasi tinggi, berpengatahuan luas dan mempunyai kemampuan yang memadahi terutama dalam berorganisasi.
2.      Anggota yang berperan serta secara aktif.
3.      Dukungan dari pemerintah atau dari masyarakat setempat yang diwujudkan melalui motivasi bantuan atau berbagai kemudahan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas adalah  beralasan mengatakan bahwa keberhasilan yayasan dipengaruhi oleh faktor-faktor kualitas manajerial pengurus yayasan, partisipasi anggota dan dukungan dari pemerintah. Sedangkan faktor-faktor yang lain seperti kondisi organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam adalah merupakan faktor pendukung. Berikut akan dijelaskan mengapa faktor-faktor tersebut dikatakan sebagai faktor pendukung bagi keberhasilan  yayasan:
Faktor ketertiban organisasi adalah merupakan suatu keadaan yang menyangkut kelancaran aktivitas organisasi. Organisasi dapat dikatakan tertib bila aktivitas yang dilakukan berjalan secara teratur sesuai dengan ketentuan atau kebijaksanaan organisasi yang telah ditentukan. Ketertiban dapat terganggu bila di dalam organisasi tersebut sering terjadi konflik baik konflik itu antar pengurus, konflik antar pengurus dengan bawahan, karena itu kemampuan pengurus dan partisipasi anggota sangat penting di dalam menjaga ketertiban organisasi. Artinya, bila pengurus organisasi memiliki kemampuan untuk mengelola konflik tersebut ke arah pencapaian tujuan maka konflik tersebut tidak akan mengganggu kelancaran aktivitas organisasi dan partisipasi anggota dapat dimanfaatkan bahkan dengan kecermatan, kepiawaian, dan ketrampilan pemimpin dapat dengan baik mengendalikan konflik. Jadi jelaslah bahwa ketertiban organisasi dapat tercapai apabila pengurus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan terciptanya ketertiban organisasi:
Faktor Sarama dam Prasarana
Hal ini merupakan penunjang bagi kelancaran aktivitas suatu organisasi, segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi bila tidak ditunjang oleh peralatan yang memadahi maka otomatis aktivitas yang dilakukan oleh organisasi tidak berjalan dengan lancar. Tetapi hal ini bukanlah merupakan hambatan yang berarti bagi keberhasilan organisasi yayasan karena jika kepengurusan mempunyai kemampuan dan didukung oleh partisipasi anggota serta adanya dukungan dari pihak pemerintah maupun masyarakat di mana organisasi itu berada maka sarana dan prasarana yang kurang dapat diupayakan keberadaannya.
Faktor Potensi Alam
Faktor ini adalah merupakan sutu aset yang dapat membantu keberhasilan organisasi, segala jenis usaha atau pun aktivitas organisasi tidak bisa berjalan lancar bila potensi alam yang dimiliki tidak mendukung, bahkan potensi alam bisa menjadikan suatu hambatan bagi kelancaran segala aktivitas organisasi.
Namun kenyaaannya bila potensi alam di mana organisasi itu berada memadahi tetapi tidak didukung oleh kemampuan pengurus dan partisipasi anggota di dalam memanfaatkan potensi tersebut maka potensi itu tidak dapat dimanfaatkan bagi segenap aktivitas organisasi.
Jadi jelaslah bahwa faktor-faktor: ketertiban organisasi, sarana dan prasarana serta potensi alam merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan organisasi yayasan. Sedangkan faktor-faktor yang sangat dominan bagi keberhasilan suatu organisasi  yayasan adalah: kualitas manajerial pengurus yayasan, partisipasi anggota dan dukungan dari pemerintah atau masyarakat. Berikut akan dijelaskan mengapa faktor-faktor tersebut sangat dominan bagi keberhasilan yayasan.
