Rabu, 22 Mei 2013

obituari



OBITUARI: SABASTIANUS HAYONG
Sosok yang satu ini dikenal penulis sebagai orang yang bersahaja, sederhana, apa adanya, humoris, enerjik, dan hebatnya tidak pernah mengeluh. Suami Ibu Agnes Made Karmi, yang menyukai kostum topi ala cerpenis Putu Wijaya ini, lahir 2 Oktober 1957 di Kawaliwu, Kecamatan Tanjung Bunga, Flotim (Flores Timur). Ayah Hilaria Florida Hayong, anak pertama almarhum, berlatar belakang pendidikan SD, SMP, dan SPG di Larantuka, Flotim. Hijrah ke kota Kupang 1977 untuk melanjutkan pendidikan di Undana Kupang. Bertahan tidak lebih dari enam bulan duduk di Fakultas Pendidikan dan Keguruan Jurusan Didaktik Kurikulum.
Medio 1978,  orangtua Margaretha Rosa Dwirahayu Hayong – anak kedua almarhum ini,  hijrah ke Pulau Dewata diangkat dan mengabdi sebagai guru Katholik di salah satu Sekolah Dasar di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tidak puas dengan hasil pendidikan di Kupang, Tahun 1984 mencoba lagi menapaki bangku studi di IKIP PGRI Bali Fakultas Bahasa dan Seni, jurusan Bahasa Indonesia, namun tidak tamat.
Tahun 1999 kuliah jarak jauh filial IPI Malang tamat tahun 2000, dengan gelar Ahli Madya Pendidikan bidang Studi Pendidikan Agama Katholik. Kemudian menyelesaikan strata S-1 jarak jauh di IPI Malang, jurusan Pendidikan Agama Katholik. Aktivitas organisasi tidak diragukan lagi, baik sosial, keagamaan, kemasyarakatan maupun Gerejani. Membidani jalan bagi Marriage Encounter Keuskupan Denpasar.  Bergabung dalam Tim Kerja Komisi Kepemudaan Puspas Keuskupan Denpasar Bidang Kaderisasi. Sempat aktif dalam kepengurusan KNPI Bali. Aktif di Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Badung tidak kurang dari lima belas tahun. Sempat juga menjabat sebagai sekretaris LPM Kelurahan Abianbase, Mengwi. Disebut juga sebagai Bapak pada Gerakan Koperasi Kredit Indonesia, bahkan bersama rekan-rekan membidani lahirnya beberapa primer anggota Puskopdit Bali Arta Guna.
Matang dengan aktivitas kegiatan koperasinya, kemudian dipercaya menjabat sebagai ketua KSP Wisuda Guna Raharja dan Ketua Skunder Puskopdit Bali Artha Guna Denpasar. Prinsip yang selalu dibangun adalah otodidak,  belajar, dan berlatih mengembangkan diri. Moto yang selalu menjadi  integritas diri dalam perjalanan hidup, ayah dari  Trinugraha Hayong-anak ketiga almarhum ini,  “Hidup adalah perjuangan, tidak ada hal yang tidak bisa kalau kita mau.”
Apa yang dipikirkan tidak sebatas ide dalam angan-angan belaka, tetapi selalu menjadi suatu ikhtiar aplikatif. Sebagaimana suatu saat berkesempatan menjadi fasilitator gerakan,  dan beberapa kali memberikan training, pelatihan di beberapa kota di Jawa Timur, NTT bahkan Kalimantan Selatan. Menulis beberapa buku saku antara lain buku saku Koperasi, buku saku Senandung Rindu, Hal-hal Praktis dalam Berbahasa,  Butir-butir Kearifan yang Menuntun. Buku-buku tersebut diterbitkan sebatas untuk kalangan sendiri. Masih banyak yang ingin direngkuh oleh saudara yang satu ini, tetapi Tuhan berkehendak lain pada tanggal 14 Januari 2013. Selamat jalan, sahabat.  (Imam Muhayat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kata dan bahasa menunjukan jiwa