1.      Kualitas Manajerial Pengurus
Suatu organisasi yang baik adalah organisasi yang mempunyai struktur kepengurusan, sehingga dalam pelaksanaan aktivitasnya mempunyai fungsi-fungsi tugas yang jelas. Karena pengurus adalah motor penggerak bagi kelancaran aktivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
                        Fungsi pengurus sebagai motor penggerak kelancaran aktivitas organisasi maka pengurus-pengurus  tersebut harus mempunyai kemampuan yang memadahi agar mereka mampu menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, karena bergerak tidaknya organisasi ke arah pencapaian tujuan yang telah  ditentukan sangat tergantung atas kemampuan  manusia yang ada dalam organisasi yang bersangkutan untuk menggerakkan ke arah yang telah ditetapkan (Siagian: 1976, 20), kemampuan menurut Prajudi Atmosudirdjo (1973: 124) adalah merupakan  kekuatan mental, kekuatan untuk memenuhi kebutuhan dari pada situasi atau kondisi. Kemudian Hayel (1985: 102) berpendapat bahwa kemampuan menunjukkan untuk melakukan pekerjaan.                 Dari kedua pendapat di atas dapat diketahui bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk  perbuatan atau pekerjaan. Senada dengan hal ini Nayono (1978: 19) lebih tegas dalam hubungannya organisasi adalah berpendapat bahwa, “Kemampuan adalah tersedianya modal, kecakapan, ketangkasan, keterampilan atau modal lain yang menjadikan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasi.”
                        Jadi kemampuan merupakan potensi untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan organisasi. pengurus yayasan adalah mereka yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi-fungsi organisasi yang berkedudukan sebagai motor penggerak yayasan atau sebagai pemimpin yang mengkoordinasikan, memberikan dorongan, mengarahkan anggota ke arah pencapaian tujuan organisasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dalton Mc. Farland dalam Handayaningrat (1981: 64) yaitu: Leadership as the process by which an executive imaginatively direct, guides, or influences the work of others, in choosing and attaining particular ends.” (Kepemimpinan sebagai suatu proses di mana pemimpin digambarkan akan memberikan perintah, pengarahan, bimbingan atau memengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan).
                        Dengan demikian peranan pemimpin sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian tujuan, hal ini disebabkan seorang pemimpin harus mampu memengaruhi dan sekaligus mendorong bawahannya untuk melaksanakan usaha dalam rangka mencapai tujuan. Disamping itu seorang pemimpin sangat penting bagi pengarahan dan pendorong bagi aktivitas-aktivitas anggota, maka pemimpin itu mempunyai fungsi dan kecakapan seperti yang dikemukaan oleh Handayaningrat (1981: 85), bahwa fungsi  dan kecakapan pemimpin dapat diuraikan antara lain sebagai berikut:
a.       Mengetahui bidang tugasnya.
b.      Peka atau tanggap terhadap keadaan lingkungan.
c.       Melaksanakan hubungan antar manusia, Human relation dengan baik.
d.      Mampu melakukan hubungan kerja, komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar.
e.       Mampu melakukan koordinasi.
f.       Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat.
g.      Mampu mengadakan hubungan masyarakat.
Mengetahui bidang tugasnya,  pemimpin harus mengetahui bidang tugas masing-masing, misalnya pemimpin tingkat atas harus mengetahui kebijaksanaan yang telah digariskan dalam pencapaian tujuan organisasi, conceptual skill. Sedangkan pemimpin tingkat bawah yang diperlukan adalah teknik pelaksanaan pekerjaan, technical skill.
Peka dan tanggap terhadap keadaan lingkungan. Pemimpin harus peka dan tanggap terhadap situasi, kondisi setempat misalnya keadaan anggotanya, peralatan dan prasarana, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat, serta masalah-masalah yang dihadapi.
Melakukan hubungan antar manusia yang baik, sebagaimana diketahui bahwa unsur manusia adalah yanng  menentukan berhasilnya pencapaian tujuan organisasi. oleh karena itu perlu dibina hubungan antar manusia yang sebaik-baiknya, sehingga merupakan suatu tim yang dapat bekerja sama dengan penuh kesadaran diantara mereka tanpa paksaan apa pun.
Mampu mengadakan hubungan kerja, komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar. Oleh karena setiap pekerjaan tidak mungkin dilaksanakan sendiri-sendiri tanpa kerjasama dengan orang-orang atau unit-unit yang lain, maka diperlukan hubungan kerja, baik di dalam organisasi maupun di luar organisasinya. Hal ini diperlukan kemampuan pimpinan untuk mengadakan pendekatan baik yang bersifat interdisipliner, multifungsi maupun yang bersifat lintas sektoral.
Mampu melakukan koordinasi di dalam suatu organisasi yang kompak, di mana banyak terdapat pengkhususan dari berbagai kegiatan pekerjaan, maka diperlukan pimpinan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan agar tercapai adanya kesatuan usaha atau tindakan dalam mencapai tujun organisasi.
Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Segala macam masalah yang dihadapi oleh organisasi perlu diselesaikan secara cepat dan tepat, bila tidak ada keputusan berarti akan menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi itu. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat agar tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi.
Mampu mengadakan hubungan masyarakat, public relation. Seorang pimpinan harus mampu memberikan informasi dan meyakinkan masyarakat di luar organisasinya. Sehingga apabila organisasi melakukan kegiatan akan mudah mendapat dukungan atau bantuan dari masyarakat.
Ketujuh fungsi kepemimpinan tersebut merupakan hal yang potensial bagi keberhasilan organisasi, seperti halnya dengan yayasan dimaksud, maka peranan pengurus selaku motor penggerak sangatlah penting, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad Sudiyar dan Achmadi Jayaputra (1984): bahwasanya sebagai motor penggerak organisasi yayasan, maka pengurus yayasan harus memenuhi beberapa kriteria dalam rangka mengarahkan dan menggerakkan segenap anggota yayasan terutama melalui koordinasi serta motivasi demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yaitu:
a.       Aktif dalam setiap kegiatan organisasi.
b.      Mempunyai kemampuan bekerja sama.
c.       Mempunyai kemampuan koordinasi dan motivasi.
d.      Tidak lamban.
e.       Menguasai pendekatan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian pengurus yayasan sebagai penggerak yayasan haruslah memiliki kualitas manajerial yang baik, sehingga mampu merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan dalam fungsi-fungsinya merencanakan, mengorganisasi, mengatur, dan mengendalikan segenap kegiatan yayasan dalam mencapai tujuannya.
Dari beberapa argumentasi yang telah dikemukakan kiranya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa faktor kualitas manajerial pengurus memengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan yayasan, karena kualitas manajerial pengurus adalah merupakan indikasi dari kemampuan yang dimiliki pengurus dalam melaksanakan segenap fungsinya sebagai motor penggerak organisasi, semakin baik kualitas manajerial maka tingkat pencapaian tujuan atau kegiatan semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam studi ini, kualitas manajerial pengurus yayasan akan diukur dari: a. Dimensi proses pengambilan keputusan dalam penentuan kegiatan yayasan tersebut. b. Intensitas koordinasi kegiatan yang dilaksanakan. c. Intensitas pemotivasian dan pengarahan anggota dalam setiap pelaksanaan kegiatan yayasan. d. Daya tanggap pengurus terhadap lingkungan di mana yayasan berada. Intensitas hubungan antar manusia.
2.      Partisipasi Anggota
Suatu organisasi yang memiliki aktivitas-aktivitas tentuya tidak akan mencapai sasaran atau tujuannya, jika aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus tidak akan berhasil bila tidak dapat ditopang oleh segenap anggota organisasi tersebut. Jadi kegiatan-kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sangat ditentukan oleh adanya partisipasi anggota.
Partisipasi adalah merupakan sikap untuk ikut serta merencanakan, malaksanakan dan mengawasi suatu aktivitas (dalam Wibawa, 1992: 57). Partisipasi anggota adalah sikap yang diambil oleh anggota untuk ikut menunjang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi, bahkan partisipasi merupakan keikutsertaan anggota dalam setiap pelaksanaan pengawasan, dalam menguasai alat dan memelihara alat, karena itu partisipasi adalah merupakan keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam suatu situasi kelompok sehingga seseorang terdorong untuk membantu merealisasikan tujuan-tujuan kelompok dan mau menerima tanggung jawabnya (Ibid.,1992: 57).
Dari data tersebut jelaslah bahwa partisipasi lebih merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri individu atau anggota untuk merasa bertanggung jawab atas kelancaran atau keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi.
Partisipasi adalah sikap positif yang ditimbulkan anggota suatu organisasi terhadap kegiatan organisasi di mana ia bergabung. Karena partisipasi merupakan sikap terhadap kegiatan atau di  organisasi, maka partisipasi dapat juga dilihat dari keterikatan anggota terhadap organisasi. artinya semakin terikat seseorang terhadap organisasi, maka ia akan cenderung untuk mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut sebagaimana yang dikatakan Steers (1985: 136): keterikatan, komitmen adalah merupakan peristiwa di mana individu sangat tertarik pada (mempunyai keikatan terhadap) tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi. keikatan lebih hanya sekadar keanggotaan, keikatan meliputi sikap yang menyenangkan dan adanya kesediaan seseorang untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi memperlancar tujuan dan keterikatan  tinggi akan menyumbang banyak bagi pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya Porter dan Smith ( 1970) dalam Steers (1985: 142) mendefinisikan keikatan terhadap organisasi sebagai: “Sifat hubungan-hubungan seseorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang yang mempunyai keikatan yang tinggi akan memperlihatkan:
a.       Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.
b.      Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.
c.       Kepercayaan akan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Dari kedua pendapat tersebut semakin dapat dicermati bahwa semakin terikatnya seseorang terhadap suatu organisasi adalah merupakan indikasi adanya keinginan seseorang untuk berpartisipasi terhadap kegiatan organisasi, agar organisasi itu mencapai sasaran atau tujuannya.
Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi keikatan seseorang terhadap organisasi menurut Steers (1985: 143) adalah:
a.       Ciri pribadi seseorang termasuk masa jabatannya, seperti kebutuhan untuk berprestasi.
b.      Ciri pekerjaannya seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan seorganisasi.
c.       Pengalaman kerja seperti keterandalan organisasi yang terlihat di masa lampau dan cara mereka memperbincangkan dan mengutarakan perasaan mereka mengenai organisasi.
Dengan uraian ini jelaslah bahwa keterikatan seseorang  pada organisasi akan menunjukkan pada tingkatan partisipasi yang diberikan seseorang pada organisasi sebagaimana yang ditegaskan oleh March dan Simon (1988) dalam Steers (1985: 145) bahwa: “Seseorang yng benar-benar menunjukkan keikatan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka partisipasi anggota yayasan akan diukur dari:
a.       Dukungan anggota terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan.
b.      Keikutsertaan anggota untuk mengawasi dan memelihara  peralatan yang dimiliki organisasi.
Dan keterikatan anggota terhadap organisasi akan diukur dari:
a.       Keinginan anggota untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi.
b.      Kepercayaan anggota dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
c.       Keinginan anggota untuk lebih berprestasi.
d.      Keinginan anggota untuk berinteraksi.
e.       Sikap dan pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi.

3.      Dukungan Pemerintah
Agar organisasi yayasan dapat dan terus melaksanakan aktivitasnya maka yayasan sebagai wadah untuk memberdayakan umat dapat mengembangkan kreativitas dan partisipasinya, maka organisasi ini harus mendapat dukungan dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Dukungan yang diberikan pemerintah adalah merupakan faktor penentu bagi kelancaran  aktivitas yang dilakukan yayasan. Hal ini sesuai dengan fungsi yayasan kelembagaan pengembangan umat bersama-sama dengan pemerintah membina dan mengarahkan masyarakat dan generasi mudanya ke arah kegiatan yang positif dan yang lebih produktif.
Dukungan yang sifatnya menunjang akan membantu pelaksanaan operasi program dan kegiatan yayasan dimanifestasikan melalui berbagai bentuk bantuan, baik berupa pengarahan, stimulasi dana maupun fasilitas lainnya. Dan dukungan tersebut tidak seluruhnya berupa dana atau uang tetapi dapat juga berupa peralatan, peminjaman fasilitas sarana perkantoran, peminjaman tanah, dan bentuk legalisasi, informasi, penggerakan dan pengerahan masa serta berbagai fasilitas lainnya yang diharapkan mampu menunjang kelancaran pelaksanaan segenap program yang telah direncanakan (Sri Setiti: 1984).
Dukungan yang diberikan pemerintah kepada yayasan akan lebih bermanfaat jika memenuhi kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan bagi keberhasilan yayasan, karena kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan pemerintah akan membantu   pencapaian maupun pelaksanaan kegiatan yayasan. Oleh karena itu, untuk melihat dan menilai aktivitas yayasan dapat dilihat dari dimensi kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan pemerintah, sebagaimana yang dikemukakan  oleh Sunardi (1984) bahwa kuantitas, kualitas dan manfaat dukungan merupakan aspek utama yang harus dikaji lebih seksama dalam rangka upaya penelaahan terhadap tingkatan dukungan pemerintah kepada segenap kegiatan yayasan. hal ini tidak jauh berada dengan pendapat Abdul Untung  (1984) yaitu: “dukungan pemerintah kepada yayasan dapat dikupas dari segi kuantitas, kualitas serta kesesuaiannya dengan segenap kebutuhan dari yayasan yang bersangkutan dalam menjalankan segenap fungsinya.”
Lebih jauh ditekankan bahwa banyaknya jumlah dukungan pemerintah yang pernah diterima dan jumlah instansi pemerintah yang pernah mendukung suatu yayasan merupakan komponen utama dalam rangka mengkaji kuantitas dukungan pemerintah kepada yayasan. sedangkan jenis-jenis dukungan pemerintah yang pernah diterima yayasan, juga merupakan komponen yang perlu dibahas lebih jauh, dalam rangka penelaahan. Terhadap kualitas dukungan pemerintah kepada karang taruna (Sunardi, 1984).
Atas dasar berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan, bagi pencapaian tujuannya dan di dalam penelitian ini dukungan pemerintah terhadap yayasan akan diukur dari:
a.       Kuantitas dukungan pemerintah.
b.      Kualitas dukungan pemerintah terhadap yayasan.

Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
Semakin baiknya kualitas manajerial pengurus yayasan dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap organisasi yang mendorong anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan pemerintah akan memengaruhi tingkat pencapaian tujuan yayasan.
E.     Definisi Istilah
1.      Tingkat aplikasi visi, misi, dan Tujuan Yayasan adalah sejauh mana yayasan dapat merealisasikan dalam kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dan keberhasilannya mendapatkan sumber daya, ini akan diukur dari:
a.       Tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: Sejauh mana yayasan  dapat merealisasikan kegiatan yang telah ditetapkan.
b.      Tingkat keberhasilan memperoleh sumber daya yaitu: kemampuan yayasan  dalam memperoleh sumber daya dan memanfaatkannya.
2.      Kualitas Manajerial Pengurus yayasan, adalah kualitas pelaksanaan fungsi kepengurusan yayasan akan diukur dari:
a.       Definisi proses pengambilan keputusan, penentuan kegiatan yaitu proses penetapan kegiatan yang akan dilaksanakan yayasan.
b.      Intensitas koordinasi pelaksanaan kegiatan yaitu tingkat koordinasi yang dilakukan pengurus yayasan dalam pelaksanaan kegiatan.
c.       Dimensi pemotivasian dan pengarahan terhadap anggota adalah: Motivasi dan pengarahan yang dilakukan pengurus yayasan terhadap anggota.
d.      Daya tanggap  terhadap lingkungan adalah kepakaan pengurus terhadap lingkungan kerja.
e.       Internsitas hubungan kemanusian adalah: tingkat hubungan  kemanusiaan yang dilakukan pengurus terhadap sesama pengurus dan anggota yayasan.
3.      Partisipasi Anggota
Partisipasi anggota adalah merupakan sikap dan tanggung jawab anggota terhadap organisasi maupun keterlibatannya pada segenap aktivitas yayasan, akan diukur dari:
a.       Dukungan anggota terhadap pelaksanaan kegiatan yayasan yaitu: sikap dan prilaku anggota untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan yayasan.
b.      Keikutsertaan anggota untuk mengawasi dan memelihara peralatan yang dimiliki yayasan adalah: merupakan sikap dan prilaku anggota terhadap peralatan yang dimiliki yayasan.
gokomitmen anggota terhadap organisasi.
4.      Komitmen Anggota terhadap Organisasi adalah kecenderungan anggota untuk memberikan partisipasinya terhadap organisasi, hal ini diukur dari:
a.       Keinginan anggota untuk tetap tinggal dalam organisasi yaitu: sikap dan perasaan anggota terhadap yayasan.
b.      Kepercayaan anggota dan peneriaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi adalah perasaan dan keyakinan anggota terhadap tujuan dan kegiatan yayasan.
c.       Keinginan anggota untuk lebih berprestasi adalah: Keinginan anggota untuk meningkatkan prestasinya.
d.      Keinginan anggota untuk berinteraksi adalah: Keinginan anggota untuk melakukan hubungan dengan pengurus maupun anggota yayasan.
e.       Sikap dan pandangan anggota terhadap keberhasilan organisasi adalah: keyakinan anggota terhadap keberhasilan organisasi.
5.      Dukungan Pemerintah terhadap Yayasan adalah merupakan bantuan yang diberikan pemerintah yang dapat membantu kelancaran aktivitas atau kegiatan yayasan, akan diukur dari:
a.       Kuantitas dukungan pemerintah terhadap yayasan adalah : Jumlah atau banyaknya dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan.
b.      Kualitas dukungan pemerintah adalah: Jenis dan manfaat dukungan yang diberikan pemerintah terhadap yayasan.
Setelah diuraikan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan yayasan, maka originalitas penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
“Semakin baiknya kualitas manajerial pengurus yayasan dan tingginya komitmen keterikatan anggota terhadap organisasi yang mendorong anggota untuk berpartisipasi serta adanya dukungan pemerintah akan memengaruhi tingkat pencapaian tujuan yayasan.”




BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.       Pemilihan Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh data deskriptif, sebagaimana yang dikatakan Bognan dan Taylor (1975) bahwa pendekatan kualitatif menyangkut prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu kata-kata yang diucapkan, ditulis orang, pelaku yang diamati. Data yang diperoleh di lapangan akan dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan atau mendeskripsikan permasalahan yang diteliti dengan perbedoman pada originalitas penelitian, sehingga akan diperoleh gambaran tentang kenyataan yang terjadi.

2.       Lokasi Penelitian, Data, sumber Data
Dalam penelitian ini Yayasan yang menjadi lokasi penelitian. Ada tiga Yayasan yang menjadi penelitian penulis, yaitu yayasan Raudhatul Ilmil Qur’ani dan Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, dan yayasan Masjid Al-Fattah, di Bali. Pertama dengan kapasitas tampung jamaah 500 jamaah, yang kedua sekitar 3000 jamaah, dan ketiga 1500 jamaah. Masing-masing lembaga tersebut telah mempunyai lembaga pendidikan, yaitu terdiri dari Diniyah, RA, MI, Tsanawiyah. Karena itu dalam pengembilan sumber data karena kedua lembaga tersebut telah berkembang pesat, maka dalam hal ini sumber data dapat diambil dari jamaah masjid masing-masing dan juga dari kelembagaan baik yang non formal maupun yang formal. Harapannya adalah agar dalam pengumpulan data tersebut lebih proporsional untuk dapat menggambarkan secara deskriptif suatu paparan pada  yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang mana, kapan, dan di mana, maupun variable-variable ketergantungan variable pada sub-sub variablenya, demikian Umar Husen (2010,7).
3.       Pengumpulan Data
Agar data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan yang diharapkan maka data-data akan dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut ini:
a.       Interview
Hal ini dilakukan ulapangan mengalami perluasan, dengan menggunakan metode ini diharapkan akan diperoleh informasi yang detail.

b.      Dokumentasi

Ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer yang dapat digunakan  menjelaskan masalah yang diteliti.

c.       Metode ini dilakukan  untuk memperoleh data-data yang benar-benar diperlukan sehingga akan dapat dipergunakan menjelaskan secara deskriptif terhadap konteks dan fokus penelitian penulis.

4.       Analisa Data

Untuk menganalisa data akan dipergunakan metode perbandingan yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi yang didasarkan pada originalitas penelitian. Karena dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, maka pengolahan data juga menggunakan olah data kulitatif. Dengan metode perbandingan ini diharapkan permasalahan yang terjadi di satu subyek dapat menjawab pada subyek penelitian yang sedang diteliti. Dalam hal ini penelitian berpedoman pada petunjuk yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984, 21,23) sebagaimana dikemukakan sebagai berikut ini:
a.       Peringkasan data, data reduction, di mana data mentah diseleksi, disederhanakan dan diambil intinya saja.
b.      Data disajikan secara tertulis berdasarkan kasus-kasus faktual ang saling berkaitan, tampilan data (data display) digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi.
c.       Menarik kesimpulan atau verifikasi atas pola keteraturan dan penyimpangan yang ada dalam fenomena itu, kemudian membuat prediksi atas kemungkinan selanjutnya.




KUMPULAN DAFTAR BACAAN 

Abdullah, Taufik. 1988. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Bagian Penerbitan LP3ES.
Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Al-Maududi, Abul A’la. 1973. Prinsip-Prinsip Islam. Bandung: PT. Alma’arif.
Amsyah, Zulkifli. 1992. Manajemen Kearsipan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Argyris, Chris. Schon Donald A. 1978. Organizational Learning: A Theory of Action Perspective. London, Amsterdam, Don Milles, Ontario. Sydney: Addison-Wesley Pulishing Company.
Assegaf, Abd. Rachman. 2012. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asy’ari, Musa. 1992. Manusia  Kebudayaan dalam AlQuran. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Azzam, Abdul Wahab. 1985. Filsafat dan Puisi Iqbal. Bandung: Penerbit Pustaka.
Baharuddin & Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Baharuddin dan Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Bari, Noor. 1985. Mengarungi Alam Filsafat. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan K alijaga Yogyakarta.
Blachard, Kenneth. Zigarmi, Patricia. Zigarmi, Drea. Dalam Maulana, Agus. 1985. Kepemimpinan dan Manajer Satu Menit. Jakarta: Erlanga.
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Burhanuddin. Makin, Moh. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Casson, Mark. 2013. Entepreneurship (Teori, Jejaring, Sejarah). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Chirzin, Muhammad. 2005. Glosari Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daft, Richard L. Steers Richard M. Organizations A Micro/Macro Aproach. London: Scott, Foresman and Company Glanview.
Daniel. John L. 1993. Global Vision Building New Models for the Corporation of the Future. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dove, Michael R. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Drijarkara. 1989.  Filsafat Manusia. Jakarta: Yayasan Kanisius.
Eicherberger, R. Tony.  1989. Diciplined Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York: Longman.
Elbrow, Martin. 1989. Birokrasi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Anasisis Data. Model Bogdan & Biklen. Model Miles & Hubermann. Model Strauss &  Model Spadley. Analisis Isi Model Philipp Mayring. Program Komputer Nvivo. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Korelasional, Eksperimen, Expost Facto, Etnografi, Grounded Theory, Action Research). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisal Sanapiah. 203. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisol. 2011. Gus Dur dan Pendidikan Islam Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan Di Era Global. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fitri, Agus Zainul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Fulcher, Eamon. 2003. Cognitive Psychology. Newcastle: Crucial.
Gibb, H.A.R. 1993. Aliran-Aliran Modern dalam Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Gordon, Thomas. 1991. Menjadi Orang Tua Efektif Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.    
Hasbullah. 2013. Otonomi Pendidikan Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Irianto, Yoyon Bahtiar. 2013. Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Pu blic Policy). Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.
Kadarisman, M. 2011. Manajemen Kompensasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kartono, Kartini. 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah Pemimpin Abnormal itu?). Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Kunandar. 2011.Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kuntjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Penerbit Pustaka Al Husna.
Lapidus, Ira M. 1989. A History of Islamic Societies. New York:  Cambridge University Press.
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah. 2000. Tafsir Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial Antar Umat Beragama. Yogyakarta: Pustaka SM.
Masruri, Siswanto. 2005. Humanitarianisme Soedjatmoko Visi Kemanusian Kontemporer. Yogyakarta: Nuansa Aksara.
Mochtar, Afandi. Tradisi Kajian Islam Modern. Yogyakarta: UIN Suka Press.
MSF, Jaques Veuger. 1983. Psikologi Perkembangan, Epistemologi Genetik, dan Strukturalisme Menurut Jean Piaget. Yogyakarta: The Sciences and Technology Foundation.
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi  Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muhayat, Imam. 2007. Psikosimbolis Puja Mandala dan Korelasinya terhadap Harmonisasi Umat Beragama (Tinjauan Kritis terhadap Remaja Muslim). Yogyakarta: UMY Yogyakarta.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Galia Indonesia.
Nasution, Harun. 1982. Pembaruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner Normatif Parenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abudin. 2003. Manajemen Pendidikan Megatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Newman, Isadore and Benz, R. Carolyn. 1998. Quantitative-Qualitative Research Metodology, exploring the Interactive Continuum. USA: Sourthern Illinois University. 16-17.
Ouchi, William G. 1982. Theory Z How American Bussiness Can Meet The Japanese Challenge. USA: Publishers of Bard, Camelot, Discus and Flare Books.
Pidarta, Made. 2002. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Poedjawijatna, I.R. 1986. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Poedjawijatna. 1986. Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT Bina Aksara.
Putra, Nusa. Dwilestari, Ninin. 2013. Penelitian Kualitatif PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Qaradhawi, Yusuf. Dalam Idris, Nabani.  2001. Islam Inklusif dan Eksklusif. Jakarta: Darr Asy-Syuruq.
Rahman, Fazlur. DalamMohammad, Ahsin. 1985. Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual. Bandung: Penerbit Pustaka.
Rice, George H. Bishoprick, Dean W. 1971. Conceptual Models of Organization. New York: Apleton-Century-Crofts.
Rivai, Veithzal. Sagala, Ella Jauvani. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. USA. Prestice Hall International Inc.
Rosseau, Denise M. and Fried, Yitzhak. 2001. Location, Location, Location: Contextualizing Organizational Research, Journal of Organizational Behavior, Vol. 22, 1-13.
Rumini, Sri. HS, Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:      Rineka Cipta.
Rusman. 2012. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
 Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S. Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Malang: UIN Malang.
Setyohadi, Tuk. 2003. Perjalanan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: Rajawali Corporation.
Subrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suharto, Toto. 2011.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Supadie, Didiek Ahmad. Sarjuni. 2013. Pengantar Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suprayogo, Imam. 2009. Universitas Islam Unggul. Malang: UIN Maliki Press
Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tobroni. 2008. Pendidikan Islam Paradikma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tohirin. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1994. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Umar, Husein. 2013. Disain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Umar, Husen. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara Mudah Meneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis, dan Praktik Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wahyosumidjo. 2012. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tijuana Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Waldo, Dwight. 1991. Dalam Admosoedarmo, Slamet W. Pengantar Public Administration. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Weij, P.A. Van der. 1988. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2005. Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2009. Motivasi dan Permotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Winardi, J. 2011. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wren. Daniel A. 1976. The History of Management Thought. United States of America: John Wiley and Sons, Inc.
Yasin, Ahmad Fatah. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Yin, Robert K. 2012. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1989. UU RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta Penjelasannya. Jakarta: PT Intan Pariwara.
Nasution, S. Thomas, M. 1985. Buku Penuntun Membuat Thesis Skripsi Disertasi Makalah. Bandung: Jemmars.
Hadi, Sutrisno. 1985. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Tim redaksi Pustaka Yustisia. 2009. Kompilasi Perundangan Bidang Pendidikan Seri Kompilasi Perundangan Terlengkap dan Terbaru. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Eichelberger, R. Tony. 1989.  Diciplined Inquiry Understanding and Doing Educational Research. New York & London: Longman.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Agama. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Putra, Nusa. 2013. Research & Development Penelitian dan Pengembangan: Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
 

 














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kata dan bahasa menunjukan jiwa